38. Pesan untuk Mama
Semakin keras tawanya, semakin lebar senyumnya maka semakin dalam pula lukanya.
🦋
"Kak Chandra, kenapa mau temenan sama Kak Loren padahal Kak Loren tuh galak, suka marah-marah pokoknya nyebelin deh, Bulan nggak suka."
Loren yang terpejam seketika bangun mendengar celotehan Bulan. Ketika matanya terbuka, pemandangan Diaska yang tertawa adalah hal pertama kali yang dilihatnya.
"Eh setan kecil," tegur Loren dengan suara serak khas orang baru bangun tidur membuat Bulan yang menggunakan bando merah muda menatap kearahnya. "Lo kalau besar nanti bakal ngiler liat ketampanan gue. Camkan itu."
"Kak Loren bukan tipenya Bulan tuh lagian Bulan udah punya pacar namanya Langit."
Loren seketika tertawa mendengarnya. "Nggak sekalian pacaran sama Petir, Bintang atau Matahari dan Bumi tuh haha ada ada aja ini setan kecil"
Setelahnya, Loren tak membalas ucapan Bulan lagi. Berdebat dengan bocah itu bisa mengganggu hari tenangnya. Lagian, tidak Diaska, tidak Bulan, kenapa dua bersaudara itu suka sekali merusuh ke kamarnya?
Dari dulu sampai sekarang Loren itu paling benci anak kecil. Menurut Loren, anak kecil tuh ribet, suka playing victim, dan berisik tapi Diaska setiap ke rumahnya pasti selalu membawa adiknya yang cerewetnya bukan main.
Bahkan dulu Bulan pas masih sangat kecil pernah mengompol di kasurnya membuatnya pindah kamar karena trauma.
"Coba Kak Loren liat ke kaca pasti suka liat karya Bulan," tutur Bulan ceria.
Diaska kembali tertawa renyah dan entah kenapa Loren merasa curiga.
Cowok itu segera bangkit dari ranjangnya untuk ke kamar mandi, mengusap-usap matanya dengan jari telunjuk hanya untuk menahan napas melihat ke cermin di mana wajah tampannya dipenuhi berbagai macam coretan tak lupa lipstik merah menyala di pakai asal-asalan di bibirnya membentuk garis sampai ke telinga. Bentuk bulat berwarna merah di masing-masing pipinya menambah kesan menyeramkan pada wajah yang kerap ia banggakan.
"BULAN!" teriaknya menggelegar seraya keluar hanya untuk bertambah kesal melihat bocah tengil itu sudah melarikan diri.
Loren yang tak pernah ingin kalah entah lawannya perempuan, anak kecil, maupun lansia segera mengejar Bulan dari belakang.
Mereka bak kartun Tom & Jerry dan maminya Loren yang melihat itu hanya tertawa gemas sebab selama ini hanya Bulan dan Diaska yang berani menjahili putranya seperti itu.
"Bulan nanti kalau besar pasti cantik banget mirip Mamanya," kata Maminya membuat Diaska terus tersenyum seraya memandang penuh sayang adiknya yang berlari ke arahnya.
"Kalau kamu, Diaska ganteng mirip banget sama Papamu waktu muda," lanjut Maminya Loren membuat senyum Diaska seketika luntur.
##
"Lo ngapain manggil gue ke sini, Nyet?" tanya Gemintang bersedekap dada.
Sembari menatap sekeliling yang sepi, Gemintang menatap curiga. "Lo nggak lagi merencanakan sesuatu yang buruk kan?"
"Gue mau minta maaf sama Diaska," ujar Natta pelan.
Senyum Gemintang mengembang mendengarnya. Tapi, kemudian dia kembali menatap sensi. "Lo mau minta maaf ke Diaska ngapain manggil gue ke sini?"
"Dengan cara sedikit membantunya," kata Natta.
"Bantu apa?"
Suara langkah kaki perlahan mendekati mereka. Gemintang terkejut melihat kedatangan Anna ke gudang belakang sekolah yang sepi terlebih hari ini mereka semua masih libur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionSatu-satunya yang tidak boleh kamu percaya di dunia ini adalah HARAPAN *** 02092022