1.4

70 9 0
                                    

Jungkook

Harus kuakui, Kim Yeri cukup bijaksana dalam menghabiskan uangnya.

Aku kira dulu dia anak yang doyan belanja barang-barang mahal dan foya-foya, makanya dia suka mencuri dari orang-orang kaya dan mengumpulkan banyak sekali uang tabungan di brankasnya. Nggak tahunya, uang yang dia kumpulkan itu dia sisihkan sebagian untuk anak-anak panti asuhan di pinggiran kota yang aku sendiri sama sekali nggak pernah tahu keberadaannya.

Aku tahu kedatangan Yeri denganku dan dua tas besar berisi mainan ini membuat anak-anak panti asuhan kegirangan bukan main, dan jujur saja, aku cukup terharu saat ini. Meskipun tanganku pegal karena kami sama sekali nggak bawa kendaraan dan aku harus memegangi tas-tas berat ini sepanjang jalan di dalam bus, dan sekalipun Yeri agak rese karena menyuruh-nyuruhku terus, rasa kesal itu hilang ketika aku melihat senyuman di wajah anak-anak panti yang tulus ini.

Ya tuhan. Aku mungkin si jenius teknologi Jeon Jungkook yang misterius dan cool, tapi kalau sudah disodorkan anak-anak begini sih aku luluh juga.

"Kak Jungkook! Tolong bukakan snack ini untukku!" seru seorang anak laki-laki, usianya mungkin sekitar empat tahun, berbicaranya pun masih belum jelas betul. Tapi karena dia kelihatan lucu dan lugu sekali ketika meminta bantuanku, mau nggak mau aku yang sedang sibuk membagikan mainan kepada anak-anak panti yang lain membantunya.

"Boleh dong!" seruku, berjongkok untuk membuat tinggi badanku dan si anak sejajar.

"Kak Jungkook, aku juga mau!"

"Aku juga aku juga!"

"Kak Jungkook pacarnya Kak Yeri ya? Kakak ganteng deh!" celetukan aneh yang satu itu membuatku tersedak ludahku sendiri. Sialnya, ketika aku lagi terbatuk-batuk canggung begitu, anak-anak ini malah tertawa melihatku.

Aku melirik Yeri sekilas untuk melihat reaksinya. Yeri terlihat tersenyum, tapi kurasa dia nggak benar-benar memperhatikan aku dan anak-anak yang lain karena perhatiannya terpusat pada Hyunji, anak yang sedang berulang tahun hari ini. Ada seorang perempuan tua di dekat mereka, mengobrol dengan suara yang pelan, dan aku menduga bahwa perempuan itu adalah pengurus panti ini.

Aneh.

Sebagai seorang anak yang sedang berulang tahun hari ini, Hyunji tampak agak murung. Dia memang sempat tersenyum ketika kami datang dan ketika ia meniup lilin kue ulang tahunnya, tapi aku masih bisa melihat raut kesedihan di wajahnya.

Apa ya kira-kira yang membuatnya sedih?

Aku nggak sempat menghampiri Yeri dan berbasa-basi dengan si anak yang sedang berulang tahun hari ini karena sudah keburu sibuk melayani anak-anak panti lainnya yang tampaknya terpesona oleh ketampananku. Kayaknya aku menghabiskan waktu satu jam penuh bermain-main bersama mereka—kami main kejar-kejaran, aku menunjukkan mereka trik-trik sulap sederhana menggunakan kartu dan balon yang pernah kupelajari di YouTube, beberapa di antara anak-anak itu bahkan memintaku untuk bermain petak umpet, tapi sayangnya karena energiku sudah terkuras habis dan badanku rasanya mulai sakit aku perlu menolak ajakan mereka.

Rasanya cukup bersalah juga sih, sudah membuat anak-anak manis ini kecewa karena aku nggak bisa menemani mereka main lebih lama. Tapi beberapa dari mereka tampaknya sudah mengantuk—aku perhatikan ada satu atau dua anak yang digendong pengasuh panti lainnya untuk tidur siang di kamar mereka masing-masing.

Kelihatannya Yeri juga sudah selesai bercengkrama dengan Hyunji dan si perempuan tua yang merupakan pengurus panti, jadi setelah beramah-tamah sebentar, kami akhirnya pamit untuk pulang.

Aku mengecek jam tanganku kemudian agak mengerutkan dahi ketika melihat jam sudah pukul tiga sore tepat. Rupanya sudah cukup lama juga aku dan Yeri menghabiskan waktu di panti asuhan, dan aku baru sadar bahwa aku belum makan siang sama sekali ketika perutku mulai berbunyi.

"Cari makan dulu yuk! Aku lagi pengen ayam, nih! Kamu yang traktir ya Yeri!" aku menepuk pundak Yeri pelan ketika kami sedang berjalan menyusuri trotoar.

Biasanya Yeri selalu menghindar dan memberikan pukulan lengkap dengan tatapan mata sinis ketika aku sedang menggodanya seperti saat ini. Tapi anehnya, kali ini dia tampak sama sekali nggak terusik dengan tingkahku.

"Heh! Jangan kebiasaan bengong sambil jalan begitu dong! Nanti kalau kamu kesambet gimana?!" seruku, ketika aku menyadari bahwa Yeri terlihat sedang melamun sambil berjalan.

"Jungkook." suaranya terdengar marah menanggapi ocehanku, tapi bukan dalam intonasi yang cukup keras. Ketika dia mengangkat wajahnya, aku bisa melihat sedikit air mata di pelupuk mata Yeri.

Duh, gawat! Masa aku bikin dia nangis gara-gara minta traktir makan sih?

"Eh, kenapa kamu? Kok nangis? Apa gara-gara aku?!" tanyaku, kali ini sambil merogoh-rogoh saku celana dan jaketku mencari sapu tangan yang biasanya selalu aku bawa.

"Nggak." jawab Yeri cepat, dan aku ikut menghentikan langkahku ketika ia berhenti berjalan.

"Kenapa Yer? Kalau aku ada salah, aku minta maaf deh!" ulangku lagi, tapi Yeri malah menggelengkan kepalanya kemudian menyeka air mata di pipinya pelan.

Aneh. Aku merasa panik dan ikut sedih melihat Yeri menangis. Padahal biasanya dia cewek aneh yang menyebalkan, tapi kenapa sekarang dia kelihatan sangat rapuh dan lembut begini?

Ada banyak banget keanehan hari ini.

"Bukan." Yeri menjawab pertanyaanku lagi, kemudian dia menarik napasnya dalam-dalam. "Kayaknya, aku perlu minta bantuan kalian semua."

"Ada apa sih, emangnya?"

"Itu...." Yeri tampak sedikit bergetar ketika ingin melanjutkan kalimatnya, dan dengan refleks aku memegangi pundaknya.

"Ada yang mau merobohkan panti asuhan minggu depan."

LEVERAGE [Book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang