"Astaga, Griffin! Kamu keracunan air pastinya." Elko meleter dengan cemas, menggeletakkan ember yang mereka pikul bersama-sama, supaya Griffin bisa duduk mengambil napas.
Entah dari mana datangnya, sekonyong-konyong, seorang gadis berambut cokelat kuncir panjang dan bermasker putih menghampiri Griffin, menawarinya sebuah botol yang amat kecil, mirip botol minuman di masa dahulu. "Hai, minumlah ini. Kamu akan merasa baikan." Ucapannya begitu lembut dan menenangkan.
Eilikii? Tidak salah lagi. Ini pasti Eilikii yang tengah bermasker. Karena rambut cokelatnya amat khas dan kulit alabasternya terlihat pada telapak tangan dan dahinya yang terbuka. Sedari tadi, Elko tak sempat memperhatikannya, karena benaknya tersita memikirkan Incantadom, perpeloncoan, dan kehidupan berasrama yang asing baginya.
Griffin tidak mengenali Eilikii yang dicurigainya, karena ia sibuk menekan ulu hatinya yang konon katanya mendidih kepanasan. Kebetulan diakuinya, matanya berkunang-kunang dan pandangannya berbayang. Maka direguknya minuman bening itu, dan cuma dalam beberapa menit ia berseru lega, "ah, rasanya aku kok jauh enakan, deh."
"Itu air apa, ya?" Elko bertanya pada Eilikii yang cuma menyengguk sebagai jawabannya.
Air laut purba. Entah kenapa, kata-kata itu mencelat begitu saja, seakan Eilikii berbicara padanya melalui hubungan telepati. Sepertinya Om Roii pernah menyinggung tentang air laut yang didiamkan sekian lama hingga kadar garamnya nyaris nol persen, dan khasiatnya nyata untuk mengusir gejala mabuk laut. Mungkinkah itu minuman dari air laut purba yang mampu memulihkan segala macam penyakit?
Tiba-tiba Eilikii minta diri, dengan isyaratnya ia menunjuk ke seorang siswi rekan seregunya. Griffin berterima kasih dan Eilikii hanya mengangguk dan mengangkat jari jempolnya. Tak lupa ia melambai pada Elko dan segera melesat pergi. Semuanya begitu cepat dan membuat Elko tak cukup siap mencernanya.
"Siapa sih gadis itu? Kok kayaknya sudah kenal sama kamu, Elko?" Griffin yang tak lagi pucat pasi bertanya.
"Dia ... dia ... gadis yang katamu berbahaya itu. Gadis dari kota laut. Si Eilikii namanya." Elko hati-hati menjawab agar Griffin tidak merasa syok.
"Hah? Eilikii? Waduh, tadi aku minum minuman punya dia. Kok tiba-tiba aku kurang enak badan lagi, ya?" Griffin mengusap perut dan ulu hatinya dengan mimik dibuat-buat kesakitan.
"Heh, Griffin, sudah, jangan pura-pura lagi. Tuh, embernya sudah menunggu dari tadi, ayo kita angkat bareng-bareng, yok."
Alhasil, Elko mengangkatnya seorang diri, karena Griffin mengklaim ia masih dalam fase pemulihan keracunan. Maka ia harus banyak istirahat sementara waktu ini. Untunglah Elko sudah terlatih secara fisik, karena setiap Sabtu dan Minggu, hari dimana ia libur sekolah, ia akan membantu ibunya memungut sampah, memilahnya, dan mengangkutnya ke gudang penampungan sampah Incantadom yang bersebelahan dengan kompleks sekolahnya kini. Ia sudah biasa berjalan kaki dan mengangkat barang yang cukup lumayan berat bukan masalah buatnya.
Kala Elko wara-wiri memanggul ember hitam dari sumur pompa ke balai sampah, jaraknya terhitung tiga puluh meter lebih, Griffin diam-diam menyeringai penuh kepuasan. Sebetulnya air sumur yang diminumnya cuma beberapa tetes saja, ia berpura-pura keracunan, meski memang perutnya agak sakit, dan minuman dari si gadis kota menghilangkan sakit perutnya secara total.
Haha, rasakan si Elko itu. Biar saja dia kerja seorang diri. Biar aku senang-senang mumpung tak ada yang mengawasi. Griffin dengan cerdik memilih istirahat di tempat yang tersembunyi dari pandangan guru pengawas, tepatnya di balik keranjang raksasa berisi sampah plastik, sementara sekian meter dari tempat duduknya, Elko menumpahkan isi ember hitam ke bak raksasa yang memuat air bersih, bersih namun agaknya memang beracun untuk diminum itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incantadom
FantasyTahun 2222 Dua ratus tahun setelah tahun kematian umat manusia. Kasta manusia terbagi menjadi angkasa, lautan, dan daratan. Tiga kasta yang diciptakan keserakahan manusia penguasa, sampah menjadi satu-satunya sumber daya bumi yang tersisa. Seorang E...