3.4

47 6 1
                                    

Yeri


Aku tidak bisa tidur semalam suntuk.

Sebagian dariku masih merasa kaget sekaligus ketakutan begitu menyadari bahwa salah satu target misi kami ditemukan tewas di kamar mandi acara gala, dan aku cukup pintar untuk tahu bahwa itu tentu bukanlah kebetulan semata. Sebagian dariku yang lain mengkhawatirkan nasib panti asuhan, soalnya hingga saat ini, kami sama sekali tidak tahu menahu apa yang akan dilakukan Kim Wooyoung selanjutnya.

Semoga saja di pemilik yayasan gendut tua serakah itu berubah pikiran dan tidak jadi merobohkan panti—toh, orang yang sebelumnya dia ajak kerja sama juga tiba-tiba saja meninggal, kan?

Duh, ya tuhan. Semoga semuanya baik-baik saja, deh.

Dengan kepala yang sedikit pening karena kurang tidur, aku melangkahkan kakiku untuk turun dari kasur. Satu-satunya tempat yang ingin kutuju saat ini adalah dapur, karena rupanya menghabiskan waktu semalam suntuk berusaha untuk tidur di kasurmu bisa bikin lambungmu perih.

Tepat ketika aku membuka pintu kamarku, sebuah suara gebrakan meja yang kasar terdengar dari ruang tengah.

BRAKK!!

Saat itu juga, rasa dingin yang memualkan mulai menjalar dari ujung kakiku, membuatku seolah-olah membeku di ambang pintu.

Awalnya kukira kami kedatangan penyusup, tapi ketika aku mendengar suara-suara Seokjin, Jungkook dan Joohyun unnie yang terdengar marah-marah di ruang tengah, aku tahu dugaanku salah.

Ini mungkin jauh lebih buruk dari kedatangan penyusup.

"Ada apa sih?" Namjoon tahu-tahu saja sudah menghampiriku, wajahnya masih setengah sadar dan rambutnya acak-acakan. Kamarnya Namjoon memang bersebelahan denganku, jadi wajar saja jika dia juga mendengar apa yang kudengar.

Aku hanya menggelengkan kepalaku, tenggorokanku yang kering membuatku sulit untuk menjawab pertanyaannya.

Namjoon sepertinya menyadari gerak-gerikku, karena setelah itu, dia buru-buru meraih tanganku yang tanpa kusadari sedang mencengkram gagang pintu dengan kelewat erat.

"Yeri, tunggu di sini." aku tahu niat Namjoon baik, tapi entah kenapa, mendengarnya berkata seperti itu malah membuat napasku makin terasa sesak.

Kubiarkan Namjoon berlalu dari hadapanku, langkahnya cepat dan tegas menuju ruang tengah tempat di mana keributan itu masih terdengar. Tidak lama kemudian, aku bisa mendengar suara bentakannya.

"Ada apaan sih?! Kenapa pagi-pagi udah pada ribut begini?!"

Bentakan Namjoon membuat adu mulut yang sebelumnya terjadi antara Jungkook, Seokjin, dan Joohyun unnie terhenti begitu saja. Sebuah keheningan yang menegangkan menyelimuti atmosfer di seluruh penjuru markas ini, dan dengan jantung berdebar hebat, aku memberanikan diriku untuk melangkah menuju ruang tengah untuk menghampiri semua orang.

Suasana mencekam kian terasa ketika aku menginjakkan kakiku di ruang tengah. Seokjin tampak berdiri dengan tangan terlipat di depan dadanya, sementara Jungkook tampak terduduk sambil menempelkan keningnya di keyboard laptop miliknya di atas meja. Joohyun unnie duduk agak jauh dari Seokjin dan Jungkook, kedua tangannya terlipat di depan dada, matanya tertuju pada Seokjin seolah-olah siap menerkam pria itu kapan saja.

"Salah satu dari kalian ada yang bisa jelasin nggak, kenapa kalian udah adu mulut sejak pagi buta?" kali ini Namjoon bertanya dengan nada yang lebih pelan.

Aku memutuskan untuk diam di dekat salah satu pilar, agak jauh dari meja di ruang tengah tempat kami biasanya duduk dan berdiskusi.

"Cuma masalah kecil." jawaban dari Seokjin membuat Joohyun unnie mengerlingkan matanya.

LEVERAGE [Book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang