31. Alasan
Aku ingin menjadi alasan di setiap tawamu bukan menjadi alasan di setiap tangisanmu.
🦋
Gemintang menatap takjub deretan poto yang terpajang di dinding kamar Lorenzo. Nyaris di semua potret tersebut ada Diaska yang tersenyum lebar.
"Diaska satu-satunya teman dari Loren kecil. Mereka sering berantem tapi selalu sama-sama, Mami sering mikir mereka anak kembar makanya di setiap kelulusan, Mami selalu mengabadikan moment mereka berdua," jelas Maminya Loren tersenyum hangat dengan tangan membawa nampan berisikan lima minuman oranye juss.
Gemintang manggut-manggut mendengar penjelasan maminya Loren, ia meneliti satu persatu poto Diaska dan Loren di sana. Semua poto, keduanya melakukan pose yang sama dengan ekspresi yang sama pula di mana dari poto kelulusan TK, SD, dan SMP, keduanya saling merangkul dengan ekspresi yang sangat kontras di mana Loren memasang wajah cemberut dan Diaska yang tersenyum secerah matahari. Benar-benar menggambarkan kepribadian mereka hingga sekarang.
Loren yang emosian dan Diaska, pribadi yang selalu tenang. Keduanya ibarat air dan api yang sangat-sangat berbeda tapi selalu hidup berdampingan dan saling membutuhkan.
Ketika Loren terbakar amarah, hanya Diaska yang sanggup menenangkannya dan ketika hati Diaska beku karena sering diserang sepi, Loren datang sebagai teman dan menghangatkannya.
"Terus ini, bingkai besar yang masih kosong buat poto lo sama Diaska lagi?" tanya Gemintang.
Loren hanya berdehem sebagai jawaban.
"Poto kelulusan SMA nanti," sahut Diaska.
"Boleh poto berlima nggak nanti?" Gemintang menatap berbinar.
"Sekarang kan kalian juga teman gue," jawab Loren. "Nanti pas lulus kita poto berlima buat dipajang di sana."
Gemintang dan Natta tersenyum senang berbeda dengan Aksa yang hanya menatap tak minat sementara Diaska bangkit dari acara berbaringnya di ranjang milik Loren.
"Btw, makasih, ya buat kemarin, gue jadi bisa liat keadaan Anna. Salah satu hal yang membuat gue bersyukur hidup di dunia ini adalah punya sahabat-sahabat kayak kalian," ujar Diaska tiba-tiba.
Aksa menghela napas. "Pas lo nolong kami, lo bilang dalam pertemanan nggak ada kata terima kasih karena udah kewajiban seorang teman membantu temannya yang membutuhkan. Lo juga harus nerapin kata-kata itu buat diri lo sendiri."
"Tahu tuh," sahut Gemintang. Loren hanya diam saja dan menatap dengan tatapan yang sulit diartikan ke arah Diaska.
"Ren, jawab! Lo bener, ada perasaan sama Bella?"
Loren memalingkan wajah ke kanan tak berani menatap wajah sahabatnya sedikitpun.
"Ren!" Sementara Diaska terus memaksa ia buka suara hingga tanpa berucap satu patah kata apa pun, Loren mengangguk.
"Gue bakal putusin dia sekarang," putus Diaska.
Hingga kini, Diaska sudah bahagia dengan hubungannya bersama Anna, Loren masih diserang rasa bersalah.
Orang lain berpikir, kandasnya hubungan Diaska dan Bella karena ayahnya Bella faktanya Diaska tidak selemah itu, Diaska sudah terbiasa dengan kekerasan dan tidak akan pernah mempan dengan serangan dan berbagai macam rasa sakit yang ditimbulkan Bayu_ayah Bella.
Berakhirnya hubungan Diaska dan Bella karena Diaska tidak mau persahabatannya rusak karena dia dan sahabatnya menaruh perasaan pada orang yang sama.
Namun, pengorbanan Diaska membuat Loren menjadi orang paling berdosa hingga ia juga memilih membunuh perasaannya sendiri, membangun tembok yang tinggi untuk semua cewek yang datang dan berniat mendekati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionSatu-satunya yang tidak boleh kamu percaya di dunia ini adalah HARAPAN *** 02092022