Oh Sehun menunggu dengan sabar.
Hari-harinya di penjara mengajarkannya banyak hal, dan bersabar merupakan salah satunya.
Ia mengaku ia pernah menjadi orang yang sangat tidak sabaran. Ia terlalu terburu-buru, terlalu percaya diri, terlalu yakin bahwa semua rencananya akan berjalan sesuai kemauannya. Tapi setelah mendekam di penjara selama bertahun-tahun, ia banyak belajar untuk menjadi pribadi yang lebih bersabar. Bersabar dalam setiap hal yang ia lakukan.
Bersabar, karena Tuhan pasti punya rencana yang indah untuknya.
Kesabarannya terbukti membuahkan hasil. Ia bisa keluar penjara lebih cepat daripada seharusnya. Ia bisa mendapat pekerjaan baru selepas dari penjara dengan cepat—sebuah pekerjaan, yang rupanya sangat ia sukai lebih dari pekerjaannya terdahulu.
Oh Sehun tidak pernah gagal. Kesabarannya membuatnya selalu sukses menyelesaikan setiap pekerjaan yang ditugaskan kepadanya—amati, dekati, bunuh, pergi.
Maka dari itu, membunuh Park Minho di dalam ruang tertutup bukanlah hal yang sulit baginya.
Bukan tugas sulit pula baginya untuk membunuh target selanjutnya yang diberikan kepadanya kali ini. Membunuh seorang wanita—barangkali usianya tidak jauh darinya. Bos besar bilang dia boleh menggunakan senjata apapun yang dia mau, maka pisau lipat lah yang dia pilih.
Namun rupanya, hari ini kesabarannya juga perlu diuji. Untuk pertama kalinya, ia gagal melaksanakan tugasnya.
Ia cukup yakin kalau wanita itu belum mati—luka tusukan yang ia berikan pada perut wanita itu tidak cukup dalam untuk membunuhnya. Ia menyalahkan rekan wanita itu, yang tidak ia duga akan datang memergokinya dan merusak aksinya. Ia menyalahkan pria berbadan besar itu, pria lain yang sepertinya ingin sekali menghajarnya sampai tidak bersisa dan mengejarnya hingga ke ujung neraka.
Sehun tidak punya waktu untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak ada dalam daftarnya. Jadi ia memilih untuk melarikan diri, menghindar, bersembunyi.
Sehun beruntung dia punya badan yang kecil.
Saat ini, dengan penuh kesabaran, ia mengamati lokasi panti asuhan dari kejauhan, di antara pepohonan tinggi besar yang ada di sekitar area panti. Jauh dari keramaian, jauh dari kerumunan. Sehun menyatu dengan alam.
Ia bisa melihat mobil ambulans dan polisi sudah tiba di lokasi. Seseorang, mungkin teman wanita yang seharusnya ia bunuh itu, barangkali telah memanggil pihak berwajib. Ia tahu rencana bos besarnya akan gagal. Tapi itu bukan urusannya. Dia tidak tertarik dengan apapun yang direncanakan bos besar.
Dia hanya ingin menuntaskan tugasnya saja. Membunuh.
Ponselnya bergetar di saku jaketnya.
"Berhasil?" tanya suara di ujung sana, ketika Sehun mengangkat telepon itu.
"Semoga." Sehun menjawab dengan suara setenang mungkin.
"Aku nggak pernah dengar kamu mengatakan itu sebelumnya. Apa itu artinya kamu gagal?"
"Well, ada polisi. Aku lebih baik menyelamatkan pantatku daripada harus masuk penjara lagi."
Suara di ujung sana terdengar menghela napasnya dengan kasar.
"Ya sudah, yang penting kamu berhasil melukai wanita itu. Cepat pergi dari sana, sisanya biar kami yang urus."
"Siap."
Telepon dimatikan, dan Sehun menghela napasnya. Ia memandang sekali lagi lokasi panti asuhan itu—berharap tidak melihat sosok wanita itu di manapun, berharap tugasnya tuntas seperti seharusnya.
Jika rupanya tugasku belum tuntas, Sehun membantin di dalam hatinya. Aku berjanji aku akan kembali untukmu, Bae Joohyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEVERAGE [Book 2]
ActionSebuah panti asuhan di pinggiran kota Seoul akan dirobohkan karena sudah terlalu tua dan menghalangi proses pembangunan pusat perbelanjaan. Puluhan anak-anak panti terancam kehilangan rumah mereka. Hanya Kim Seokjin, seorang mastermind ulung dari p...