CH-17

17.1K 1.6K 14
                                    

Kalau kalian lupa dengan Xavier, kalian bisa baca ulang di chapter 5

Btw, aku suka banget sama nama Xavier
Dan mungkin, nanti di setiap cerita yang ku buat, akan ada nama Xavier.

.
.
.

Happy Reading!

.
.
.

Zio bertumpu pada kedua lutut nya, berusaha mengatur nafas nya. "Ugh! Zio lelah! Sesaaakkk~" Ia menghentak-hentakan kedua kaki nya.

Xavier terkekeh serak, ia melempar asal pisau yang terbuat dari kayu itu. Lalu berjalan menuju Zio, dan mengangkat tubuh itu dengan mudah.

Zio memeluk leher Xavier, Ayah nya ini di undang oleh Daddy nya untuk melatihnya. Ingin menolak, tapi Mommy nya tidak memihak nya.

Ini terjadi akibat beberapa hari yang lalu mereka di serang, dan dia tak sengaja kelepasan.

"Kita akan melanjut-"

"Tidak mau! Tidak mau, tidak mau, tidak mau! Huaaa... Zio no like! Huhu~"

Xavier bingung. "I-iya-iya, tidak lagi. Kita tidak akan melanjutkan nya," Xavier berkata dengan terburu. "Kalau begitu, ayo kita jalan-jalan. Zio boleh minta apa saja," tutur nya lagi.

"Ice krim!" Ujarnya dengan wajah berseri-seri.

Xavier mendengus. "Tidak boleh."

"Kenapa!?" Tanya Zio tak terima.

"Kau akan sakit, boy."

"Tapi hanya satu!"

Xavier memutar mata malas. "Sayang, kau mengatakan itu dua hari yang lalu, tapi apa?"

Zio mengerucutkan bibir nya, kedua alis nya menekuk kesal. "Bukan salah Zio! Tidak ada pinky promise, maka itu tidak sah!"

"Ya, ya, ya. Itu salah Ayah, sekarang minta apapun kecuali Ice krim," Xavier memilih mengalah, dia terlalu malas berdebat dengan anak dari adiknya-Damien ini. Atau lebih tepat nya, dia selalu kalah.

"Cake lava, Macaroon, coklat, perme-"

"Oke, kita beli Ice krim," Xavier dengan cepat memotong perkataan Zio. Pasalnya, semuanya adalah makanan manis! Bisa panas telinganya mendengar isabel-adik iparnya itu menceramahi nya agar tidak memberikan Zio makanan manis.

"Yey!" Zio memeluk erat leher Xavier, dan tanpa sadar mengayunkan kedua kaki nya.

Xavier menggeleng pelan, ia lalu berjalan memasuki Mansion untuk mengganti pakaian. Awal nya ia berjalan dengan begitu santai, tapi tiba-tiba Elios menghalangi nya.

Xavier menaikan satu alisnya.

Elios menunjuk ruang tamu dengan wajah datar nya.

Xavier membulatkan kedua matanya, ia menatap tidak percaya pada Elios. "Kau melihat nya!?" Pekik nya kecil.

Elios mengangkat kedua bahu nya acuh. "Bukan salahku, mereka melakukan hal dewasa seperti itu di sembarang tempat," ujar nya dengan wajah tidak perduli.

"Ng? Kenapa berhenti, Ayah?"

Xavier semakin memeluk erat tubuh Zio, agar dia tidak dapat berbalik dan melihat adegan tak senonoh yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

"Ya- ... " Xavier bingung harus menjawab apa sekarang.

"Kakak!"

"El?" Zio menekuk kedua alis nya, bibir nya mengerucut lucu tanda ia tengah kesal. "Ish! Ayah, sesaakk~"

"Ah! Ayo beli ice krim!" Ucap Xavier dengan terburu.

Mendengar kata ice krim, kekesalan Zio langsung menguap entah kemana. "Oke!"

Xavier berjalan mundur dengan perlahan, setelah di rasa aman Xavier membalikkan badan dan mulai berjalan normal seperti biasa.

"Kenapa jalan seperti itu?"

Bingung, Xavier mencoba memutar otak untuk menjawab pertanyaan Zio.

"Kakak, mau kemana dengan paman jelek ini?"

Haruskah Xavier bersyukur? Atau memaki? Bersyukur karena ...

"El! Ayo ikut! Kita makan es krim!"

Karena Zio sudah melupakan pertanyaan nya, dan memaki karena ...

"Kenapa harus dengan paman jelek ini?"

Karena, bocah bernama Elios ini memiliki mulut racun.

Zio tertawa. "El, tak boleh seperti itu," ujar nya.

"Oke."

"Ayo pergi Ayah!"

"Ya," dan Xavier pun pasrah.

🌼🌼🌼

"Bagaimana latihan nya hari ini? Apa menyenangkan?"

Zio memeluk Isabella. "Capek! Apanya yang enak?" Ia menggerutu kesal.

"Tapi itu demi kebaikan mu sayang," Isabella mengelus lembut punggung kecil Zio.

"Yaa~" Zio mengangguk pelan, melonggarkan pelukannya dan menatap mata Mommynya. "Mommy, kapan Zio pergi sekolah?"

"Zio mau kapan?"

"Uhm," Ia memiringkan kepalanya. "Besok?"

"Pfftt! Besok hari Minggu Boy."

Zio menoleh dan menatap Damien. "Benarkah?"

"Iya," Damien menggeleng pelan saat melihat wajah murung Putra nya itu. "Bagaimana kalau ikut Daddy ke suatu tempat?"

"Suatu tempat? Tempat apa? Zio mau!" Zio menatap berbinar pada Daddy nya.

Isabella menatap Damien. "Jangan coba-coba Damien."

"Sayang, Zio sudah besar dan lagi, keadaan ini memaksaku untuk membawanya ke tempat itu."

"Zio masih kecil Damien."

"Zio sudah besar!" Zio memekik tidak terima saat ia di bilang masih kecil oleh Mommy nya.

Damien tersenyum tipis, ia kemudian menatap Isabella yang juga menatapnya dengan pandangan khawatir. Tangan nya yang besar menggenggam tangan Isabella, mengusapnya lembut berusaha menenangkan.

Isabella menghembuskan nafas panjang. "Baiklah~ kalian menang."

"Yey!" Zio memekik senang. Akhirnya setelah sekian lama, ia akan keluar dari mansion ini.

___________
Jangan protes ya! Aku hanya sedang berada di fase bosan menulis cerita, dan membutuhkan waktu lama untuk kembali mengumpulkan niat menulisku!

Dan maaf untuk chapter ini sedikit:(

_________
26 November 2022

CryBabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang