Chapter 22 : Kejujuran

112 14 0
                                    

Setelah beberapa kali botol itu berputar. Akhirnya yang mereka tunggu-tunggu botol itu berhenti tepat di hadapan Ravindra.

"Tantangan atau kejujuran?" Tanya Gio dengan wajah yang penuh harapan agar ia memilih kejujuran. Karena sangat banyak hal yang Ravindra sembunyikan dari mereka. "Kalo lama kita yang pilih. 1... 2... 3..., Oke kejujuran."

"Gua belum milih," sela Ravindra.

"Udah kejujuran aja," tambah Vano sambil tertawa kecil. Ravindra hanya menghela nafasnya dan pasrah dengan teman-temannya.

"Yaudah apa?"

"Apa hal yang saat ini lo sembunyikan dari kita semua yang ada di sini. Pasti ada kan. Harus jujur kalo bohong dosa lo," ancam Gio.

Ravindra terdiam lalu memandang mereka yang sangat penasaran. Hingga ia berhenti menatap wajah Fiora yang juga penasaran.

"Kenapa?" Tanya Fiora sambil mengangkat alisnya. "Jujur aja."

"Oke, kayaknya memang gua harus ngomong tentang hal ini ke kalian. Gua harap kalian ga marah," ucap Ravindra sambil tersenyum simpul. "Gua bakal pergi ke luar negeri Minggu depan, gua bakal kuliah di sana. Dan ya itu gak bisa di ganggu gugat. Karena nyokap sama bokap gua udah deal tentang itu." Jelas Ravindra sambil menatap api unggun dengan tatapan kosong.

Mereka semua tentu shock mendengar penjelasan Ravindra. Apalagi Fiora yang ia merasa kalau Ravindra tidak akan pergi lagi meninggalkan dia.

"Kok lu gak bilang sih dari awal Vin?" Tanya Gio.

"Ya kalo Tuhan ngizinin gua bakal balik kali ke Indonesia," kekeh Ravindra sambil tertawa.

"Kok gua ngerasa," balas Vano yang tidak tau dengan perasaannya saat itu. "Lo bakal balik lagi kan? Setahun sekali kek gitu."

Fiora yang dari tadi menatap kosong hanya bisa menghela nafasnya dan langsung pergi begitu saja meninggalkan Ravindra dan teman-temannya. Bagaimana ia tidak sakit hati, dia adalah orang yang paling dekat dengannya. Tapi sepertinya sekarang terlihat kalau dia bukanlah siapa-siapa bagi Ravindra. Hal terpenting seperti ini, Ravindra tidak ada bicara sama sekali, sedikitpun.

"Fiora," panggil Ravindra yang langsung tersadar saat ia bangkit dan pergi. "Gua nyusul Fiora dulu ya, kalian lanjut main aja."

Ravindra langsung pergi begitu saja meninggalkan mereka yang tidak bisa berbuat banyak.

"Fiora!"

"Fiora."

Ravindra berkali-kali teriak memanggil Fiora yang terus berlari menjauh darinya.

"Fiora, dengerin penjelasan aku dulu," teriak Ravindra yang membuat Fiora berhenti. Ravindra langsung berlari dan memeluk Fiora yang ia tau pasti saat ini Fiora sedang menangis.

"Maaf," hanya itu yang terlontar dari mulut Ravindra. "Harusnya aku dari awal bilang ke kamu. Maaf aku harus ninggalin kamu lagi."

"Lo jahat," ucap Fiora dengan isak tangisnya yang begitu menyedihkan.

Tentu saja sedih, siapa yang tidak sedih saat orang yang kita sayang dan kita cintai pergi meninggalkan kita.

"Maaf," ucap Ravindra yang tidak terasa air matanya juga ikut menetes sambil menepuk pundak Fiora agar ia merasa tenang.

"Kita masih bisa berhubungan kan?"

Ravindra mengangguk kepalanya sambil tersenyum tipis. Ia lalu mengecup kening Fiora dengan lembut.

"Doain ya."

"Kok gitu," kesal Fiora dengan suara seraknya karena nangis.

"Kan di pesawat," ucap Ravindra sambil tertawa kecil. "Terus gak di doain?"

"Doain," ucap Fiora lalu memeluk badan Ravindra dengan nyamannya.

"Kalo ternyata aku gak balik-balik gimana?" Tanya Ravindra.

"Ya aku nikah sama yang lain."

"Bagus deh kalo gitu."

"Kok bagus!" Kesal Fiora sambil menepuk dada Ravindra. "Kamu gak ada niat mau nikahin aku?"

"Kok malah bahas nikah sih?" Tanya Ravindra sambil tertawa kecil.

"Kamu kok ketawa mulu?" Tanya Fiora yang entah kenapa malah membuatnya nangis begitu pilu. "Kenapa aku ngerasa kalau kamu bakal pergi jauh banget sih," ucap Fiora menahan tangisnya sambil menepuk dada Ravindra. Tapi tidak bisa, ia terlalu lemah untuk menahan tangisnya.

"Eh kok nangis lagi sih," ucap Ravindra yang bingung. Ia hanya bisa memeluk badan Fiora agar dia bisa tenang dan nyaman.



FIORAVINDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang