Bab 33

720 76 10
                                    

Dara seakan tersadar dia lantas menyuruh Rama untuk bergabung juga, dia tidak mungkin kan membiarkan pria itu diam saja sedangkan mereka asyik sarapan. Masalahnya nanti Dhafa akan menanyakannya, jika ibu dan tante-nya saja sih tidak masalah, tapi Dhafa anaknya itu pasti akan bertanya mengapa ayahnya tidak di ajak juga. Maka dari itu lah dirinya langsung menyuruh Rama untuk ikut bergabung juga.

"Kalian mau main ke mana?" Sekar bertanya.

"Pergi menonton, Dhafa ingin menonton Marvel." Jawab Rama sambil menyuapkan nasi goreng buatan Dara.

Untuk pertama kalinya, setelah masalah yang membelenggu mereka berdua. Rama akhirnya merasakan masakan Dara wanita yang dicintainya selama ini. Perasaan haru itu membuatnya tidak menyadari jika dirinya menitikan air mata. Sebelum ada yang menyadari ia segera menghapusnya, namun rupanya Dara telah melihatnya. Wanita itu diam enggan berkomentar, dan kembali melanjutkan aktifitas memakan sarapannya.

"Sepagi ini?" Kini giliran tante Dara yang bertanya.

Mereka lantas melihat Dhafa yang bersuara.

"Aku mau ke taman dulu,"

Jujur saja kedua orangtuanya tidak tahu mengenai hal ini, karena kemarin Dhafa hanya bilang pada Rama untuk datang pagi-pagi yang tentu saja di oke-kan oleh sang ayah. Lalu sang ibu? Oh tentu saja lebih tidak tahu.

Mendengar jawaban dari Dhafa membuat dua orang dewasa di sana mengerti. Berbeda dengan Dara yang kaget, anaknya itu lupa memberitahunya atau memang tidak memberitahunya?

Setelah sarapan selesai, Dara, Dhafa serta Rama pun pamit. Mereka bertiga terlihat seperti kedua orangtua pada umumnya, Sekar mengahapus bulir air matanya yang berjatuhan. Perasaanya benar-benar campur aduk, dia tidak akan memaksa Dara untuk menikah dengan Rama atau dengan laki-laki mana pun. Dia akan tetap menyetujui semua keputusan sang putri, meskipun tidak akan menikah dia akan menyetujuinya. Setelah Dara selama ini menderita, masa depan anaknya itu terenggut dengan berbagai masalah yang menimpa.

"Dara sudah besar ya, Mbak."

Sekar mengangguk mendengar ucapan adiknya.

"Aku nggak tahu, kalau keponakan aku bisa sedewasa itu. Aku bangga banget sama dia."

Kembali Sekar mengangguk.

"Aku harap setelah ini, hanya ada kebahagian untuknya."

Sekar mengaminkan dalam hati, karena dia juga menginginkan itu untuk putri semata wayangnya.

***

Dhafa berjalan ditengah-tengah kedua orangtuanya. Saat di dalam mobil, ia meminta kepada kedua orangtuanya untuk piknik di taman. Dhafa sudah lama menginginkan hal itu, dan untung saja kedua orangtuanya mengizinkan. Jadi lah mereka di taman, Dhafa terlihat begitu senang dengan dia tidur di atas paha sang mama sebagai alasnya. Sedangkan sang ayah yang tengah asyik memperhatikan mereka dari belakang. Benar, posisinya itu Dara dan Dhafa berada di depan sedangkan Rama dibelakang mereka. Ia mengabadikan momen jarang tersebut dengan kamera ponselnya.

Mereka begitu asyik melihat pemandangan di hadapan mereka, banyak bebek dan burung yang menghiasi danau tersebut. Banyak keluarga yang piknik di sini juga, taman ini cocok untuk keluarga kecil seperti mereka.

"Kau lapar?"

Dara bertanya pada Rama sambil memalingkan wajahnya ke belakang.

"Hm?"

Rama mendengar dengan jelas, namun dia hanya ingin memastikan saja.

"Aku bertanya padamu, apa kau lapar?"

"Ah belum, kau sudah lapar?" Rama bergegas ingin mendekati Dara namun wanita itu menggeleng.

"Belum, jika kau lapar kau bisa makan sandwich yang sudah aku siapkan dikeranjang itu."

The BeginingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang