15. Semangat hidup

4.4K 590 440
                                    

15. Semangat hidup

Sebaris kalimat menyakitkan bisa menjadi penghancur hati, tapi, juga bisa membuat kita termotivasi untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi

🦋

Setelah menunggu sekitar setengah jam di Taman, akhirnya Revina pergi dan Bi Marsih serta Tamara bisa masuk ke dalam kamar Diaska.

Terlihat, anak itu nampak terkejut akan kedatangan Tamara yang tiba-tiba.

Tamara hanya diam berdiri kaku memandang ke arah Bi Marsih yang merapikan selimut yang dikenakan Diaska.

"Bagaimana keadaan Aden?" tanya Bi Marsih tersenyum hangat.

Diaska tersenyum kecil. "Udah lumayan baikan kok, Bi. Makasih, ya udah mau repot-repot jenguk aku."

"Harusnya Bibi minta maaf karena baru bisa dateng sekarang. Bibi benar-benar merasa nggak enak padahal kalau Bibi sakit, Aden orang pertama yang paling panik dan langsung bawa Bibi ke dokter," kata Bi Marsih pelan.

Diaska mengusap lembut punggung tangan Bi Marsih berupaya memberi kehangatan. "Itu udah jadi tugasku. Nggak sebanding banget daripada jasa Bibi yang udah merawat aku dari kecil."

Bi Marsih mengusap lembut kepala Diaska. Dadanya berdenyut nyeri saat anak itu menatapnya hampa seraya bertanya, "boleh minta peluk, nggak, Bi?"

Bi Marsih langsung memeluk anak itu yang terduduk. Ia mengusap lembut punggung Diaska kemudian berkata, "bibi selalu bangga sama Den Chandra untuk semua yang Aden lakukan."

"Sekarang aku udah merasa lebih baik," kata Diaska melepas pelukan. Bi Marsih terkekeh kecil mendengar ucapan sosok yang sudah dianggap anaknya sendiri itu.

"Woah ternyata sudah ramai di sini," sapa Pak Jehan datang memasuki ruangan sembari membawa bingkisan berisi buah-buahan.

Pria itu menyapa sang majikan yang berdiri kaku di dekat pintu kemudian mendekati Diaska yang menatap tak suka.

"Woah parah banget paman baru dateng sekarang," sewot Diaska.

Pak Jehan, pria paruh baya itu meletakkan bingkisannya di atas meja. Kemudian, menatap Diaska. "Maafkan saya Tuan, hal seperti ini tidak akan terjadi."

"Nggak akan aku maafkan," balas Diaska. "kecuali ... Sini "

Pak Jehan mendekatkan wajahnya ke arah Diaska membuat cowok itu bisa bisa berbisik di telinganya.

Entah apa yang dikatakan anak itu tapi kemudian Pak Jehan tertawa.

"Aku akan menjadi supir paling terkenal nanti karena lebih setia sama anak majikan daripada majikan ku sendiri," gumam Pak Jehan kemudian menatap ke arah Tamara. "Maafkan, saya, nyonya."

Tamara menatap dengan sulit diartikan hubungan hangat yang terjadi dengan para bawahannya dan anak itu. Lebih mengejutkan lagi bahwa bukan hanya supir dan asisten rumah tangganya yang dekat dengan Diaska tapi ...

para bawahan suaminya.

"Yo selamat siang Chandra!" sapa pria berbadan besar dan bertato yang diikuti tiga orang yang berpostur  yang tidak beda jauh di belakangnya.

HopelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang