2.2

79 11 0
                                    

Joohyun

Rasanya kayak de javu.

Beberapa minggu lalu, aku dan Seokjin datang ke markas dan mendapati Jungkook yang lagi menangis histeris gara-gara uangnya hilang. Sekarang, aku dan Seokjin pulang ke markas dan mendapati Yeri sedang menangis sesegukan.

Bedanya, kali ini aku bisa merasakan kesedihan yang teramat sangat dari anggota termuda kami, yang biasanya kelihatan sangat ceria dan penuh semangat itu.

"Ada apa?' tanya Seokjin, sementara aku bergegas menggantikan posisi Jungkook dan memeluk Yeri. Tangisannya kembali memuncak ketika aku memeluknya, membuat hatiku rasanya ngilu melihatnya begini.

"Itu... tadi kami ke panti asuhan." jawab Jungkook, nadanya terdengar ragu-ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Namjoon, yang duduk di seberang kami dengan wajah serius, menatap Jungkook kemudian menganggukkan kepalanya.

"Terus kami dapat kabar buruk. Panti asuhan itu... Akan diratakan dengan tanah minggu depan."

Seokjin memelototi Jungkook, dan bukan karena dia marah atas jawaban yang dia dengar. Sebaliknya, aku tahu Seokjin juga sama terkejutnya dengan aku.

"Maksudnya? Lalu anak-anak yang tinggal di sana gimana?" tanyaku, sementara Yeri masih sesegukan di pelukanku.

Ada keheningan yang menyelimuti kami ketika tidak ada satupun yang menjawab pertanyaanku. Dan aku tahu, itu artinya, nasib anak-anak panti yang tinggal di panti asuhan itu terancam.

"Menurutku, ini kasus manipulasi finansial." Namjoon akhirnya buka suara, membuat Seokjin langsung memusatkan perhatiannya pada si mantan bodyguard.

"Dari ceritanya Yeri, panti asuhan itu akan dirobohkan karena sudah terlalu tua. Yayasan yang menaunginya sebentar lagi collaps, dan kurasa mereka bakal memberikan apapun untuk menutupi ganti rugi yang mereka alami. Sialnya, Yayasan tolol itu malah menekan kontrak dengan sebuah perusahaan kontraktor licik yang mau menggunakan lahan itu untuk kepentingan mereka, entah buat ngebangun jalan atau apalah. Si yayasan dapat uang yang mereka mau, si kontraktor dapat lahan yang strategis. Korbannya anak-anak panti, yang sampai detik ini nggak tahu bakal dipindahkan ke mana karena si yang punya yayasan brengsek ini denger-denger malah beli penthouse dan yacht buat liburan."

"Astaga, dasar setan jahanam keparat." desisku.

"Kamu tahu tentang ini dari siapa?" tanya Seokjin, dan pertanyaan ini sebenarnya ditujukkan untuk Yeri yang sampai detik ini masih berusaha mengatur napasnya.

Setelah menarik napas sebanyak dua kali, Yeri menjawab pertanyaan Seokjin dengan suara parau.

"Miss Kim, pengasuh panti yang cerita kepadaku. Aku... aku nggak bisa biarin mereka kehilangan rumah mereka begitu aja, Seokjin oppa. Maksudku... nggak punya orang tua saja sudah cukup menyedihkan bagi mereka, masa mereka harus kehilangan rumah juga?"

Yeri kembali terisak setelah menyelesaikan kalimatnya, dan kalau aku lengah sedikit saja aku bisa ikut-ikutan menangis juga.

Ya tuhan. Kenapa harus anak-anak malang itu yang jadi korbannya?

Kenapa?

"Kita harus melakukan sesuatu." kataku, berusaha keras menahan tangisku yang rasanya bisa pecah kapan saja.

Aku berharap akan melihat sorot mata 'ayo-kita-hajar-bajingan-brengsek-yang-serakah-dan-korup-ini' seperti yang biasanya Seokjin berikan ketika kami mendapat satu buah kasus baru. Tapi anehnya, Seokjin malah terlihat ragu-ragu.

*

Malam ini, suasana markas cenderung lebih lengang daripada biasanya.

Yeri tidur lebih awal, aku rasa dia terlalu capek setelah menghabiskan tenaga untuk menangis hari ini. Namjoon tampaknya masih bangun di kamarnya, dan aku bisa mendengar sesekali ada suara sandsack dipukul, tanda bahwa dia mungkin sedang menyalurkan emosinya dengan memukul-mukul karung pasir itu. 

LEVERAGE [Book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang