49. Maaf untuk semuanya
Langit pun ikut menangis sebab sang penggagas harapan memilih berpulang, tak lagi Sekokoh karang saat menghadapi ribuan ombak yang datang menerjang.
🦋
Alex mengerutkan dahi bingung dengan apa yang dilihatnya kini lantas tanpa berpikir panjang ia menghampiri majikannya yang tengah menatap kosong jauh ke depan itu.
"Seberat apa masalah Tuan sampai Tuan harus merokok di jam segini?" tanya Alex membuka suara tapi tak membuat Rio menoleh ke arahnya.
Pria yang masih lengkap dengan kemeja berwarna biru terang dan dasi berwarna navy itu menghembuskan asap rokoknya. "Aku benar-benar marah sekarang."
"Chandra Diaskara?" tebak Alex membuat Rio menatapnya.
"Cuman anak itu yang selalu bisa membuat Tuan sekacau ini." Alex tertawa kecil.
"Aku ingin membunuhnya," ungkap Rio.
"Tuan selalu mengucapkan kalimat itu dari semenjak dia datang ke rumah ini anehnya dia masih hidup sampai sekarang." Lagi, Alex tertawa.
Rio kembali menatap jauh ke depan membuat Alex mengikuti arah pandang pria itu.
Hening menyapa dua pria itu sampai pertanyaan yang keluar dari bibir Rio membuat Alex terkejut.
"Bagaiamana pendapatmu tentang aku dan anak itu?"
Untuk kesekian kalinya Alex tertawa, "sepertinya pukulan Diaska di wajah Tuan membuat otak Tuan sedikit lebih waras."
"Dari mana kamu tahu kalau dia yang memukulku?" tanya Rio bingung.
Alex berupaya menghentikan tawa seraya menjawab tanpa ragu, "siapa lagi yang berani melakukannya selain anak itu."
"Dia emang anak yang kurang ajar," decih Rio kesal.
"Tapi selama ini dia berusaha menahannya," gumam Alex pelan membuat Rio melirik melalui ekor matanya. "Apa yang membuatnya sampai gelap mata? Sepertinya aku harus berbicara dengannya."
"Gelap mata apanya? Dia terlihat menyimpan dendam yang sangat besar padaku sampai saat memukulku dia membabi buta." Emosi Rio meledak tiap mengingatnya.
"Anda pantas mendapatkannya," balas Alex membuat wajah Rio memerah menahan amarah.
"Kesabaran tiap orang ada batasnya. Tuan bisa sesakit dan semarah ini saat dia memukul Tuan bahkan hanya beberapa menit bagaimana dia yang dipukul dan dicaci selama bertahun-tahun?" tanya Alex kesal.
Rio sekali lagi menghembuskan asap rokoknya, tak menimpali sama sekali karena apa yang dibilang Alex ada benarnya.
"Sejujurnya aku selama ini melampiaskan emosi dengan cara memukul dan memakinya semata-mata untuk mendapat kepercayaan Tamara lagi supaya Tamara berpikir kasih sayang dan perhatianku sebagai sosok ayah cuman untuk anak dari wanita yang aku cintai yaitu dia," ungkap Rio membuat Alex menatapnya.
"Bukannya kepercayaan nyonya sudah kembali setelah lahirnya Non Bulan?" tanya Alex bingung.
"Tidak. Tamara masih menyimpan kebencian padaku bahkan setelah Bulan lahir," jawab Rio menghela napas kasar. "Aku tidak keberatan kehilangan segalanya asal jangan Tamara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionSatu-satunya yang tidak boleh kamu percaya di dunia ini adalah HARAPAN *** 02092022