47. Anak kandungJangan terlalu berlebihan membenci sesuatu karena kamu tidak tau, apa yang kamu benci bisa menjadi penolong bagimu.
🦋
"Kak Chandra!"
Bulan melempar bonekanya dan berlari memeluk Kakak kesayangannya yang berdiri di ambang pintu.
Keduanya berbincang melepas rindu kemudian Bulan pamit mencari kucing pemberian Diaska, anak kecil itu ingin menunjukkan pada Kakaknya bahwa ia bisa merawat kucing itu dengan baik.
Selepas kepergian Bulan, napas Diaska mulai berhembus tak beraturan saat rasa sakit itu datang hingga ia harus memegang tembok sebagai penyangga bobot tubuhnya.
Suara langkah kaki yang terdengar mendekat membuatnya mengangkat wajahnya dan bertemu tatap dengan Tamara yang melihatnya dari kejauhan. Diaska melukis senyum lebar di bibirnya yang pucat saat melihat wanita itu.
"Kamu nggak usah pura-pura sakit lagi," kata Tamara menghampirinya. "Bukannya kasian, aku malah makin jijik melihatmu."
Diaska melunturkan senyum mendengar ucapan menyakitkan ibunya. Namun, ia mengikuti langkah wanita itu yang berjalan ke ruang makan.
"Semuanya sudah aku siapkan untukmu," kata Tamara. "Kamu kan yang menyuruh Kakekmu membuatku memasak untukmu? Kamu pura-pura sakit buat mengadu domba ayah dan Kakekmu. Kamu ingin membunuh Natta dan bahkan mungkin sekarang mengincar Bulan, kamu ada untuk menghancurkan keluargaku, dari dulu."
"Seburuk itukah aku di matamu?" tanya Diaska tersenyum kecil.
Tamara tak menjawab. Keduanya sampai di ruang makan keluarga Adhytama. Diaska duduk di bangku sembari menatap ke segala penjuru.
"Aku mengundangmu karena ayahmu akan lembur di kantor, jika dia ada di sini, dia akan membunuhmu," kata Tamara sembari menyiapkan Diaska makanan.
Diaska kembali tersenyum. "Makasih, Tante."
Tamara berjalan membawa dua piring dan meletakkannya di depan Diaska. Anak itu tak bisa menahan keterkejutan melihat isi piring yang dibawa Tamara.
"Kenapa?" tanya Tamara tersenyum menatap udang goreng dan nasi yang ia masak kemarin pagi yang ada di depan Diaska. "Nggak mau?"
Tamara mengambil kedua piring itu. Namun, Diaska menahan tangannya.
"Aku akan memakannya, Tante," kata Diaska mengambil dua piring di tangan Tamara.
Ia mulai melahap udang beserta nasi yang sudah mulai mengeluarkan bau tak sedap itu sementara Tamara tak bergeming di tempatnya teringat ucapan Bi Marsih dulu.
"Den Diaska alergi udang seperti Nyonya."
Tamara berbalik, tak mau melihat anak itu melahap makanan yang ia sajikan. Dirinya sadar bahwa ia benar-benar jahat sekarang. Hati dan egonya bertentangan. Hati kecilnya merasa ia tidak seharusnya melakukan ini semua tetapi egonya berkata bahwa Diaska pantas mendapatkannya.
"Ma," panggil Natta membuat Tamara mengalihkan atensinya begitu pun dengan Diaska.
"Aku juga mau makan," kata Natta tiba-tiba membuat Diaska menatapnya.
Tamara tersenyum seraya menarik anaknya untuk duduk berhadapan dengan Diaska dan hanya meja yang menjadi penghalang mereka.
"Mama akan siapkan untukmu. Mama udah masak makanan kesukaanmu," ucap Tamara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionSatu-satunya yang tidak boleh kamu percaya di dunia ini adalah HARAPAN *** 02092022