Hallo sorry banget aku belum update, kemarin aku beresin naskah di pf sebelah dan alhamdulilah udah selesai. Aku jadi bisa update lagi sini 🥳
Happy readinggg ...
🌹
🌹
🌹Rama memiliki janji dengan anaknya, Dhafa. Namun, sayang anaknya yang akan beranjak remaja itu kini sedang menunggunya di luar. Sedangkan dia masih sibuk dengan meetingnya, dia merasa bersalah pada anak semata wayangnya, meskipun sang anak tidak merasa keberatan karena menunggunya. Tetap saja dia merasa tidak enak, ia pun segera meminta karyawannya untuk segera mempresentasikan bagian yang pentingnya saja.
Dhafa menunggu diruangan Rama dengan memainkan rubriknya, dia sudah bosan menunggu sang ayah yang masih bekerja. Ia kemudian menaruh mainanya di atas meja, lalu mulai berjalan meneliti ruangan sang ayah. Di atas mejadnya ada foto dirinya seorang diri, ada juga yang di foto berdua dengannya. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyum, ia kembali melanjutkan langkahnya memutari ruangan.
Tidak ada yang spesial, pikir Dhafa. Ia lalu berjalan kembali ke atas sofa. Pikirannya seketika terhenti, dia tidak melihat foto sang ibu di sana. Apa ayahnya memang sudah tidak mencintai ibunya lagi? Sehingga foto sang ibu ada di sana? Dan ketika dirinya sibuk dengan pikirannya, pintu ruangan ayahnya terbuka. Membuat wajahnya berubah menjadi cerah ketika ayahnya masuk ke dalam, dan menghampirinya.
"Sorry, Boy. Ayah lama yah?"
Dan juga tante Indi. Wanita yang belakangan ini sering wara-wiri bersama ayahnya. Mungkin ini juga, alasan mengapa tidak ada foto sang ibu yang melahirkannya di atas meja.
"Kamu ngantuk yah, Dhafa?"
Dhafa tidak membalas hanya tersenyum tipis.
"Sayang, kalau Tante Indi ikut makan siang barenga kita nggak apa-apa kan?" Tanya ayahnya meminta persetujuan Dhafa.
Ini memang pertama kalinya mereka akan makan bersama, Dhafa sejujurnya cukup syok dengan pekataan ayahnya itu.
"Eh, Pak. Nggak usah, nggak apa-apa kok. Saya biss makan di kantin." Tolak Indi merasa tidak enak.
"Tapi kita harus membahas masalah yang tadi, In. Setelah itu kita bisa langsung kasih jawaban ke anak-anak yang lain."
Penjelasan Rama yang jujur, membuat Indi sedikit kecewa. Karena dia berpikir ajakan Rama tadi itu untuk membuat mereka dekat, terlebih ada Dhafa. Mungkin dia bisa menarik simpati anak atasannya itu sehingga dia bisa bersama dengan ayahnya.
"Ah baik, Pak." Meskipun kecewa dengan alasan yang diberikan Rama namun dia cukup senang karena mereka makan siang bersama.
"Ayo, Sayang." Rama mengajak Dhafa untuk segera pergi dari sini.
Anak laki-laki itu mengangguk kemudian berjalan mendahului ayahnya.
Ketika mereka akan masuk ke dalam mobil, baik Dhafa dan Indi saling membuka pintu mobil yang sama, yaitu disamping Rama.
"Eh maaf, kamu mau duduk di depan, Dhafa?"
Meskipun dengan sedikit bete Dhafa malah balik bertanya.
"Tante Indi mau duduk di depan?"
Tadinya Indi mau egois saja dengan duduk disamping Rama. Namun, karena sekarang ada Dhafa dia akan mengalah. Karena sekarang yang lebih penting itu menarik perhatian Dhafa agar menyukainya, jika Dhafa sudah menyukainya maka atasannya itu akan lebih mudah untuk ia takhlukan.
"Nggak usah, Dhafa. Biar Tante saja duduk dibelakang, kamu bisa sama Papa kamu di depan." Indi membukakan pintu depan, dan Dhafa masuk ke dalam tak lupa sambil mengucapkan terima kasih.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Begining
RomanceSeharusnya Dara sadar, jika hidup tidak akan pernah berjalan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Tapi dirinya terlena dengan hidupnya yang sekarang, hidup dalam kekayaan orangtua, dilimpahkan dengan kasih sayang, dan memiliki kekasih yang begitu dia...