Part 47

1.6K 66 5
                                    

Dua bulan berjalan seperti biasanya, April sudah menjalani sembilan bulan usia kandungannya, yang membuat Afrizal ekstra menjaga April.

"Zal, aku ke toilet bentar ya," ucap April sambil berjalan dengan langkah kaki yang berat.

"Emang bisa, aku bantu yah?" tawar Afrizal.

April pun berhenti, "Bisa kok, capek aku Zal, ditemenin mulu kayak anak-anak, aku maunya sendiri aja."

"Kalo kamu kenapa-napa gimana?"

"Gak bakal Zal!" April meyakinkan.

Afrizal pun pasrah dengan sahutan sang istri yang seperti itu. Setelah beberapa menit saat itu tak lama terdengarlah suara teriakan April yang sepertinya menjerit kesakitan.

"Aaaaa!"

"April?!" Afrizal langsung berlari ke arah kamar mandi dan mendapati April yang tengah terduduk di lantai kamar mandi tersebut, kaki April berlumur akan darah.

"Pril?"

"Aku mau melahirkan Zal!" Jeritnya sambil menahan rasa sakit yang ia rasakan kini.

Dengan cepat Afrizal menggendong April dan berjalan keluar sembari berteriak menyuruh supir pribadinya untuk segera mengambil mobil.

Afrizal dam April yang kini tengah di perjalanan menuju rumah sakit, di sisi lain umi dan abi panik mencari Haikal dan Wildan yang entah kemana disaat situasi seperti ini.

Haikal yang tengah berada di asrama santri putra itu langsung berlari ke arah ndalem, tak lama ia mengambil kunci mobil dan cepat menyusul ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Afrizal duduk sendirian di depan ruang bersalin menunggu keluarganya datang.

Sesampainya umi dan abi di rumah sakit, Afrizal langsung dipeluk sang umi, dengan Afrizal menangis di pelukan hangat sang umi.

"Mi, April pe-pendarahan," ucap Afrizal.

Semuanya pun kaget mendengar tentang April yang mengalami pendarahan itu.

Setelah menunggu sekitar hampir tiga puluh menit, tak lama dokter pun keluar memberitahukan kepada Afrizal dan keluarga bahwa April melahirkan dengan selamat.

"Alhamdulillah, selamat ya anaknya perempuan," ucap dokter itu dengan sedikit membuka pintu ruangan tersebut.

Semuanya lega, April melahirkan dengan selamat, Afrizal pun masuk ke ruangan itu bersama dengan uminya, umi memeluk April dan menguatkan April yang begitu terlihat tak berdaya.

Sedangkan Afrizal tengah mengumandangkan adzan untuk sang putri yang baru saja lahir.

Setelah itu Afrizal pun duduk di samping April, mengelus kepala sang istri dengan lembut, serta menciumi kening April.

"Zal...." Lirih suara pelan April terdengar diiringi air matanya yang perlahan menetes, tangannya memegangi perutnya yang kian sakit ia rasakan.

"Iya sayang ada apa?"

"Aku gak kuat Zal," ucapnya terdengar seperti menahan kesakitan.

"Kamu kuat sayang, lihat di sana putri kita!" tunjuk Afrizal ke arah umi yang sedang menggendong bayinya.

April melihat ke arah umi dengan tersenyum lebar, air matanya terus mengalir tanpa henti.
"Zal..." April kembali bersuara dengan suara pelan dengan lembutnya April meraih tangan Afrizal.

"Jagain putri kita ya Zal!" Afrizal hanya terdiam, dengan air mata yang berembun, ia melihat sangat melihat wajah April yang menahan sakit yang April rasakan, tapi April menutupi rasa sakit itu dengan senyuman.

"I-iya Pril, kita akan jaga sama-sama putri kita!" April menggeleng pelan sembari memejamkan matanya, air matanya kembali menetes.

"Maafin aku Zal..."

"Aku gak bisa!" sambung April.

"Kenapa gak bisa?"

April menghela napas, ia menengok ke samping, yang dimana sang mertua menggendong anaknya.
"Umi...."

"Mau peluk anak April boleh?" ucap April.

Umi pun memberikan bayi tersebut ke pangkuan April, April mendekapnya dengan penuh kehangatan dan juga terselip dibalik pelukan itu ada kasih sayang seorang ibu yang luar biasa.

"Putrinya ibu..." April mengelus-elus kening sang putri yang masih terpejam itu.

"Maafin ibu ya nak, kamu sama ayah kamu dulu, maafin ibu, ibu gak bisa jaga-" April tidak tahan lagi menyambung perkataannya, ia dengan sedikit kuat memeluk erat sang putri, juga beberapa kali menciumi wajah putrinya.

"Ini umi... Jagain putrinya April ya umi," ucap April sembari mengembalikan sang putrinya ke pangkuan mertuanya.

"Aku udah lega Zal," ucapnya April sedikit berat.

Gadis yang masih terbaring itu kembali memegangi perutnya yang semakin lama semakin sakit.
"Akhhh..." Rintihnya sembari memegang kuat perutnya.

"Sayang kamu, aku panggilin dokter ya, bertahan bentar!" ucap Afrizal dengan panik bercampur khawatir.

April menahan tangan sang suami, "Jangan Zal, biarin aja!"

"Aku gak mau lihat kamu kesakitan kayak gini Pril!"

"Udah Zal, gak papa..."

"Gak papa gimananya Pril!"

"Aku sayang kamu Zal, jagain putri kita, maafin semua kesalahanku ya Zal."

"Pril kamu kuat, jangan tinggalin aku!"

April menggeleng pelan sembari tersenyum, "Aku pergi ya Zal, ku harap kamu ikhlas."

"Gak Pril gak!"

Mata April pun perlahan tertutup, wajahnya tersenyum pucat. April menghembuskan napas terakhirnya.

Afrizal meraung keras di samping sang istri yang sudah tidak berdaya apa-apa itu lagi.

---

Semenjak hari itu, sudah dua minggu tepatnya April tidak berada di sampingnya, harinya tidak begitu berwarna, Afrizal bahkan sering menghabiskan waktu di Ndalem merawat sang putri, ia tidak lagi mengajar di pondok, ia butuh waktu untuk merelakan semuanya.

Afrizal kembali ke rumahnya, ia melihat sekeliling sudut rumah, masih terasa keberadaan April di sana, ia merindukan kenangannya bersama April di rumah itu, mengukir banyak kenangan di waktu yang cukup panjang ini.

Afrizal menyadari, ia tak seharusnya berlarut-larut dalam kesedihan, bagaimanapun ini sudah takdir Allah mengambil bidadari yang ia sayangi, wanita yang sangat dicintainya.

Afrizal hari itu memutuskan untuk pergi ke makam April, ia membawakan bunga, ia pergi bersama sang putri.

"Sayang..." Afrizal mengelus batu nisan yang bertuliskan nama April di sana.

"Bidadariku, lihatlah bidadari kecil kita, aku beri nama Khalila Putri Almaeera"

"Kamu yang tenang di sana Pril, insyaallah aku ikhlas, aku akan selalu jagain putri kecil kita ini, itu pasti Pril."

"Kamu tenang, aku akan menjaga putri kita selalu, aku akan meratukan putri kita seperti aku meratukan kamu."

"Kamu tidak hanya menjadi bidadari di duniaku, tapi kamu juga menjadi bidadari surgaku."

"Tunggu aku ya Pril di surga sana, nanti kita akan bersama-sama lagi."

"Aku di sini, akan selalu mendo'akan kamu wahai bidadari surgaku, Aprilliyana Shaqueena Humaira."

Tamat.



See you guys, bentar lagi aku mau buat cerita yang baru, stay di sini ya, thank u, udah nungguin dan setia sama Lily🥰








Bidadari SurgakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang