2. Luka tersimpan apik di balik tawa
Dunia adalah panggung sandiwara dan setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi pemeran utama dalam cerita yang diberi nama kehidupan.
Spill inisial nama orang yang menjadi karakter antagonis (jahat) dalam hidup kalian di sini.
🦋
Lorenzo Atmadja. Siapa yang tidak mengenal nama itu di SMA Santa?
Dia adalah teman dari TK, SD, SMP, dan SMA dari Diaska. Cowok jangkung yang memiliki kesabaran setipis tisu, julukannya. Catatan buruk di sekolahnya bahkan lebih banyak dari banyaknya ia masuk kelas. Dia adalah murid paling teladan, telat datang dan cepat pulang. Setiap hari selalu membuat para guru emosi. Semua yang mengenal dekat Lorenzo pasti gemas ingin menyentil ginjalnya.
Lihat saja sekarang, bagaimana cowok itu tak bisa menahan emosi dan terus mengumpati Natta yang bertepuk tangan riuh di dalam aula.
“Bangsat! Kepala sekolah kita lagi berduka, bilang lima hari yang lalu istrinya meninggal ngapain lo tepuk tangan sambil bersorak selamat, anak setan?” sungutnya menggebu-gebu.
Natta membeku. Seolah tersadar, kepalanya terangkat menatap semua orang yang kini menatapnya dengan pandangan yang tak bisa didefinisikan dengan kata.
“Gue nggak bisa bahasa Inggris,” ucap Natta pelan. Benar-benar memalukan. “Nggak tahu kepala sekolah tadi ngomong apa. Pas dipaksa less tiga bahasa dari kecil sama orang tua, Diaska yang selalu diam-diam gantiin gue.”
“Pokoknya saat ini kita pura-pura nggak kenal aja,” kata Loren. “Nanti kita temenan lagi pas acaranya udah selesai.”
Loren memalingkan wajahnya dari Natta, tak ingin berbicara pun ingin menatap cowok yang bernama Natta lagi.
“Gue setuju,” kata Diaska ikut bersikap seperti Loren.
“Lo kan saudara gue, Ka. Masa lo tega sih?” tanya Natta tak berani sedikitpun mengangkat wajahnya.
Sementara kepala sekolah mereka kembali berbicara di depan. Tapi, itu tak menutupi rasa malu yang kini dirasakan Natta.
“Ingat,” ujar Diaska menatap Natta. “Bapak lo nggak ngakuin gue sebagai anaknya.”
“Bapak gue bapak lo juga!” tegas Natta.
“Bodo amat.” Diaska kembali fokus ke depan.
Sementara bisikan-bisikan yang tertuju untuk Natta mulai terdengar di barisan bangku para siswi membuat cowok itu merasa tak nyaman.
“Ka ... bantuin gue.” Natta menyentuh lengan Diaska yang langsung ditepis empunya.
“Gimana kalau nanti gue suruh Mama masakin lo?” Natta menawarkan. “Lo kan suka banget makan masakan nyokap gue.”
“Tante Tamara nggak bakal sudi masakin anak selingkuhan suaminya,” balas Diaska santai.
“Nanti gue yang minta, gue bilang itu buat gue tapi sebenernya mau gue kasih ke lo, gimana?”
Diaska tersenyum kemudian menjulurkan tangan mengajak Natta bersalaman. “Deal.”
Diaska kemudian melepas jaket yang dipakainya lalu memberikannya pada Natta.
“Buat nutupin muka lo,” katanya.
Bell pulang berbunyi tepat setelah kepala sekolah selesai meminta do’a untuk mendiang istrinya.
Natta sibuk menutupi wajahnya dari perhatian murid-murid yang berlalu lalang keluar sementara Diaska sebagai saudara yang setia, ikut diam di sana.
“Ayang Diaska mau ice cream, nggak?” tanya Gemintang yang tiba-tiba datang
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionSatu-satunya yang tidak boleh kamu percaya di dunia ini adalah HARAPAN *** 02092022