Bab 24

2.2K 394 115
                                    

Dara menghampiri sang ibu yang sedang memasak bersama tantenya, setelah mengantar Dhafa kembali ke rumah. Dara memilih untuk mengunjungi sang ibu yang masih tinggal bersama adiknya, Dara sendiri sebenarnya merasa keberatan karena sang ibu tidak ingin kembali pulang ke rumah lamanya bersama dia. Di rumah mereka terlalu banyak kenangan bersama sang ayah, yang jelas ibunya tidak mau. Juga agar dia memiliki alasan untuk keluar dari rumah, agar tidak bertemu dengan Rama.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya sang tante yang kini duduk di di samping Dara.

Mereka ada di halaman belakang rumah, Dara memilih diam di sini untuk menjernihkan pikirannya.

Dara tidak bisa untuk tidak menceritakan hal ini pada tantenya, tantenya itu sudah seperti ibu baginya. Dan belakangan ini dia selalu bercerita tentang apa yang terjadi padanya.

Dara memandang adik ibunya itu dengan wajah kacau, ia menghela napasnya berat kemudian mulai bercerita. Tantenya itu diam mendengarkan tanpa memotong perkataan Dara.

"Tante ingin tanya padamu, Ra. Apa kamu benar-benar membenci Dhafa?"

Dara seketika memalingkan wajahnya ke arah lain, sang tante yang menyadari Dara enggan membalas pertanyaannya pun menarik tangannya kemudian meremasnya pelan.

"Dara, Tante tahu ini sangat berat untukmu. Tapi, Dhafa tidak salah, Ra. Dia hanya korban sama seperti kamu, jangan limpahkan semua kesalahan Rama sama Dhafa, Ra. Kasihan."

Dara masih diam, tidak bergeming.

"Jika kamu mengabaikannya, kamu sama seperti ayah kamu, Ra. Jangan sampai kamu menyesal nantinya, karena Daffa membenci kamu. Seperti yang kamu lakukan terhadap ayah kamu sekarang."

Perkataan tantenya menampar telak Dara. Tubuh wanita kurus itu bergetar, air matanya perlahan meluruh di iringi dengan isakan.

Sang tante ikut menangis, melihat begitu rapuhnya seorang Dara. Tidak menyangka jika beban yang dipikul Dara begitu berat, memiliki keluarga yang berantakan, ibu yang jatuh sakit karena depresi, di manfaatkan oleh kekasih, kemudian dilecehkan bahkan sampai memiliki anak. Sungguh begitu berat beban seoramg Dara, dia bersyukur Dara masih hidup tidak memutuskan untuk bunuh diri.

"Ssttt.... Nangis aja, keluarin semua yang membuat kamu sakit, Ra." Sahut sang tante sambil memeluk keponakannya itu.

Dara memeluk tantenya erat, dia kembali menangis dengan begitu menyayat hati, membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa sakit hati. Seperti yang dilakukan ibunya Dara, wanita paruh baya yang begitu ringkih itu sedang mengintip di balik dinding, dengan menutup mulutnya sendiri melihat Dara yang begitu kesakitan. Mereka berdua hanya korban, dari orang-orang egois yang tidak pernah memikirkan perasaan mereka.

"Sudah ya, mulai sekarang kamu jangan seperti ini. Berpura-pura membenci Daffa, Tante tahu kok. Selama ini kamu hanya berpura-pura membenci dan menyakiti Daffa. Itu semua untuk menyakiti Rama kan, Ra? Tapi bukan hanya Rama yang tersakiti di sini, tapi Daffa juga kamu yang tersakiti juga."

Dara mengangguk masih menangis di pelukan tantenya.

"Jika kamu nggak mau kembali dengan Rama, sebaiknya kamu pergi dan membawa Daffa, Ra. Jangan diam terus seperti ini, kasihan mental Daffa." Nasihat sang tante yang diangguki oleh Dara.

Adik dari ibunya itu melepaskan pelukan Dara.

"Terima kasih, Tan." Ujar Dara sambil menyunggingkan senyumnya.

Tante Dara ikut tersenyum.

"Udah lega?"

Dara mengangguk kembali tersenyum.

The BeginingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang