part 10

72 5 0
                                    

"Ya Allah, gimana nggak jatuh cinta kalau senyum aja manis banget gitu sampek rasanya bikin meleleh"

/╲/\╭(•‿•)╮/\╱\

Senin ini hari pengumuman lomba karena semua bidang sudah selesai dilombakan. Pengumuman akan dibacakan saat upacara nanti, jadi Asiy ikut upacara. Asiy berbaris bersama Aqila, Likha dan Ida di baris belakang yang sedikit tertutup pohon sedangkan Fina dan Bina di depan.

Saat pengumuman dibacakan, sang pemilik nama diminta maju kedepan termasuk Asiy. Sorak sorai terdengar ramai baik dari santri putra maupun santri putri karena memang upacara di gabung dengan santri putra di baris sebelah kiri dan santro putri di baris sebelah kanan.

SMA An-Nur mendapat 6 kejuaraan. Satu matematika dengan juara dua oleh Asiyah. Dua sosiologi dengan juara dua dan tiga. Satu fisika juara satu. dan dua geografi juara satu dan dua. Sudah tidak bheran lagi karena SMA An-Nur memang selalu menyabet juara tebanyak bahkan tahun lalu hampir semua dikuasai.

Begitu juga pesantrennya, pesantren An-Nur juga banyak mendapat kejuaraan di segi agama. Ini sudah menjadi rahasia umum.

Dua santri juara maju, Asiy dan Dela. Dan empat santri putra yang semuanya tidak Asiy kenal.

Saat pemberian piala, Asiy mencium punggung tangan bu Eka takzim karena memang yang memberikan piala adalah guru pembimbingnya. Sebagai sebuah penghormatan dari pencapaian murid. Asiy menitikkan air mata, terharu dengan semua yang terjadi.

"Terima kasih sudah membuat nama An-Nur semakin harum" Asiy mengangguk menanggapi ucapan bu Eka sambil emnghapus air matanya.

Sesi selanjutnya tentu saja foto dengan piala, sertifikat, dan medali yang dikalungkan. Tak sengaja netra Asiy bertemu dengan manik mata hitam milik Azam, Azam memang tidak ikut olimpiade karena sudah kelas 3 SMA dan sebentar lagi akan ada banyak ujian. Walaupun olimpiade kemarin boleh untuk kelas 3 SMA.

Azam tersenyum membuat Asiy semakin gugup. Pipinya yang sudah memerah karena sinar matahari jadi semakin memerah. Tadi sebenarnya Asiy sudah tidak akan ikut upacara, tapi karena acara ini Asiy terpaksa ikut. Beruntung cuaca tidak begitu terik.

"Ya Allah, gimana nggak jatuh cinta kalau senyum aja manis banget gitu sampek rasanya bikin meleleh?" batin Asiy masih sambil melihat Azam yang kini sudah tidak melihatnya, namun masih tersenyum. Ya Allah, dia selalu menjaga pandangannya.

/╲/\╭(•‿•)╮/\╱\

"Asiyah!" Panggil seseorang membuat Asiy yang sedang berjalan bersama ketiga sahabatnya menghentikan langkahnya. Menengok ke sumber suara yang ada di belakangnya.

"Bu Eka, ada apa?" Asiy berjalan memdekat, tidak sopan kalau membiarkan bu Eka yang menghampirinya.

"Ini ada titipan dari Azam" Asiy mengerutkan kening, menengok ke arah tiga temannya yang sedang mengobrol. Asiy yakin mereka tidak mendengar ucapan bu Eka barusan.

"Bukannya nggak boleh ya bu menerima barang dari lain mahram?" Asiy ragu untuk mengambil kresek hitam yang katanya dari Azam itu.

"Emang nggak boleh. Tadi ibu juga suda menolak, tapi kata Azam ini hanya karena dia bangga sudah bimbing kamu. Ibu juga minta maaf karena kemarin nggak bisa full bimbing kamu. Dan ibu juga tau ini isinya apa jadi ibu rasa nggak papa" Asiy menerima kresek hitam yang disodorkan bu Eka. Ada rasa yang sulit didefinisikan yang hinggap di dadanya.

"Nggak papa bu, justru saya berterima kasih karena ibu sudah support saya" ucap Asiy tulus.

"Itu sudah kewajiban ibu. Ya sudah, ibu balik dulu ya, Siy"

"Ya bu, sekali lagi terimakasih" Bu Eka mengangguk lalu pergi setelah mengucap salam. Asiy menjawab salam lirih.

"Apaan, Siy?" Tanya Bina saat Asiy sudah berjalan bersama mereka dengan kresek hitam di tangannya.

"Nggak tau juga"

"Dari siapa?" Asiy bingjng mau menjawab apa.

"Ya dipikir aja kalau bu Eka yang ngasih dari siapa lagi? Aku?" Aqila memutar bola matanya malas.

"Makasih deh Qil, karena kamu udh jawab walaupun salah tapi aku nggak jadi bohong" batin Asiy bersyukur.

Entahlah, tapi Asiy belum ingin menceritakan ini walau pada mereka yang notabenya sahabatnya. Mungkin karena masih ada mbak Mela yang bisa saja tau. Tapi juga karema Asiy ingin mencintai dalam diam seperti Fatimah pada Ali. Hanya dirinya dan Allah yang tau, bahkan setanpun tak tau. Asiy ingin mencintai dan menyebut namanya hanya dalam sujudnya. dalam bait bait rindu yang tertuang dalam doanya.

Sampai di kamar, Asiy langsung membuka kresek itu. Terlihat kotak yang dibungkus dengan plastik berwarna hitam, terlihat seperti paket lengkap dengan nama dan kelasnya.

"Kaya bukan tulisan bu Eka. Lagian ngapain bu Eka ngasih nama kayak gini segala?" Celetuk Fina dan membuat yang lain berpikir.

"Iya ya. Tulisan bu Eka kalau di whiteboard nggak kayak gitu" ucap Bina mengamini.

"Udahlah. Kita nulis pakek polpen sama pakek spidol kan emang beda. Mungkin bu Eka pengen hadiahnya keliatan spesial" Aqila menjawab. Memilih tidak mempermasalahkan hal itu agar hadiah itu cepat dibuka. Lagi lagi Asiy bersyukur karena jawaban Aqila membantunya agar tidak berbohong. Entah sengaja atau tidak pokoknya Asiy berterima kasih.

"Nggak ada yang lagi disembunyiin kan?" Tanya Fina curiga, matanya terlihat menyelidik.

"Apaan sembunyi sembunyian? Emang lagi petak umpet?" Aqila menggerutu. Tak sadar kalau jawaban nya lagi lagi menyelamatkan Asiy dari kebohongan.

"Terserah deh. Cepet dibuka, Siy" Fina memilih tidak mempermasalahkan. Menyodorkan barang ditangannya pada Asiy agar dibuka.

"Bismillah enggak kodok" rapal Asiy yang langsung mendapat toyoran dari Bina, benar benar tidak sopan.

"Kenapa noyor, Bin?"

"Ya dipikur aja. Mana mungkin bu Eka ngasih hadiah kodok dibungkus paket gitu?"

"Nothing is impossible"

"Udahlah cepetan dibuka. Keponya udah ngalahin dora ini" Potong Asiy cepat sebelum Bina kembali bersuara. Asiy mengangguk dan lekas membuka dengan hati hati.

Ternyata isinya buku, dengan sampul tebal berwarna biru denim. Bina langsung mengambil buku itu, penasaran.

Saat semua perhatian teralihkan, Asiy melihat sepotong kertas yang dibentuk kotak, Asiy langsung menyembunyikannya di saku rok nya, beruntung tidak ada yang melihat.

"Kok bukunya kosong?" Bina kembali membuka buku itu, memang kosong. Hanya berisi baris baris yang berwarna sama dengan sampulnya. Tidak ada yang istimewa, hanya buku tulis yang bagus.

"Maksudnya apa sih? Masa cuma nuku kosong?" Tanya Aqila lebih pada dirinya sendiri karena yang lain pun tak bisa menjawab.

"Aku juga nggak tau" Asiy mengambil buku itu dari tangan Bina dan menaruhnya di dalam loker. Ketiga temannya mengendikkan bahunya, tak paham dan malas memikirkan.

/╲/\╭(•‿•)╮/\╱\

don't be silent readers please

support me, okey?

love you in my prostrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang