3.7

45 8 0
                                    

Jungkook

Kami benar-benar bodoh.

Bisa-bisanya aku, Namjoon si tukang pukul dan Seokjin hyung sama sekali nggak sadar bahwa Yeri dan Joohyun noona diam-diam pergi dari markas dan tahu-tahu saja sudah ada di panti asuhan yang akan meledak? Siapa yang nggak kaget setengah mati begitu mendengar kabar seperti itu coba?

Kami bertiga–cowok-cowok di tim ini yang dari tadi sibuk berdebat sambil berdiskusi sedikit di ruang makan markas–sama - sama panik begitu mendengar telepon Yeri pada Namjoon. Aku nggak punya waktu untuk memikirkan kenapa Yeri malah menelepon Namjoon dan bukan aku, yang ada di pikiranku saat ini hanya tiga hal. Panti asuhan yang mau meledak dan Yeri serta Joohyun noona dalam bahaya.

Oke, itu dua hal sih, tapi kalian nggak bisa menyalahkanku karena terlalu panik.

Namjoon menyetir van kami seperti orang kesetanan. Dia menerobos beberapa lampu merah dan untungnya kami tidak mati konyol di jalan karena tertabrak pengendara lain. Seokjin tampak gelisah di tempat duduk penumpang yang kami duduki, aku bisa melihatnya berkali-kali mencoba menelepon Joohyun noona dan merengut kesal ketika teleponnya tidak diangkat.

Atau mungkin ponselnya Joohyun noona mati. Aku nggak tahu, dua sejoli itu dalam situasi yang kurang bagus pagi ini. Aku sampai harus menjadi penengah dari mereka yang sedang adu mulut hebat itu sampai-sampai terbawa emosi.

Rasanya kayak lagi menengahi kedua orang tua kalian yang sedang bertengkar, kalian tahu maksudku kan?

Kami bertiga tiba di panti asuhan dalam hitungan menit, dan aku sudah bisa melihat anak-anak panti berkumpul di lapangan dekat pohon yang teduh.

"Akhirnya kalian datang juga!" Yeri menyambut kami dengan wajah cemas. Ia masih mengenakan kaos oblong jelek gambar kura-kura yang dipakainya tadi pagi, hanya saja kali ini dilapisi cardigan tebal berwarna merah muda.

"Joohyun mana?" tanya Seokjin tanpa basa-basi, dan baru kali ini ku melihat wajahnya secemas itu.

Yeri menggelengkan kepalanya, dan itu bukan pertanda bagus.

"Tadi dia masih di basement, sibuk memotret barang bukti sementara aku kembali untuk membantu evakuasi anak-anak keluar dari panti. Begitu aku balik ke basement, Joohyun unnie udah nggak ada di sana."

"Mungkin ada di kantor yayasan? Kamu sudah cek ke sana?" pertanyaanku membuat Yeri menatapku dengan cemas.

"Belum."

"Oke, aku akan cek ke sana sekarang. Jungkook, temani Yeri di sini, suruh anak-anak menunggu di dalam van sebagian, sebagiannya lagi bisa tunggu di mobil sewaan kita yang Yeri pakai untuk ke sini. Namjoon, telepon polisi dan tim gegana sekalian buat datang kesini." perintah dari Seokjin meluncur dengan cepat dan mulus, layaknya seorang komandan yang tengah memberikan arahan pada para prajuritnya tanpa hambatan.

"Sudah ku telepon polisi dan tim gegana," aku menyambar dengan cepat. Memang benar, kutelepon semua pihak berwajib yang terlintas di kepalaku dalam perjalanan menuju panti asuhan tadi.

"Kalau gitu biar aku ikut kamu cari Joohyun." ini Namjoon yang berbicara, dan tanpa banyak basa-basi, Seokjin dan Namjoon langsung berlari meninggalkan kami.

Sebagai cowok sejati, aku membantu Yeri untuk mengatur anak-anak panti agar bisa dievakuasi dengan tenang. Mereka tidak terlihat panik, tapi raut wajah kebingungan dan sedikit mengantuk di wajah-wajah polos nan lugu mereka yang masih kecil ini membuat hatiku merasa berat ketika melihatnya.

Brengsek, siapa sih orang yang tega banget menaruh bahan peledak di basement panti asuhan?

Yeri dan Ibu Kim serta dua orang pengurus panti lainnya tampak membagi barisan anak-anak panti. Karena jumlahnya yang nggak lebih dari dua puluh, kami nggak begitu kesulitan dalam mengatur mereka. Enam anak-anak kami arahkan untuk duduk dengan nyaman di mobil sewaan, sisanya duduk-duduk di dalam van yang cukup luas untuk menampung badan mereka yang kecil-kecil. Tentunya semua pintu sudah kubuka agar mereka tidak kegerahan, dan untungnya nggak ada yang bertanya tentang tiga monitor yang mungkin tampak aneh bagi mereka di dalam van kami.

"Hai dik-adik, kalian mau jus?" tanyaku, tiba-tiba teringat akan persediaan jus apel kotak yang tersimpan di kulkas dalam van. Sepertinya jumlahnya cukup untuk mereka semua.

"Mauuu!" serempak, anak-anak itu menjawab pertanyaanku dengan antusias.

"Kak Jungkook, apa kita mau pergi jalan-jalan?"

"Iyaa, aku mau jalan-jalan ke Lotte World!"

"Aku mau ke Disneyland!"

Uh-oh. Sepertinya aku salah sudah membangkitkan antusiasme mereka. Tapi, setidaknya itu lebih baik daripada membiarkan anak-anak ini kebingungan.

Suara sirine polisi dan beberapa suara deru mobil lain terdengar mendekat dan memasuki kawasan panti asuhan. Aku memicingkan mataku ketika melihat sosok komisaris polisi yang selama ini ku kenal sebagai temannya Seokjin.

Tapi sebelum aku sempat menyapa pria itu, tahu-tahu saja terdengar suara bentakan laki-laki yang datang dari arah belakang panti asuhan, tepatnya dari arah kantor yayasan. Lututku terasa lemas ketika aku melihat seseorang berpakaian serba hitam tengah berlari cepat sementara Namjoon mengejarnya sambil meneriakkan seribu satu kata makian.

Orang yang Namjoon kejar itu adalah Oh Sehun.

LEVERAGE [Book 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang