52. Bayangan
Satu-satunya hal yang bisa bikin kita bahagia adalah dengan cara menjadikan diri kita menjadi orang yang egois.
PLEASEEEEE ..... baca ulang dua part sebelumnya sebelum baca part ini supaya lebih ngefeel
Kedua, putar lagu in the stars. Makasih.🦋
Tubuhnya terlempar ke tembok begitu keras hingga punggungnya terasa sakit. Diaska mengesot mundur dengan sorot mata yang seolah bisa membelah tubuh ayahnya yang memegang sebuah rotan.
"Papa benar," akuinya dengan mata memerah terlihat berupaya keras menahan sesuatu jatuh dari sana. "Seseorang bilang padaku untuk tidak terlalu baik. Aku harus menghukum orang yang menyakitiku. Aku harus balas dendam pada orang yang melukaiku."
"Papa adalah orang di urutan pertama yang menciptakan luka di hati dan fisikku. Aku bukan malaikat. Aku bukan robot yang nggak punya hati. Dalam mimpiku, seenggaknya sekali aja aku pengen Papa merasakan apa yang aku rasakan. Semua rasa sakitku!"
"Aku nggak suka lihat Papa tersenyum, aku menderita liat Papa tertawa, aku-"
"Aku benci melihat Papa bahagia!" teriaknya membuat amarah Rio kian meledak. "Itu nggak adil buatku!"
"Anak nggak tahu diri kamu! Jadi sekarang kamu memperlihatkan watak aslimu?" Rio mencengkram kerah seragam anaknya. Pukulan demi pukulan kembali ia layangkan ke wajah dan perut anak itu hingga ia terbatuk-batuk.
"Aku nggak ingin lagi melihatmu!" teriak Diaska menggelegar dengan air mata bercucuran. "Aku ingin ke tempat di mana aku nggak bertemu dengan orang sepertimu! Dalam hidupku, ketakutan terbesarku... "
Anak itu menghapus kasar air matanya. "Adalah Papa."
"Orang yang seharusnya melindungi dan mengayomi ku. Kenapa Papa melakukan itu sama aku?"
"Di mataku kamu tidak pernah menjadi anakku. Hari ini, besok atau pun selamanya! Aku membencimu hingga darahku mendidih setiap melihatmu! Setiap detik hembusan napasku, yang aku harapkan hanya kepergianmu. Kenapa kamu tidak pergi?"
"Kakek ingin membawaku tapi kenapa Papa menahanku?" tanya Diaska membuat tubuh Rio menegang sempurna.
"Untuk menyiksaku?"
"Itu alasanmu?" Rio balik bertanya.
Diaska bangkit dengan susah payah. "Iya."
"Aku diam-diam merekam semua yang Papa lakukan. Aku nggak melawan bukan karena lemah. Aku juga manusia, aku punya hak melindungi diriku sendiri. Semua itu untuk dijadikan bukti," kata Diaska dengan tangan yang mengepal kuat melampiaskan emosi yang ada di dadanya.
"Lalu kenapa kamu belum mengirimnya ke polisi?" tanya Rio sembari mendekati Diaska kemudian menendang anak itu hingga kembali tersungkur.
Rio bak orang kehilangan akal saat mengayunkan rotan di tangannya ke tubuh Diaska yang melindungi kepalanya menggunakan kedua tangan.
"Anak haram, bajingan, nggak tahu diri kamu!"
"Jadi ini yang aku dapatkan setelah membesarkanmu?"
Bugh!
Bugh!
"Mati saja kamu brengsek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionSatu-satunya yang tidak boleh kamu percaya di dunia ini adalah HARAPAN *** 02092022