32

2.3K 237 28
                                    

DUAR DOUBLE UP.

HAPPY READING

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

"Halo pa"

"Papa dijalan ke sekolah kamu"

"Iya pa"

"Yauda. Papa cuma mau bilang itu. 20 menit lagi sampe"

"Iya pa"

Tuuuut

Niam menutup telponnya secara sepihak. Rama terdiam, membuat jiwa kepo Dika membludak.

"Kenapa ?" Tanya Dika.

"Gapapa. Papa otw kesini" jawab Rama.

"Lah, ketauan dong lu abis gebukin si Leon"

Rama tersenyum. "Liat aja, siapa yang menang nanti. Gua atau Leon"

°°°°°°°°°•••••••••

"Ayok makan dulu buahnya, bagus buah ini biar cepet sehat"

"Tama masih kenyaaang"

"Ayok dimakan dulu"

"Mah. Tama udah makan buat 5 kali sejam ini" ucap Nio.

"Loh masa. Gak inget mamah. Tapi gak papa. Ayok dimakan dulu piring yang ini ya, ini yang terakhir janji. Mamah ke bawah dulu. Mamah kesini lagi harus udah habis ya sayang"

Ajeng meletakkan piring kecil di meja samping tempat tidur, dia berjalan keluar sambil bersenandung kecil.

"Wah gila. Perut gua"

Tama mengelus - ngeluh perutnya yang berasa mau meletus.

Sejak Ajeng datang tadi pagi, Tama sudah makan bubur lima kali, buah lima kali, belum lagi disuruh minum air putih banyak - banyak.

Luka lebam nya sudah diobati lebih dari enam kali oleh Ajeng. Padahalkan obat nya cukup diolesi tiga kali sehari.

"Lu makan itu dah Yo. Nanti Tante ngamuk lu yang kena" ucap Tama.

"Iya, bagi dua ya"

Tama menganggukkan kepalanya, bagaimanapun juga Ajeng seperti itu karena dia ingin Tama cepat sembuh.

Tapi.. yaa gak gitu juga kali ya..

Mereka berdua menghabiskan buahnya, setelah itu diam.

Tama kekenyangan, Nio memikirkan pr nya yang belum selesai. 

"Yo. Rama gak bakal aneh - aneh kan ?" Tanya Tama.

"Gak tau, kata Dika sih bakal ngapa - ngapain" jawab Nio.

"Iya ya. Mana mungkin dia diem aja"

"Iya. Dia sayang banget sama kamu. Pastinya bakal marah besar liat kamu pulang keadaannya begitu"

"Gua lemah gak si Yo ? Cuma bisa ngerepotin orang"

Nio menatap Tama. "Kamu ngomong apa ? Siapa yang ngerepotin ? Siapa yang bilang gitu ? Biar aku hajar orangnya"

Tama tertawa pelan, "Tapi emang bener kok. Makin kesini gua makin sadar, otak gua gak sepinter Rama, gua gak bisa bela diri, gua juga gendut, gua pendek, gua cuma bayangannya Rama"

"Kamu ngomong apa si. Gak ada yang bilang gitu, kamu itu kembaran Rama. Kamu saudaranya. Kamu bukan bayangannya, kamu pendampingnya. Sampai kapan pun kalian berdua bakal terus berjalan berdampingan"

"Hahaha. Gua malu sama diri gua sendiri"

"Udah diem. Kamu mending tidur, gak usah ngomong aneh - aneh"

TaramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang