"Tu—tunggu..." Napas Jaemin memberat, wajahnya memanas dengan sekujur tubuh yang gemetar.
Pandangannya berpaling dari mata yang sedang menatapinya dari atas, penuh kelembutan.
Mark tertegun melihat ekspresi malu Jaemin saat ini. Wajahnya merona, begitu mengoda.
"Kau tidak menyukainya?" Suara rendah Mark mengalun lembut.
Untuk sesaat Jaemin menahan napasnya. Ada yang salah dengan suara itu. Dia benci—
"Mh..." Jaemin menggeleng pelan. Masih belum berani menatap wajah Mark.
"Lalu kenapa kau menghentikannya?" lirih Mark dengan intonasi stabil. Berusaha untuk tidak terdengar menekan atas sikap Jaemin yang memutuskan ciuman mereka secara sepihak.
"Su—sudah malam. K—kita akan terlambat besok." Jaemin menyerat pandangannya pelan - pelan, memberanikan diri menatap Mark, meski gugup.
Ucapan Jaemin berdasar. Malam sudah menujukan pukul 12 malam. Dan sialnya, Jaemin menyekat kegiatan yang hampir menyentuh gairahnya.
Mark ingin egois pada peringatan Jaemin. Dia belum puas merasakan kekikukan lidah itu saat bersentuhan dengan miliknya.
"Ayo, tidur." Mark mengambur punggungnya di samping Jaemin yang sudah pada posisi membelakangi.
Mark melirik, memadangi punggung sedang Jaemin yang...
"Ahhhah~ ... kau membuatku kesal lagi"
Mark mendekat, lebih dekat dari jarak beberapa detik lalu.
"Biarkan aku memelukmu dari belakang. Aku mohon..."
Jaemin membeku, dia tidak bisa bergerak. Bahkan seru napas Mark yang menerpa tengkuk lehernya terasa panas.
"APAAAAAAAAAA INI APAAAAAAAAAAA! DEMI TUHAN. KENAPAAAAAA BERAKHIR SEPERTI INI."
Sebelum ini, Jaemin merasa Jantungnya sudah berantakkan. Dan semakin tidak terkendali ketika Mark mendaratkan bibir padanya.
Jaemin rasa dia sudah gila membiarkan Mark memulainya dan dia pasrah dengan sentuhan itu.
"Sial, tidak seharusnya kau sesak disana! Oi.. oi... bertahanlah... oi... ini buruk."