Sejak tahu itu, gue jadi merasa bersalah sama Asiy terutama sama lo yang gak tau apa-apa. Gue denger kabar Asiy udah 3 hari nggak sadar, itu bikin rasa bersalah gue semakin menjadi-jadi. Gue tadi sengaja mancing lo, biar lu nyalurin emosi yang mungkin lo tahan udah lama sama gue. Gue minta maaf "Arkan menyelesaikan ceritanya tanpa dipotong sekalipun oleh Azam.
Azam menghela nafas, iya tak tahu harus bagaimana merespon cerita Arkan. Ia hanya diam memandang ke depan pada tubuh Asiy yang masih enggan bergerak dan membuka mata. Ini bukan sepenuhnya salah Arkan. Ia juga korban dari ketidaktahuan dan harapan yang ia buat sendiri. Azam juga salah karena tidak mau mendengarkan penjelasan Asiy. Namun Asiy juga tak sepenuhnya benar karena ia tak menceritakan semua ini sejak awal, meskipun alasannya untuk menjaga hati Azam.
Arkan mengusap bibirnya yang terasa amat perih digunakan untuk berbicara sangat-sangat panjang.
"Gue minta maaf" ucap Arkan sekali lagi karena belum dijawab.
"Bukan sepenuhnya salah kamu" jawab Azam yang sudah menstabilkan emosinya.
"Makasih juga Karena lu udah nonjok gue bikin rasa bersalah gue sedikit berkurang" Azam hanya mengangguk merasa tak perlu menjawab. mereka saling diam, hening tercipta ruang serba putih ini.
"Saya juga minta maaf karena seolah saya merebut Asiy dari kamu" ucap Azam setelah beberapa menit saling diam.
"Oke gue rasa semua udah fine, gue balik ini udah malam, assalamualaikum" Arkan berdiri dan keluar meninggalkan Azam yang menjawab salam dengan suara lirih.
Azan berjalan ke arah istrinya merebahkan tubuhnya selama 3 hari ini tidak tidur. Pikirannya tak pernah tenang, memeluk Asiy, mencium keningnya dan mengelus perutnya sambil meminta maaf berkali-kali.
Setelah berdoa rasa kantuk yang beberapa hari tak hingga menghampirinya. Entah di menit keberapa dia terlelap mungkin karena hatinya sudah tenang tubuhnya bisa tertidur.
(´∩。• ᵕ •。∩')
"Mas, Mas Azam bangun" Asiy menggoyangkan lengan Azam yang setia memeluknya, bukannya bangun Azam malah menelusukan kepalanya di ceruk leher Asiy.
"Mas Azzam bangun" Asiy kembali menggoyangkan lengan Azam. Azam sedikit menggeliat "Mas Azam bangun, ih" Azam yang menyadari bahwa ada suara wanita yang sangat dirindukannya langsung terduduk, Asiy tersenyum.
"Kamu udah bangun?" Tanya Azam, Asiy tersenyum. Mata Azam bahkan masih setengah terbuka, maklum dia sudah tiga hari tidak tidur.
"Iya" demi mendengar suara yang begitu nyata itu Azam memeluk tubuh Asiy sangat erat.
"Maafin Mas, Asiy, maafin mas" ucap Azam, tanpa diminta air matanya turun, sungguh sangat bahagia?
"Emang Mas Azam ngapain? Kan nggak ada yang salah" ucap Asiy bijak membuat Azam semakin mengeratkan pelukannya.
"Jangan pergi lagi, jangan sakit lagi, jangan tidur terlalu panjang"
"Iya, sekarang tahajud yuk udah jam 3" ajak Asiy. Azam mengangguk semangat. Ia rindu berdoa pada sang Khalik dengan istri yang mengamini di belakangnya. Tapi kali ini ia tak akan meminta, ia akan berterima kasih pada Allah karena telah mengabulkan doanya.
(´∩。• ᵕ •。∩')
"Kamu tidur lama banget" Azam menghadap Asiy setelah mereka selesai salat subuh. Umi memang meninggalkan mukena di sini agar kalau ada yang menjenguk tak perlu susah-susah ke mushola rumah sakit karena jangan jaraknya yang sedikit jauh.
"Capek aku Mas" jawab pasti seadanya sambil melipat mukena "Mas udah tahu semuanya ya?" Azam mengganggu "emang aku tidur berapa hari?"
"3 hari, kamu bangun setelah aku tahu semuanya"
"Mungkin Allah membuat seperti ini biar setelah aku bangun nggak perlu susah-susah jelasin. Mas kalau dijelasin suka motong-motong sih" Asiy cemberut.
"Iya maaf" Azam kembali memeluk Asiy. Asiy membalasnya menyalurkan rasa rindunya juga karena sebelum kecelakaan itu terjadi Azam sudah mengabaikannya. Padahal rasanya ingin sekali Asiy masuk pada pelukan suaminya ini.
(´∩。• ᵕ •。∩')
"Aku mau diajak ke mana sih Mas? Ibu dokternya kan udah bilang kalau aku boleh pulang" tanya Asiy, karena setelah berberes perlengkapan, Azam segera mengajaknya keluar, tapi ini bukan koridor jalan keluar.
"Diam dulu" Azam masih menarik tangannya hingga berhenti di sebuah ruangan dengan tulisan 'kandungan' terpampang jelas di samping pintu.
"Kok ke sini Mas? Mas mau nemuin siapa?" Asiy masih bertanya-tanya, Azam diam saja mengetuk pintu. Dokter Angeline tampak saat pintu dibuka, rupanya Azam sudah membuat janji dengannya.
Dokter Angeline yang masih muda itu tersenyum membuat wajah ayunya semakin cantik. Azam dan Asiy masuk setelah dipersilahkan.
Asiy berbaring di atas brankar saat dokter Angeline memberikan instruksi. Walau bertanya-tanya, Asiy tetap mengangkat bluesnya untuk memperlihatkan perutnya. Saat cairan dingin itu mengenai kulit perut Asiy, Asiy sedikit merasa berdebar, ia mulai paham, tapi apakah benar?
Saat layar komputer menunjukkan isi perutnya, perasaan haru merebak dalam hatinya. Asiyah menatap Azam yang tersenyum bertanya tentang semua ini lewat tatapan matanya. Azam hanya mengangguk sambil tetap mempertahankan senyumnya.
"Kalau dilihat dari ukurannya sepertinya sudah 7 minggu"
Asiyah menangis mendengar kalimat yang diucapkan dokter Angeline. Dia sudah paham apa yang terjadi, tapi kenapa ia tak mengalami tanda-tanda kehamilan?
"Mas Aku serius hamil?" tanya Asiy sambil beranjak duduk. Azam mendekat, memeluk tubuh itu. Asiyah menangis di dada Azam, sungguh dia sangat bahagia dan tak henti-hentinya mengucap syukur pada sang pengatur skenario.
"Kok saya tidak mengalami tanda kehamilan seperti yang sering terjadi Bu? saya hanya ingat kalau memang saya sudah lama tidak menstruasi" tanya Asiy setelah menyelesaikan tangisnya.
"Mungkin Allah memang memberikan kita surprise setelah ujian yang kita lalui ini. Semua mungkin saja terjadi atas kuasa Allah" itu bukan jawaban dari dokter cantik, itu suara itu dari laki-laki di sampingnya, suaminya. Tempat dia akan mengabdikan dirinya dengan melakukan perasaannya.
(´∩。• ᵕ •。∩')
Oke guys cerita ini udah tamat sampai di sini sportnya jangan lupa ya makasih
![](https://img.wattpad.com/cover/293726623-288-k781682.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
love you in my prostration
RomancePLAGIAT DILARANG MENDEKAT, PLEASE!!!! ayahku memberi ku nama Asiyah agar aku bisa setangguh Asiyah sang mawar gurun pasir. Namun ayahku tak ingin aku menikah dengan lelaki seperti Fir'aun, ayahku ingin aku menikah dengan lelaki sebaik Ali. Sesuci ci...