40. Kenapa, Ta?
Tidak semua kebaikan selalu dihargai
🦋
Setelah beberapa menit membiarkan hening menguasai suasana di antara mereka, akhirnya Anna angkat suara. "Disuruh Diaska lo?"
"Anggap aja sebagai teman yang baik," balas Loren mengangkat kedua alisnya.
Anna tersenyum miring seraya bangkit "Gue pulang!"
Namun, Loren menarik kasar lengan cewek itu hingga kembali duduk di sampingnya membuat mood Anna semakin memburuk.
"Sebenarnya gue nggak suka ikut campur percintaan orang lain tapi gue nggak bisa diam aja," kata Loren.
"Di hari pertama lo jatuh dari atap sekolah, nyokap lo lampiasin semua kekhawatiran dan kegundahan hatinya sama Diaska, dia caci dan maki Diaska di depan banyak orang. Bokap lo bahkan nggak sekali dua kali mukulin Diaska sampai babak belur."
"Lo tau nggak, Na? Sehina dan serendah apa orang tua lo memperlakukan Diaska?"
Anna meneguk ludahnya kasar, kehilangan kata-kata.
"Meski Diaska jago bela diri dan tentu bisa aja nyerang balik bokap lo, meski dia bisa membalas semua ucapan hina nyokap lo, Diaska diem aja, Na. Kenapa? Karena dia menghormati dan menghargai lo."
"Nyokap lo bilang bakal cabut tuntutan Bibi Revina asal Diaska nggak berhubungan lagi sama lo. Diaska nolak itu semua karena menurutnya ibunya pantas dihukum atas perbuatannya."
"Lo selama ini selalu cerita sama dia tentang lo yang selalu kesepian karena orang tua lo yang kerja ke luar kota, lo selalu bilang lo kurang kasih sayang, dan bokap lo selalu mukul lo demi Kanaya. Diaska janji sama Tante Ratih akan ngejauhin lo asal Tante Ratih dan Om Pandu nggak bersikap kasar dan lebih memperhatikan lo. Pikir, kenapa nyokap, bokap lo sekarang nggak gila kerja kayak dulu?"
Anna menunduk, buliran bening perlahan jatuh ke pipinya.
"Dan sial, lo selama ini mikir setiap lo dalam bahaya dan yang nyelamatin lo si loser Kafka?"
Anna mengangkat wajahnya menatap Loren.
"Si loser itu bahkan nusuk Diaska pakai pisau waktu Diaska nyelamatin lo dari preman yang mau lecehin lo supaya dia jadi pahlawan di mata lo dan orang tua lo." Loren menghela napas panjang.
"Dan yah, Diaska juga yang nyelamatin lo waktu lo tenggelam di kolam."
Anna menghapus kasar air matanya. "Kenapa Diaska nggak bilang semuanya sama gue dan biarin gue salah paham sama dia, kenapa, Ren?"
"Karena dia nggak mau lagi lo bergantung sama dia." Suara Loren mengecil, tatapannya berubah sendu.
"Karena dia pikir, dia udah nggak bisa lindungi lo lagi seperti dulu," lanjutnya lirih.
"Kenapa?" tanya Anna. "Kenapa dia bisa berpikir begitu?"
Tatapan Loren kosong ke depan. Tak menjawab pertanyaan Anna.
"KENAPA, REN? JAWAB!"
Loren menatap Anna dengan hampa "Dia sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionSatu-satunya yang tidak boleh kamu percaya di dunia ini adalah HARAPAN *** 02092022