Dara terbangun dari pingsannya, ia menyipitkan mata karena silau akan cahaya dari lampu. Perut Dara kembali berulah, meskipun kepalanya masih terasa pusing Dara tidak mempedulikan itu, ia segera beranjak dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi. Ia memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya, namun yang keluar hanya cairan bening. Karena sejak tadi pagi dirinya tidak memakan apapun.
Setelah dirasa perutnya tidak berulah, Dara kembali ke atas ranjang. Dara baru tersadar jika ini bukan kamarnya, tapi kamar pria brengsek yang menghancurkan masa depannya.
Pintu kamar yang ditempati Dara terbuka, tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang masuk ke dalam kamar. Dari bau parfumnya saja sudah tercium jelas, jika itu parfum Rama. Jelas saja dia tahu, karena parfum ini lah yang selalu dia berikan pada Rama dulu. Dan mungkin Rama menyukainya, karena setiap parfum itu habis, Rama selalu meminta kepadanya untuk membelikannya lagi.
"Apa kamu pusing?" Tanya Rama yang telah duduk di samping Dara.
Dara diam saja, dia malah memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Aku sudah membawakanmu makan malam, makanlah." Perintah Rama yang kini tengah memangku sebuah nampan berupa makanan dan air putih.
Dara jelas tidak terpengaruh pada ucapan Rama, dia masih pada pendiriannya yaitu, diam.
"Kita akan bicara, setelah kamu makan, oke?" Ucap Rama lagi dengan pengendalian emosi yang baik.
Padahal dulu-dulu Rama tidak seperti ini, mana mau mendengarkan Dara. Tapi sekarang, justru Rama yang dibuat bungkam oleh Dara.
"Lo makan aja sendiri, gue nggak mau makan!"
"Ra!"
"Gue nggak mau!" Serunya marah lantas mendorong nampan yang di pegang Rama. Akibatnya nampan itu terjatuh dan membuat piring yang berisi makana dan juga gelas minum itu pecah.
Rama menghela napasnya dengan berat. "Oke kalau kamu cuman sendiri, nggak makan apa-apa nggak masalah. Tapi kamu itu lagi hamil, Ra. Ada janin yang mesti kamu pikirkan."
Perkataan Rama sontak membuat Dara memandang Rama sengit.
"Justru itu, gue nggak mau makan. Gue nggak peduli dengan bayi ini, gue nggak peduliiiii!" Jeritnya marah yang kembali histeris.
Dara mulai memukul-mukuli perutnya dengan air mata yang mengaliri wajah tirusnya.
"Hentikan, Dara!" Tegas Rama yang seketika mencekal kedua tangan Dara.
Dara mencoba melepaskan, namun cekalan Rama begitu kuat dan sia-sia saja tentunya.
"Gue nggak mau, hamil. Gue nggak mau hamil anak lo! Gue nggak mauuuu..." Jeritnya lagi.
Rama yang tak tega melihat Dara seperti ini pun, memeluknya mencoba untuk meredam kekalutan Dara. Namun Dara jelas tidak mau, dia tidak mau dipeluk oleh Rama, tapi ingat kekuatan cowok itu lebih besar dari cewek. Jadi, seberapa kerasnya Dara mencoba mendorong, melepaskan. Dara tidak bisa, Rama begitu kuat memeluknya.
"Sssttt tenang oke, tenang. Aku nggak akan minta maaf setelah apa yang telah aku lakuin ke kamu, Ra."
Rontaan Dara seketika berhenti, ia terdiam mencerna ucapan Rama.
"Brengsek!" Umpat Dara yang kembali mencoba melepaskan pelukannya.
"Aku tidak bisa lihat kamu dengan cowok lain, Ra. Kamu itu milikku, kekasihku, cintaku." Ujarnya lagi ditelinga Dara.
Dara semakin berontak, "elo sakit, elo sakit. Gue udah nggak cinta sama lo! Lo yang buat gue seperti ini, brengsek! Lo yang selingkuhin gue sama Fita!"
"Ssstttt kamu salah sayang, Fita yang aku selingkuhin bukan kamu yang aku selingkuhin." Tekan Rama, dengan tangan yang memeluk Dara erat.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Begining
Roman d'amourSeharusnya Dara sadar, jika hidup tidak akan pernah berjalan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Tapi dirinya terlena dengan hidupnya yang sekarang, hidup dalam kekayaan orangtua, dilimpahkan dengan kasih sayang, dan memiliki kekasih yang begitu dia...