2.4

64 6 2
                                    

Jungkook

Kalian pernah nggak sih terjebak di situasi canggung?

Aku sih biasanya cuek sama situasi apapun yang ada di sekitarku—toh, kalau itu nggak merugikan buatku, aku nggak akan peduli. Tapi situasi canggung yang ada di antara Seokjin dan Joohyun noona ini sudah kebangetan, dan aku rasanya pengen menggaruk-garuk wajahku sendiri saking canggungnya.

Gimana nggak? Sejak kami briefing pagi ini, baik Seokjin dan Joohyun noona sama sekali nggak bertegur sapa. Mereka yang biasanya selalu terlihat lovey-dovey dan lengket kayak perangko dikasih lem kayu itu sekarang terlihat seperti musuh bebuyutan yang sudah beribu-ribu tahun nggak saling berbicara—mirip Obi Wan Kenobi sama Anakin Skywalker alias Darth Vader, lah. Saat Seokjin menunjuk Joohyun noona untuk mengambil peran besar dalam misi kali ini pun, dia sama sekali nggak menanggapi secara langsung perkataan Seokjin dan malah langsung mengajak si tukang pukul Namjoon untuk siap-siap 'didandani'.

Aku tahu Seokjin kelihatan sedih—mungkin sebagian dari dirinya juga marah melihat tingkah Joohyun noona, tapi bagusnya leader kami ini, dia tetap bersikap profesional dan menjelaskan tujuan misi kami kali ini sedetail mungkin.

Menyelamatkan panti asuhan, menipu kontraktor yang berniat untuk menggusur tempat itu, kemudian membongkar semua kebusukan mereka kepada publik sambil meraup seluruh kekayaan mereka.

Skenario yang simple, sebenarnya. Kalau kamu sejago aku, kamu bisa menemukan berbagai macam kontrak janggal yang perusahaan kontraktor itu lakukan sepanjang karir bisnis mereka. Sebelum Seokjin mengatakan bahwa kami jadi mengambil kasusnya Yeri pun, aku sudah iseng-iseng mencari tahu soal asal muasal tempat di mana panti asuhan itu sekarang berdiri, siapa orang yang bertanggung jawab di balik yayasan panti asuhan, serta kontraktor mana yang mau merobohkan tempat itu.

Singkatnya, mungkin hanya perlu waktu tiga hari bagi kami untuk menyelesaikan misi ini berkat kemampuan risetku yang canggih.

"Jangan besar kepala dulu, kita baru mencelupkan jari kaki ke kolam ini." perkataan sok bijak dari Namjoon membuat konsentrasiku buyar. Sial, emangnya wajahku kelihatan sedang menyombongkan diri banget ya?

"Kita perlu tahu dulu apakah airnya dingin atau panas sebelum benar-benar menceburkan badan sampai benar-benar basah." lanjutnya, kali ini sambil merapikan dasinya. Pada misi kali ini, hanya Seokjin, Namjoon, dan Joohyun Noona saja yang kebagian berperan penting. Yeri nggak mungkin menyamar karena sebagian besar penghuni panti asuhan dan pengasuhnya sudah mengenal wajahnya, dan karena aku sudah kagok ikut dengannya kemarin, wajahku mungkin mudah dikenali juga.

Sekalipun make-up penyamaran Joohyun noona bagus, Seokjin nggak mau ambil resiko. Makanya sekarang aku terpaksa duduk memfosil di van kami bersama si Rambo ini sementara Seokjin sedang beraksi.

"Kamu bisa milih analogi yang lebih masuk akal selain 'menceburkan badan sampai benar-benar basah' nggak?" dengusku, menanggapi perkataan Namjoon tanpa meliriknya sama sekali.

Namjoon hanya tertawa meremehkanku, matanya tertuju pada dua layar besar di hadapan kami.

"Ini namanya kemampuan dialektika, Jeon Jungkook. Sastra. Makanya, banyak-banyak baca buku."

Cih. Dia pikir ilmu dan kemampuan teknologiku yang super keren ini dapat dari mana? Kitab sucinya Sun Go Kong, kah?

Karena aku malas berdebat dan menanggapi perkataan narsis dari Namjoon, aku memilih untuk mengacuhkannya kemudian mengalihkan perhatianku kepada layar laptopku. Sejauh ini, aku sudah memegang nama-nama petinggi yayasan dan perusahaan kontraktor yang menjadi target kami. Kalau Seokjin berhasil dengan aksinya saat ini, aku bisa dapat akses ke ponsel petinggi yayasan dengan mudah—dan siapa tahu, aku juga bisa mengakses data bisnis kotor mereka?

"Omong-omong, kamu ngerasa ada yang aneh sama Seokjin dan Joohyun nggak?"

Mau nggak mau, pertanyaan Namjoon itu membuatku kembali menatapnya.

"Mereka lagi ribut, ya?" aku balik bertanya.

Namjoon mengangkat kedua bahunya.

"Kelihatannya begitu. Kira-kira ribut kenapa ya?" Namjoon menatap menerawang ke langit-langit van, keningnya bertaut.

Aku menelan ludahku, berusaha untuk tidak langsung menjawab pertanyaan Namjoon padahal jawabannya sudah tertahan di tenggorokanku.

Selain flashdisk mini yang Seokjin minta bukakan kepadaku tempo hari, bos kami itu juga meminta tolong kepadaku untuk mencari informasi tentang siapapun pejabat atau pengusaha yang memiliki ikatan atau pernah bekerja sama dengan kepolisian. Tentunya itu bukan nama yang sedikit yang bakal aku temukan, jadi sejak pagi-pagi buta aku mulai mengerjakan permintaannya itu dan menemukan setidaknya sepuluh nama pejabat yang patut kami curigai.

Dan sesuai dugaan, beberapa di antara mereka juga tampaknya terlibat dengan organisasi. Kelompok hantu yang kami kejar-kejar sejak dulu sekali.

Aku tahu banget Seokjin berambisi besar untuk menghancurkan si organisasi ini, jadi mungkin setelah kasusnya Jaehyun dan setelah dia mendapatkan flashdisk mini dari si komisaris polisi temannya itu, ia jadi semakin berambisi dan berhati-hati. Paranoid, mungkin. Makanya, dia nggak langsung menyambut kasusnya Yeri begitu saja karena ada banyak sekali pertimbangan yang sedang dia pikirkan.

Di sisi lain, Joohyun noona langsung menyambut kasusnya Yeri dengan penuh semangat menggebu-gebu, dan ia mungkin merasa kecewa dengan reaksi Seokjin.

Atau mungkin ada masalah lain yang terjadi di antara mereka? Aku juga nggak tahu pasti. Sudah kubilang, aku nggak mau menambah kecanggungan di antara kedua orang itu, jadi lebih baik aku tidak banyak ikut campur sebelum mereka sendiri yang bercerita.

"Kalau mau ngomongin orang, pastiin dulu microphone kalian mati."

Suara Seokjin yang tiba-tiba terdengar di kupingku membuat kakiku lemas selama beberapa saat.

Sialan, aku lupa kalau kami masih tersambung di earpiece!

Namjoon tampak sama terkejutnya denganku, karena saat ini, matanya tengah melotot dan seolah-olah bisa keluar kapan saja dari rongganya.

"Sori, bos." sahutku cepat, kini berpura-pura sibuk dengan laptopku sementara Namjoon mengipas-ngipaskan dirinya sendiri menggunakan kertas. "Gimana? Sesuai rencana nggak?"

"Untungnya, yayasan ini cukup terbuka soal kontrak yang mereka bikin." Seokjin terdengar sedikit tersengal-sengal, dan lewat kamera pengintai kecil yang terpasang di dasinya, aku bisa melihatnya tengah berjalan keluar dari kantor yayasan panti asuhan yang terletak tepat di belakang bangunan panti asuhan.

"Nomor palsu yang kamu kasih sudah tersimpan di ponsel si Pak Kim, bos yayasannya. Seharusnya kamu bisa mulai hack dari situ."

"Okey-dokey." perintah dari Seokjin membuatku dengan cekatan memainkan jariku di atas keyboard laptop, membuka akses ponsel milik Pak Kim yang baru saja bertemu dengan Seokjin. Nggak butuh waktu lama, berkat nomor tipuan yang tersimpan di ponsel miliknya, aku sudah mendapatkan akses penuh terhadap data-data milik Pak Kim. Siapa sih omong-omong nama panjangnya?

"Kalau gitu, kita langsung balik ke markas terus lanjut ke tahap dua ya?" ini pertanyaan Namjoon, yang tampaknya sudah mulai kegerahan di balik setelan kemeja resmi yang ia pakai hari ini.

"Betul. Gimana pun juga, kita nggak bisa sepenuhnya mengandalkan rayuan yang baru aja aku kasih ke si bos yayasan. Omong-omong, kalian parkir di mana sih?"

"Di belakang taman bermain, nggak jauh dari kantor kok. Nanti belok saja—" sebelum aku sempat melanjutkan kalimatku, sebuah notifikasi panggilan masuk di ponsel milik Pak Kim yang terlihat di layar laptopku mencuri perhatianku.

Nomornya nggak disembunyikan, dan yang membuatku cukup terkejut, nama peneleponnya pun nggak disamarkan juga.

Mr. J.

Saat itu juga, aku tahu siapa yang menelepon.

LEVERAGE [Book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang