2.5

52 8 2
                                    

Namjoon

Kalau boleh jujur, sebenarnya sih aku lebih suka kebagian tugas jadi tukang pukul daripada harus menyamar begini.

Bukannya apa-apa, aku rasa aku bisa bekerja dengan lebih maksimal saja jika aku melakukan apa yang memang benar-benar bisa aku lakukan dengan baik (meskipun kata Joohyun aktingku juga cukup bagus, tapi rasanya tetap saja tidak nyaman jika harus bermain peran terus-terusan). Tapi, bagaimanapun juga aku mana boleh menolak permintaan Joohyun dan Seokjin? Itu bakal sama saja dengan menolak membantu Yeri dan anak-anak panti asuhan yang nasibnya terancam itu.

Makanya, aku berusaha untuk terlihat santai di balik setelan jas dan kemeja yang super resmi ini sambil berjalan dua langkah di belakang Joohyun. Meskipun sebentar lagi musim panas akan berakhir, kalau kamu kurang terbiasa pakai jas di keseharianmu, kamu tetap saja bakal merasa kegerahan.

Tapi aku salut sekali sama profesionalitas yang ditunjukkan Joohyun saat ini. Dia benar-benar bertingkah seperti orang lain tepat ketika kami menginjakkan kaki di kantor kontraktor yang membuat perjanjian dengan yayasan panti asuhan. Joohyun berperan sebagai calon investor, dan aku berperan sebagai ajudannya. Peran yang sederhana, tapi saat ini, Joohyun terlihat seperti seorang wanita karir yang tajir melintir sungguhan.

Aku jadi khawatir apakah auraku sama meyakinkannya dengan apa yang Joohyun tunjukkan saat ini.

"Ah, Nona Bae." seorang pria paruh baya menyambut kami ketika kami memasuki ruangan meeting. "Anda datang lebih cepat rupanya."

Joohyun menganggukkan kepalanya, senyuman tipis terukir di wajahnya yang tampak tegas.

"Masih ada banyak kerjaan yang harus saya selesaikan, dan saya nggak mungkin mengorbankan kunjungan hari ini. Jadi, daripada terlambat, lebih baik datang lebih awal."

Pria di hadapan kami, si CEO perusahaan kontraktor bernama Park Minho itu tersenyum manis mendengar jawaban Joohyun (aku sih menganggapnya sebagai sebuah senyum cengengesan, karena bagiku, semua pengusaha licik selalu berusaha terlihat baik dan ramah di depan orang demi kepentingan mereka sendiri).

"Amazing, amazing!" ujarnya sambil tertawa (padahal menurutku tidak ada yang lucu), kemudian dengan tangan gempalnya yang terbalut lengan kemeja, ia memberikan gestur untuk mempersilahkan kami duduk.

Sebagai ajudan, aku tetap berdiri di belakang kursi tempat Joohyun duduk. Momen ini harus kumanfaatkan sebaik mungkin untuk mengobservasi ruangan sekaligus mengamati suasana di kantor perusahaan ini (siapa tahu kami butuh untuk membobol brankas perusahaan ini, aku perlu membaca situasi terlebih dahulu, kan?). Sayangnya, karena kami bertemu di meeting room yang kedap suara, aku kurang bisa mendengar suara-suara lain yang ada di luar ruangan ini.

"Saya bakal to the point saja, ya. Dengar-dengar, perusahaan anda sedang membuat kontrak dengan sebuah yayasan?" pertanyaan singkat dan padat yang dilemparkan Joohyun tampaknya tepat sasaran, karena ekspresi wajah si Park Minho tiba-tiba saja berubah/

"Betul sekali, Nona." jawabannya terdengar ragu-ragu, dan sebelum dia sempat mengajukan pertanyaan, Joohyun keburu melanjutkan berbicara.

"Kabar berhembus dengan cepat di lapangan bisnis seperti ini, jadi anda tidak perlu heran kenapa saya bisa tahu. Well, here's the thing, tuan Park." Joohyun sedikit memajukan posisi duduknya, membuatnya dapat menatap Park Minho yang duduk di seberangnya dengan lebih intens.

"Saya punya tawaran yang lebih menarik. Saya berniat untuk bekerja sama dengan anda mengerjakan proyek lain. Tentu saja, berapapun jumlah yang diberikan yayasan itu untuk bekerja sama dengan anda, saya bisa bayar dua kali lipat lebih banyak. Tapi, dengan satu syarat; proyek anda dengan yayasan itu harus dibatalkan."

Tawaran dari Joohyun tampaknya berhasil membuat si CEO gelisah. Dari senyumannya dan air wajahnya, aku tahu dia tertarik setengah mati dengan tawaran fiktif itu.

"Wah, itu benar-benar tawaran yang menarik, Nona Bae. Tapi... saya rasa saya nggak bisa membatalkan kontrak dengan yayasan begitu saja—anda tahu, saya harus membayar penalty pembatalan dan sebagainya."

Joohyun tertawa mencibir (tapi asal kalian tahu saja, suaranya benar-benar elegan dan tidak terkesan mengejek sama sekali!), kemudian, dengan sekali gestur lambaian tangan yang dilakukannya, aku dengan sigap membuka koper yang sedari tadi kubawa di genggaman tangan kiriku kemudian menyodorkannya kepada si CEO.

Tebakan kalian benar, koper itu berisi uang. Tentu saja bukan uang asli, kami tidak seceroboh itu. Tapi, berkat kemampuan design Jungkook dan kecanggihan teknologi, uang palsu yang kami siapkan untuk umpan kali ini terlihat asli dengan nomor seri yang juga asli.

Aku tahu, kedengarannya sangat licik ya? Bagaimanapun juga, kalau kamu ingin mengalahkan orang licik dan penipu, kamu harus menjadi lebih licik dan pandai menipu lagi.

"Nominal uang di dalam koper ini sesuai dengan jumlah yang perusahaan anda dan yayasan itu sepakati. Ini saya berikan sebagai permulaan, jika anda berminat untuk tanda tangan kontrak sampai besok, saya akan berikan lagi dua kali lipat dari ini." Joohyun tampak sangat puas melihat ekspresi kebingungan si CEO, yang saat ini tengah memandangi uang di dalam koper dengan mata berbinar-binar.

Apakah semua orang kaya yang licik selalu menunjukkan ekspresi menjijikan seperti itu ketika melihat uang?

"For your information, proyek yang saya tawarkan ini melibatkan pejabat parlemen yang sebentar lagi mengajukan diri sebagai calon wali kota. Anda tahu, kami berencana untuk membangun sebuah fasilitas belajar yang keren di pusat kota sebagai bagian dari kampanye. Tugas perusahaan anda mudah saja—kalian tinggal mencari gedung atau tanah yang strategis, lakukan segala cara untuk membuat tempat itu menjadi milik kami."

Si CEO tampak menelan ludahnya, senyuman canggung terukir di wajahnya yang mulai kelihatan berkeringat. Joohyun, di sisi lain, menyandarkan punggungnya ke kursi dan melipat kedua tangannya di depan dada, menanti jawaban dari Park Minho dengan penuh percaya diri.

"Beri kami waktu satu hari." jawaban si CEO membuatku ingin menjotos langit saking senangnya. Bagus, umpan kami termakan!

"Saya benar-benar tertarik dengan proyek ini, namun sebelum mengambilnya, saya harus melakukan koordinasi dengan pihak yayasan. Saya harap anda tidak keberatan, Nona Bae."

Joohyun kembali tersenyum tipis kemudian menganggukkan kepalanya, lalu sesuai dengan rencana, ia langsung berdiri dari tempat duduknya. Aku dengan sigap menutup koper berisi uang palsu itu kemudian kembali menggenggamnya dengan erat.

"Saya harap anda mempertimbangkan ini baik-baik, tuan Park. Proyek yang saya tawarkan ini mungkin bisa menjadi batu loncatan bagi perusahaan anda, kan? You know, for clearing up your name and such."

Park Minho tertawa getir, kali ini ada sedikit kecemasan terlukis di wajahnya.

"Tentu saja, Nona Bae." ujarnya, dan entah kenapa, suaranya terdengar lebih pelan seolah-olah tidak ingin didengar siapapun kecuali kami.

"Tentu saja."

LEVERAGE [Book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang