26

417 50 5
                                    

Minho terduduk lemas di samping tubuh sang pujaan yang masih terbaring lunglai di atas nakas. Pilinan erat tangan Minho mengundang sejuta pertanyaan di hati Felix, yang terus memandangi paras sang ayah tanpa berkedip.

" Ayah ---- apa mama baik-baik saja? Ayah ---- kapan adik akan keluar? Aku ingin bertemu adik. Aku ingin bermain mobilan bersama dengan adik --- kapan aku bisa melihat adik?" Oceh Felix tanpa henti.

Minho mengangkat tubuh kecil sang anak dan mendudukannya lembut di pangkuan.

" Kenapa kau nakal sekali tuan muda Lee? Bukankah aku sudah memperingatkan mu tentang semua kenakalan dan hukuman untuk itu? Tapi kenapa kau masih saja membuat kenakalan yang membuat hidup ayahmu ini serasa di neraka? Apa kau juga ingin meninggalkan aku? Apa kau juga tidak ingin menghabiskan waktu bersamaku? Apa kau tidak pernah menyayangiku sepenuh hatimu? Jawab aku Felix!" Tetesan kecil itu meluluh lantahkan hati si kecil pirang. Dengan jemari kecilnya, Felix menahan aliran kesedihan yang berusaha lolos dari bendungan cahaya.

" Maafkan aku ayah --- aku selalu menyayangi ayah. Aku mencintai ayah seperti aku mencintai mama. Maafkan aku karena aku selalu membuat ayah sedih, membuat ayah marah. Tapi --- aku hanya ingin ayah mengerti, bila apa yang telah ayah lakukan juga menyakitiku."

Minho memeluk erat tubuh Felix dan melepaskan semua beban hatinya di pundah kecil yang rapuh itu. Air matanya terus mengalir tak terbendung.

" Maafkan aku karena sudah menjadi seorang penjahat bagimu. Aku lebih mirip seorang monster dari pada seorang ayah, itulah sebabnya kau menyembunyikan suaramu dariku selama bertahun-tahun. Kau begitu terluka hingga diam seribu bahasa. Aku ini seorang yang bodoh Felix, karena kebodohanku aku sudah melukai dua orang yang aku cintai. Aku tidak akan menuntutmu lagi untuk selalu mengikuti egoku. Kau boleh diam selamanya, kau boleh marah selamanya, hanya --- aku mohon padamu ---- tolong jangan tinggalkan aku --- jangan pergi dariku ---- ayah membutuhkanmu Felix --- kau adalah penyemangatku, hidupku --- jadi, aku mohon --- jangan mencoba kabur lagi, aku mohon padamu sayang." Minho menangis tersedu.

" Ayaahh ---- hikss... Maaf ayah ---- ayah jangan menangis, Lixie minta maaf. Aku sangat mencintai ayah. Ayah adalah ayah terbaik di seluruh dunia. Ayah jangan menangis lagi." Felix mengelus punggung lebar sang ayah. Mencoba untuk menenangkan hati orang dewasa di hadapannya.

Di sisi lain, fenomena hangat itu mencekam tatapan dingin di pinggir ruangan. Sosok kecil itu mengamati dengan diam kehangatan di hadapannya. Untuk saat ini, Jeongin merasa hampa, hatinya terasa sangat kosong, dia tak tahu harus berbuat apa. Harapannya untuk memiliki sebuah keluarga yang utuh dan hangat musnah sudah. Meski kini Hyunjin telah kembali dan terus membujuk dirinya untuk memulai hidup baru bersama, namun Jeongin tak mampu menemukan setitik kehangatan dari uluran tangan pria tampan itu.

" Kenapa kau berdiri disini? Apa kau tidak ingin melihat keadaan Seungmin?" Tanya Changbin yang heran melihat tingkah Jeongin.

" Dokter bulat____"

" Hm?"

" Apa ---- aku ---- seharusnya tidak hidup? Apa --- aku seharusnya tidak dilahirkan?"

" Jeongin! Apa yang kau bicarakan? Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?" Changbin terkejut.

" Selama ini hanya mama yang menyayangiku, tapi karena menyelamatkan aku, mama jadi sakit seperti ini. Apa mungkin --- karena alasan itu juga, kedua orang tuaku membuangku? Apa aku ini hanya anak yang membawa kemalangan pada siapapun yang merawatku? Apa aku seharusnya tidak pernah hidup?"

" Jeongin, tolong hentikan semua omong kosongmu itu. Seungmin seperti ini bukan karena dirimu, ini adalah pengaruh racun yang telah di suntikan seseorang padanya beberapa tahun silam. Jadi --- berhenti menyalahkan dirimu atas apa yang telah terjadi."

[ BL ] BLUE EMERALDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang