CH-29

3.8K 312 10
                                    

.
.

Happy Reading!

.
.
.

"Jadi, kemarin darimana saja?"

Zio memilin ujung kaosnya, menatap takut-takut pada Daddy nya. "Taman, beli Ice Cream," cicitnya.

"Kalau bicara, lihat lawan bicaramu Zio."

Zio mencibikkan bibirnya, kedua matanya sudah berkaca-kaca. Dalam hati merutuki Daddy nya yang mengusir semua orang dari ruang kerja, dia kan jadi sendirian menerima tekanan disini.

"Dengar? Telinganya bisa dipakai dulu?" tidak ada bentakan, Damien bertanya dengan nada datar.

"B-bisa," jawabnya dengan suara bergetar, tangannya naik untuk menghapus air mata yang keluar.

"Kenapa nangis? Daddy menyuruhmu menjawab, perlu Daddy ulang pertanyaannya?"

Suara tangisan Zio mulai terdengar, ia menggigit bibirnya berusaha meredakan isakkan nya. "Ma-maaf Daddy ... "

Damien menghela nafas, tidak tega sebenarnya. Tapi jika di biarkan, Zio pasti akan mengulanginya. "Daddy tidak minta itu, Daddy minta kamu menjawab pertanyaan Daddy. Susah?"

"M-main ... Main ... Zio main Daddy ... Beli Ice Cream ... Taman ... Elios ... Huaa ... " ucap Zio tebata-bata sebab isakkan yang tidak bisa ditahan, berakhir menangis dengan kencang. "Maaf ... Huhu... Zio maaf Daddy ... Huaa~ ... "

Damien menghela napas panjang, menyugar rambutnya lalu menjambaknya pelan saat merasakan pening. Putranya yang ini kenapa sangat menggemaskan? Mau marah saja rasanya tidak tega. "Kemari," membuka lebar kedua tangannya. Mengisyaratkan agar Zio masuk kedalam pelukan.

Zio dengan cepat masuk ke pelukkan Daddy nya, menggesekkan wajahnya di bahu lebar itu. Sengaja membuat air mata dan ingusnya menempel disana, sedikit pembalasan dendam karena sudah membuatnya menangis.

"Maaf, jangan marah Daddy~" ujar Zio di akhiri isakkan kecil.

Damien mengecup kedua mata Zio yang berair, Putranya kini nampak menggemaskan. "Daddy tidak marah sayang, tapi jangan di ulang lagi oke?" tersenyum saat mendapat anggukan cepat dari Zio. "Kalau Zio ingin pergi bermain, utamakan izin dulu dengan Daddy, Mommy, atau abang. Kalau Zio tidak izin, kami akan khawatir. Mengerti?" sekali lagi Zio menjawab dengan anggukan. "Jawab sayang, mulutnya dipakai."

"Ugh! Iyaa, Zio akan izin dulu jika ingin pergi main," ucapnya seraya memainkan kancing kemeja milik Daddy nya.

Damien mengangguk pelan. "Ayo makan," ucapnya lalu mengangkat tubuh mungil Putranya.

Zio memeluk leher Daddy nya, kedua mata bulatnya basah disertai hidungnya yang memerah. Isakkan kecil masih terdengar, dan Damien dengan sigap mengelus punggung Putranya itu.

Damien menghentikan langkahnya setelah membuka pintu ruang kerjanya, karena di depannya terdapat anak-anaknya yang tengah menatap dirinya.

"Zio kenapa, Dad?" Vano bertanya seraya berjalan mendekati Daddy nya yang tengah menggendong Zio.

"Apa Zio terluka? Ada yang sakit?" Leon juga ikut bertanya.

"Kenapa menangis? Daddy jahat? Iya?" Asta pun ikut melakukan hal yang sama seperti saudaranya.

Damien mantap datar Asta, Putranya yang satu itu mulutnya tidak bisa dikondisikan sekali. "Sudah, ayo kita turun. Zio pasti sudah lapar," ujarnya lalu berjalan duluan, meninggalkan ketiga Putranya.

Zio meminta turun saat sampai di meja makan, ia ingin menghampiri Mommy nya yang sepertinya belum siap memasak.

Damien menurunkan Zio dengan hati-hati, kemudian tersenyum saat Putranya itu menghampiri Istrinya. Ia memutuskan untuk duduk di meja makan dan membaca koran seraya meminum teh yang sudah ada di atas meja.

"Mommy!" Zio menarik-narik apron Mommy nya, berusaha meminta perhatian.

"Ya sayang? Ada apa? Ingin susu?" tanya Isabella bertubi-tubi tanpa melihat Zio, ia hanya takut masakkannya hangus.

Zio cemberut, menghentakkan kakinya kesal. Sudah habis di adili dengan Daddy nya, dan sekarang Mommy nya tidak memperdulikannya. Padahalkan, Zio ingin mengadu.

Sedangkan disisi lain, Elios tengah memperhatikan Zio sedari tadi. Merasa gemas dengan tingkah kakaknya itu, Elios pun memutuskan menghampiri. "Kakak sedang apa?" bertanya dengan membuat wajah polos.

Zio menoleh, ia semakin cemberut. Semenjak tau jika Elios pernah membunuh Varen, ia jadi parno sendiri jika berdekatan dengan Elios. "Tidak tau," ketusnya seraya melipat kedua tangannya.

Elios berkedip beberapa kali, apa Zio marah karena ia tidak bisa menemaninya saat diwawancarai oleh Paman Damien? Tapi tidak mungkin. "Bibi?," buntuh, ia pun bertanya pada Bibi Isabella.

"Mungkin Zio haus sayang, bisa ambilkan botol susu di pantry dan berikan pada Zio? Bibi sedang sibuk," lagi-lagi Isabella berkata tanpa mengalihkan tatapannya dari masakkannya.

Elios mengangguk pelan, mungkin yang dikatakan Bibi benar. Ia pun mengambil botol susu di atas pantry dan memberikannya pada Zio, namun sayangnya ditolak.

"Tidak mau!" Zio menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya, enak saja! Padahal kemarin ia sudah lepas dari botol susu itu, tapi sekarang dengan mudah nya Elios menyuruhnya meminum menggunakan itu?

Elios mengerutkan keningnya, berpikir apa yang bisa membuat Zio untuk minum melalui botol susu ini. Beberapa saat, ia membulatkan kedua matanya saat ide muncul. Elios sedikit menunduk mendekatkan wajahnya ke telinga Zio. "Jika kakak tidak ingin minum, aku akan memberitahu pada semua orang jika kita tidak hanya pergi ke taman," ucapnya di akhiri dengan seringai.

Zio membulatkan kedua matanya, menelan ludah susah payah. Ia pun dengan cepat mengambil botol susu yang disodorkan oleh Elios dan langsung meminumnya. Kedua matanya mulai berair, mengangkat tangan kanannya untuk menghapus air mata yang jatuh.

Hal itu membuat Elios tersenyum manis, tangannya terangkat untuk mengelus kepala Zio. "Kakakku pintar," ucapnya di akhiri kekehan yang menurut Zio menyeramkan.

Isakan kecil mulai terdengar dari Zio, saat ini rasa takut mulai menguasainya. Ia tak bisa mengendalikan diri seperti biasanya, melihat Elios yang seperti itu Zio kembali mengingat jika anak itu bisa membunuhnya kapan saja.

"Sayang, kenapa? Apa ada yang sakit? Daddy nakal?"

Zio melihat Mommy nya, yang akhirnya memperhatikannya. Bibir mungil yang masih menyedot susu itu bergetar, tapi tidak ada niatan untuk melepas dot nya.

Isabella menatap khawatir Putranya, tapi juga gemas dengan tingkahnya. Ia hanya takut Damien kelepasan tadi, dan Zio yang berniat mengadu malah ia abaikan. "Mana yang sakit, hm?"

Zio menggeleng, membuat air matanya yang sudah di pelupuk mata menetes. Dengan cepat, Zio mengelapnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya masih setia memegang botol susu.

Elios hampir mengeluarkan tawa gemasnya. "Sepertinya kakak lelah Bi, mungkin lapar juga."

Zio sinis Elios, ia menarik keluar dot yang menyumpal mulutnya sehingga menimbulkan bunyi 'Plop!' kemudian mengecap-ngecap menikmati rasa susu yang tersisa di lidah. Tak lama setelah itu, Zio mencibikkan bibir nya. Kedua mata bulatnya menatap memelas pada Mommy nya. "Hiks! ... Huaa ... Mommy! ... "

Tidak tau lah, Zio hanya ingin melepas emosi nya saat ini. Ia tidak ingin menjadi gila, Elios akan ia urus nanti.

.
.

.
2 September 2024

CryBabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang