part 35

61 5 0
                                    

"Istri Anda sehat pak, begitu juga bayinya. Meskipun keduanya sangat lemah karena istri bapak juga mengalami pendarahan di kepalanya. Walau tidak begitu dalam tapi lukanya perlu dijahit" dokter itu menerangkan begitu keluar dari ruangan.

"Bayi?" Beo Azam lebih pada dirinya sendiri "sejak kapan?" Tanya Azam lagi pada dokter itu.

"Jadi Anda belum tahu? Mungkin mengejutkan tapi sudah berusia sekitar 2 bulan. Apa istri anda tidak mengalami tanda-tanda kehamilan?" Dokter itu balik bertanya. Azam hanya menggeleng bagaimana mungkin ia tidak menyadari kehadiran anaknya sendiri?

"Mungkin anda bisa membawanya ke dokter kandungan setelah dia sadar" Azam kembali mengangguk.

"Berapa lama istri saya akan sadar?"

"Mungkin bisa nanti malam saat biusnya sudah habis"

"Terima kasih dokter" dokter itu mengangguk.

"Saya permisi dulu" Azam balas mengangguk. Azam berjalan masuk ke ruangan Asiy. Umi dan Abah masih salat di mushola rumah sakit. Sedangkan keluarga Asiy belum ia kasih tahu. Azam tidak mau membuat mereka khawatir, karena Asiy juga paling tidak bisa membuat keluarganya khawatir.

"Assalamualaikum" Azam masuk ke ruangan serba putih dengan obat sebagai pewangi ruangannya. Tidak ada yang menjawab salamnya karena istri yang beberapa hari tidak ia pedulikan itu sedang terbaring tak sadarkan diri di atas brankar rumah sakit. Hatinya terenyuh, sedikit merasa bersalah. Sedikit karena hatinya sedang dikuasai setan dan menaruh rasa kesal, mungkin.

"Maaf" Azam mengelus kepala Asiy yang sudah terbalut jilbab kembali. Menunduk untuk mencium kening wanita itu beberapa detik. Azam menoleh saat pintu ruangan dibuka, nampak dua sosok sepasang suami istri yang sudah terlihat berkeriput menandakan usia yang tidak mudah lagi. Umi masuk sementara Abah kembali karena ruangan ini hanya bisa dimasuki dua orang sebagai penjenguk.

"Kamu pulang dulu aja, mandi sama bawa pakaian Asiy ke sini" saran Umi.

"Tidak Umi. Azam pengen di sini aja, nungguin Asiy bangun"

"Kalau dibilangin orang tua nggak boleh ngeyel. Asiyah biusnya sampai kapan?"

"Nanti malam Umi"

"Tuh kan masih nanti malam, pulang dulu biar nanti gantian. Pondok enggak ada yang urus, kamu pengen ada waktu Asiy buka mata kan?" Azam mengangguk, ucapan Umi semuanya benar "Nadia juga sendirian di rumah, nanti aja ke sini aja nggak apa-apa"

"ya udah Umi. Azam pulang dulu kalau, ada apa-apa telepon ya, Assalamualaikum Umi"

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" Azam menyalimi Umi lalu keluar ruangan, menghampiri Abah dan pamit padanya, setelah berbincang sedikit Azam mengambil tangan Abah untuk disalimi dan pulang.

(´∩。• ᵕ •。∩')

Jam sudah menunjukkan pukul 11.30 kata dokter padahal seharusnya Asiy bangun sekitar jam 10.00. tapi hingga detik ini belum ada tanda-tanda Asiy akan membuka mata membiarkan Azam yang gelisah karena keadaannya. Sendiri di ruangan ini belum bisa menutup mata dan terlelap bersama istrinya.

Nadia tidak jadi ikut, besok ia harus sekolah. Umi yang baru ingat juga tidak memperbolehkannya. Asiy sudah dipindahkan ke ruang rawat inap karena meskipun belum sadar kondisi Asiy sudah stabil.

Belum ada yang menjenguk Asiy karena Azam memang tidak memberitahu siapapun termasuk keluarga Asiy. 2 teman Asiy dan dua temannya walau sudah tahu juga berhalangan, hingga benar-benar tidak ada yang menjenguk. Ata dan Rendy sudah pasti sibuk. Leana pulang karena ada urusan di rumah dan Agam terpaksa mengurus perusahaan mereka sendirian karena dua temannya tidak hadir.

"Asiyah" lirih Azam. Matanya mengeluarkan air mata. Perasaan bersalah semakin menggerogoti hatinya membuatnya semakin gelisah.

Azam berdiri dan melangkah mendekati brankar Asiy. Menyentuh wajahnya dan mencium keningnya lama. Hanya itu yang sedari tadi ia lakukan, lalu akan kembali duduk di sofa yang tersedia sambil berzikir bersholawat dan berdoa kepada sang maha pemberi penyakit dan penawar untuk kesembuhan Asiy.

Tapi kali ini Azam sedikit menggeser tubuh Asiy yang memang sedikit berat. Setelah sedikit longgar Azam menaikkan tubuhnya, ikut berbaring di samping istrinya yang tidak sadarkan diri. Memeluk tubuh itu dari arah berlawanan dengan infus.

Mengelus perut yang masih rata itu dengan perasaan berdesir ini, sudah ketiga kalinya Azam mengelus perut Asiy sejak kabar kehamilan sampai padanya. Dan setiap kali ia mengelus perut itu ada rasa haru, bahagia, dan bersalah yang hinggap di hatinya.

Haru karena Allah sudah mempercayakan amanah pada ia dan istrinya ini bahagia karena sebentar lagi akan menjadi ayah, dan bersalah karena selama 2 bulan ini ia tidak menyadari kehadirannya.

"Asiyah bangun! Aku akan mendengarkan segala penjelasan darimu, sungguh maafkan Aku" Azam semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh yang sama sekali tidak merespon itu.

Jam sudah menunjukkan pukul 2.00 dan Azam masih setia memandang wajah ayu Asiy seolah tiada bosannya. Tapi Asiy memutuskan bangun menuruni brankar dan membenahi selimut Asiy. Mengambil air yang masih dingin untuk wudhu dan salat malam, menyerahkan semua pada Allah dan meminta ampun karena sudah menyakiti hati seseorang yang seharusnya ia bahagiakan hingga berakhir seperti ini.

Azan menghapus air mata yang menetes tanpa ia sadari. Mencukupkan pintanya lalu mengambil ponsel dan membaca lantunan ayat Alquran. Ia berharap Asiy yang sangat suka bacaan Alquran ini dapat terbangun karenanya. Namun nyatanya tidak, Allah belum menghendaki Asiy terbangun. membuat Azam semakin merasa gelisah. takut. dan bersalah. Beberapa kali kata Anda terlihat di pikirannya namun segera ia tepis ini cobaan dari Allah dan Allah masih menyayanginya.

(´∩。• ᵕ •。∩')

Mata Azam merasa pedih karena tidak tidur semalaman. Tapi rasa kantuk enggan menghampirinya hingga Azam sama sekali belum tidur. Dengan langkah gontai Azam membuka pintu yang diketuk di luar. Begitu pintu terbuka muncul sosok wanita yang beberapa kali bertemu dengannya. Leana yang datang dengan kresek berisi buah buahan di tangannya.

"Assalamualaikum, kak mau jenguk Asiy" Leana menunduk. Ia jadi sedikit takut pada Azam karena ia melihat langsung pertengkaran mereka di parkiran. Leana diam-diam mengikuti mereka, namun sebelum tubuh Asiy terpental, Leana sudah pulang, ibunya datang dari Jogja dan Leana tahu kabar kecelakaan ini dari Agam.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Asiy belum bangun sejak kemarin" jawab Azam seadanya, Leana kaget.

"Kalau gitu aku pulang aja kak. Kabarin ya kalau Asiy sudah siuman, ini kak" Leana menyerahkan kresek di tangannya dan langsung pergi saat Azam menerimanya. Bukannya tidak mau menunggu Asiy, tapi karena Asiy belum sadar jadi untuk apa? Kalau Leana masuk, malah jadinya berduaan dengan Azam di dalam dan itu tentu tidak baik. Daripada ada fitnah mending Liana pulang.

Azam kembali menutup pintu. Matanya menatap fokus pada objek di atas brankar rumah sakit, sosok wanita yang sudah lama ia kagumi dan akhirnya ia gapai.

"Bangun Siy, ada yang mau jenguk kamu, ada yang nungguin kamu. Aku juga pengen kita cek kandungan kamu bareng-bareng" Azam berbicara pada tubuh yang masih terbaring lemah itu. Azam menjauh meletakkan tubuhnya pada sofa panjang setelah menaruh kresek di atas nakas. Tubuhnya sangat lelah dengan mata yang tak kunjung mengantuk ini.

love you in my prostrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang