Part 42

1.4K 222 14
                                    

Salah satu dari dua orang yang baru meninggalkan respsionis bersamaan dengan dia dan Stalin memasuki pintu hotel, membuat mata Quin langsung membesar. Dia yakin, dia tidak salah mengenali orang dan dia sangat bersyukur memenuhi permintaan Stalin untuk menemaninya mengurus pekerjaan di luar kota. Bagi Quin orang yang dilihatnya tadi adalah tanda jika dia telah diberi kesempatan yang tidak boleh dia sia-siakan, di saat dia sedang berpikir bagaimana bisa menemui dan memulai hubungan dengan Morgan, dia melihat pria itu berada di hotel yang sama dengan yang akan dia tempati, sekarang dia tinggal mencari tahu, di kamar mana Morgan tinggal dan tujuan pria itu selama di kota itu.

Stalin sedang menerima telepon dan Quin yang diminta mengurus kunci kamar mereka, melihat ini adalah kesempatan maka Quin langsung menuju meja respsionis, mengurus kamar mereka tentu saja sekaligus bertanya tentang dua tamu yang baru dilayani resepsionis yang melayaninya.

"Terima kasih. Oh ya, apakah tadi adalah tuan Morgan Colton?" tanya Quin, Si resepsionis diam tidak menjawab.

"Tenang saja, aku temannya dan tidak akan mengganggunya. Hanya lama tidak bertemu, berpikir untuk menyapanya. Apakah bisa memberitahukan nomor kamarnya padaku?"

"Maaf nyonya, kami tidak bisa memberitahukan nomor kamar tamu." Kata si resepsionis.

"Oh, baiklah. Aku akan menghubungi telepon genggamnya saja." kata Quin dengan cepat karena melihat Stalin melangkah menuju padanya, dia tidak boleh membuat Stalin curiga padanya ataupun tahu apa yang dia lakukan.

"Sudah sayang?" tanya Stalin.

"Sudah, ayo kita ke kamar." Kata Quin dengan cepat, diiringi tatapan dan gelengan kepala si resepsionis. Jujur saja si resepsionis juga terpana pada tamu dengan nama Morgan Colton, hanya saja saat memasukkan nama itu ke dalam daftar pesanan, nama itu ternyata terdaftar dalam tamu prioritas dan harus mendapat pelayanan terbaik, apalagi saat melihat cincin yang melingkar di jari manis pria tampan itu, dia yakin jika sebagai wanita dia hanya bisa menganggumi dari jauh karena pria itu sudah beristri.

Quin memutar otak, bagaimana cara dia bisa menemukan Morgan?

"Besok pagi-pagi sekali aku harus pergi golf, kamu mau ikut?" tanya Stalin.

Quin seperti mendengar kabar tidak terduga, "Aku ingin istirahat di hotel saja, pergi perawatan tubuh, rasanya lebih menarik daripada berjemur di bawah matahari." Stalin tertawa mendengar jawaban itu. "Sudah kuduga, kalau begitu kamu tinggal di hotel dan jika ingin berkeliling atau berbelanja, pergilah."

Quin mengangguk, "Jam berapa kamu harus pergi besok pagi?"

"Tidak perlu bangun untuk mengantarku, jam 6 pagi pasti terlalu pagi untukmu." Jawab Stalin.

"Baguslah kalau begitu, aku bisa tidur lebih lama lagi." kata Quin sambil tertawa.

Keesokan paginya setelah Stalin pergi, bukannya melanjutkan tidurnya, Quin bangun dan segera berdandan, pukul 7 dia sudah duduk di resto hotel untuk sarapan sambil menunggu orang yang kemarin dia lihat.

***

"Wah, kamarmu lebih besar dari kamar asramaku." Hazel berdecak kagum ketika Morgan menunjukkan kamar hotel yang dia tempati, tentu saja atas permintaan Hazel.

"Tidak perlu mengatakan hal itu karena perbandingannya tidak sesuai. Kamar di penthouseku juga lebih besar dari kamar asramamu." Jawab Morgan sambil tertawa.

Hazel ikut tertawa, "Sayang kamar sebesar itu hanya ditempati beberapa jam."

"Lebih sayang lagi aku menempatinya hanya sendiri." jawab Morgan.

"Kalau itu gampang, kamu tinggal duduk di café , pasti tidak perlu waktu lama dan aku yakin akan ada yang mau menemanimu di kamar itu."

"Aku tidak suka wanita yang mendekati atau tertarik padaku, aku lebih suka pada wanita yang lebih memilih memandang bukunya daripada diriku."

Hello My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang