part 31

55 4 0
                                    

Di situ gue jadi penasaran sama Tuhannya orang Islam. Kenapa orang Islam selalu bersyukur atas takdir dan memuji Tuhannya? Tiga hari berturut-turut gue mimpi yang sama. Gue mimpi gue ada di ruangan yang gelap dan datang dua sosok berwujud menyeramkan. Dia nyiksa gue dan saat gue tanya kenapa? Mereka bilang karena gue tidak pernah beribadah. Dan gue berkata gue sering ke gereja mereka justru semakin menyiksa gue hingga gue bangun dengan keringat dingin. Gue nggak bisa tenang sejak mimpi itu untuk yang pertama kalinya.

Gue juga keinget lo yang ngafalin Quran. Gue udah lama mempelajari Alquran sebenarnya. Karena lo. Gue juga banyak membaca tentang Asiyah, Aisyah dan dua orang lainnya yang juga jadi pilar wanita dalam islam karena lo juga pernah bilang itu ke gue. Gue bener-bener penasaran sama Islam.

Habis itu gue keliling kota, nggak tahu mau ke mana. Dan gue lihat ada pengajian di masjid agung baru aja bubar. Beribu manusia datang hanya untuk mendengar seseorang berceramah buat gue makin penasaran sama islam.5 Gue masuk ke area masjid dan lihat seseorang yang sepertinya adalah sentral dari pengajian ini. Gue diem di gerbang nggak tahu mau apa, sampai kyai itu menyadari gue yang dari tadi liatin dia.

Kyai itu ucap salam sama kayak lo dan gue nggak jawab. Dia tanya kenapa gue nggak jawab. Gue bilang gue non Islam tapi dia bertanya lagi kenapa masuk masjid? Gue nyeritain semuanya ke dia dan gue bilang gue pengen tahu Islam lebih banyak.

Dia senyum, nyuruh gue duduk di kursi tunggu parkiran. Semua yang gue tanyain dia jawab dengan memuaskan. Tiga hari gue kayak gitu dan dia selalu jawab gue tanpa ngeluh. Hingga gue memutuskan masuk Islam, dia suruh gue menyadari dulu maksud gue masuk Islam karena apa dan suruh gue tanya sekeluarga gue juga. Gue lurusin niat gue dan bilang ke keluarga gue, mereka bolehin gue asal gue nggak banyak berubah dan nggak menjauh dari mereka walaupun punya kepercayaan berbeda.

Kemarin Jumat gue resmi masuk Islam di bantu dia alhamdulillah"

"Apa yang lo maksud Abah Mustofa?"

"Iya lo pasti tahu dari media ya?"

"Dia abah aku"

"Hah? Gue nggak lupa sama wajah bokap lo dan dia kan pengasih pondok pesantren An-Nur"

"Abah Mustofa itu mertua aku" Arkan langsung menatap mata Asiy.

"Jadi suami lu anak Abang Mustofa?" Asiy mengangguk.

"Padahal gue masih berharap lo jadi istri gue apalagi setelah gue masuk Islam" Arkan menunduk.

"Jangan gila"

"Kenapa? Apa karena dia punya pondok pesantren. Dan gue cuma mas mualaf jadi lo milih dia?"

"Sama sekali bukan seperti itu"

"Terus kenapa? Asiyah bahkan nikah sama Firaun yang kafir. Kenapa lo nggak bisa sama gue. Gue cari tahu cerita Asiyah sejak gue tanya nama lo dulu dan lo ceritain dikit tentang Asiyah istri Firaun dan sejak itu gue udah ada harapan cinta sama lo" Arkan menatap Asia dengan pandangan terluka.

"Bukan kayak gitu Arkan. Harus berapa kali aku bilang kalau aku sudah bersuami? Pernikahan nggak bercanda itu. Pernikahan itu menghubungkan dua orang dan dua keluarga, dunia dan akhirat. Jodoh itu takdir yang udah ditentuin bahkan sebelum kita lahir Asiyah memang nikah sama Firaun yang kafir. Tapi semua wanita Islam tentu ingin seperti Fatimah yang mendapat suami sebaik Ali bin Abi Thalib.

"Gimana kalau Alinya lo itu gue?"

"Aku tahu kamu sedang patah hati, tapi percayalah merebut istri orang lain tidak pernah bisa dibenarkan"

"Tapi gue masih berharap bahwa lo jodoh yang udah ditentuin Allah buat gue"

"Berhenti hubungin aku sebelum perasaan kamu hilang, aku menyayangimu dan aku tak ingin kamu terjebak di perasaan yang salah. Kamu lelaki baik, bahkan sebelum masuk Islam. Aku menghargaimu dan berharap kamu mendapat seseorang yang bisa mencintaimu dan membuatmu bahagia"

"Saat ini cuma lo yang gue harapin. Gue nggak yakin bisa ngalihin rasa yang udah gue pupuk bertahun-tahun gitu aja"

"Aku yakin kamu bisa kalau berusaha. Aku nggak maksa tapi aku cuma berharap kamu nggak nyesel"

"Mencintai wanita sebaik lo masih menjadi hal terindah selama gue hidup di dunia ini, selain gue dapat hidayah masuk Islam dari Allah"

"Jangan hubungi aku sebelum perasaan kamu benar-benar hilang. Aku yakin kamu nggak setega itu merebut kebahagiaan aku yang bersumber dari mas Azam, assalamualaikum" Asiy beranjak pergi meninggalkan orang yang sedang patah hati karenanya.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, gue nggak yakin bisa hapus perasaan ini. Tujuh tahun gue suka sama lu dan lu suruh gue hapus perasaan ini gitu aja? Nggak semudah itu Asiy, gue akan selalu berdoa sama Allah bahwa jodoh yang Allah tetapkan buat gue sebelum gue lahir itu adalah lo. Bukankah doa bisa mengubah semuanya? Sekarang gue punya Tuhan yang bisa merubah semuanya, mungkin lo makmum masbuk gue" Arkan terkekeh karena ucapannya sendiri, makmum masbuk? Jika seperti ini kasusnya mungkin dia yang datang terlambat sebagai imam.

(´∩。• ᵕ •。∩')

"Assalamualaikum" Asiy membuka pintu kamar perlahan.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, ke mana aja sampai adzan maghrib gini baru pulang?" Tanya Azam tajam membuat Asiy tak berani menatapnya.

"Ke mana aja Asiy? Kamu itu perempuan, tapi pulang maghrib kayak gini. Nggak izin sama suami, nggak tahu kalau di sini pada khawatir? Umi tadi nyariin, katanya kamu bilang sama Umi mau antar Umi beli bingkisan"

Asiyah diam, dia memang salah pergi tanpa izin dan baru pulang maghrib bahkan lupa kalau dia akan menemani Umi cari bingkisan untuk menengok saudara mereka besok karena sedang ada hajatan. Dan semua ini karena satu orang, Arkan.

"Mas dari tadi tanya, dari mana? Umi tadi nungguin sampai akhirnya suruh mbak-mbak santri buat beliin" Azam masih menatap tajam pada Asiy yang menunduk mencari alasan yang tepat.

"Tadi Asiy beli-"

"Kalau beli harusnya bawa pulang barang. Kamu masuk tangan kosong, pergi sama siapa atau ketemu siapa?" Potong Azam kasih seolah mati kutu.

"Tadi temen aku ajak ketemu. Karena keburu jadi enggak sempat izin. Namanya juga cewek mas, kalau ngobrol udah nggak ingat waktu. Hehehe, maaf mas" Asiy nyengir, tapi kembali gugup karena Azam masih menatapnya tajam.

"Mas harap kamu nggak bohong" Azam pergi keluar tanpa memandangnya, mungkin hendak mengimami karena sudah rapi.

Asih menunduk setitik air mata lolos lewat pipinya ini memang salahnya. Kenapa juga ya berbohong? Kalau jujur kan ia juga tidak salah, tapi Asiy selalu terlalu takut berterus terang. Asiy hanya berharap semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali, semoga ASI tidak perlu lagi menemui Arkan.

"Maaf mas Asiy berbohong buat menjaga perasaan mas Azam. insya Allah nggak Asiy ulangi lagi" lirih Asiy lalu mengambil wudhu dan pergi ke mushola putri, nanti selesai berjamaah Asiy akan meminta maaf pada Umi.

(´∩。• ᵕ •。∩')
Don't be silent reader, please
Like
Like
Like
Star
Okey?

love you in my prostrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang