*05.10.22‼️VOTE & KOMENT SETELAH BACA ‼️
Tok ... tok ... tok ...
"Mark, sudah waktunya makan malam."
Pintu kamar terbuka. Senyuman hangat menyambut kedua mata pemuda itu saat mereka saling berhadapan, dan itu bukan sesuatu yang dia inginkan. Bukan pada senyuman tulus yang di salahkan, "Tangga itu akan membahayakanmu dan nyawa lain...."
Wanita di depannya terdiam, senyumnya perlahan luntur mendengar ucapan dingin, akan tetapi itu membuatnya tersentuh.
"Kau bisa berteriak."
Dia tahu, dia mengerti dan berusaha memahami kepribadian Mark, sekeras yang sudah diperjuangan, dia kembali tersenyum ceria.
"Peduli dengan caranya yang kaku"
"Heheh... Itu juga bahaya untuku. Ayahmu akan memarahiku."
Mark tidak membalas. Bersikap tidak ingin memperlihatkan rasa hormat dan peduli, tapi juga tidak menujukan sikap kebencian padanya.
Mark keluar dan akan menutup pintu.
"Tunggu. Kamarmu berantakan, kan? Biar sedikit ku merapihkan untuk—"
Mark mencegah lengan Wanita itu tepat menyentuh pintu handle kamar.
"Tidak perlu. Aku sudah merapihkan sendiri."
"Sungguh? Dapatkah aku memastikannya?"
Wanita itu mengabaikan Mark, dia tetap merobos masuk ke dalam kamar.
"Kau tahu, bibi Lin cuti untuk menemui Ibunya yang sakit, itu mengapa kau tidak dapat melihatnya sejak beberapa hari lalu, kan? — ahh... atau kau tidak menyadarinya?"
Kamar itu seperti apa yang di katakan oleh Mark.
"Akhir - akhir ini kau seperti memiliki kesibukan lain... Ayahmu sampai khawatirkan dirimu, Mark."
Mark tidak merespon, hanya mendengarkan apa yang wanita itu ucapakan.
"Ahh... sungguh. Ini rapih, tidak seperti yang ku pikirkan... baiklah... ayo kita turun dan makan bersama."
Luhan namanya. Wanita single yang di nikahi oleh Ayahnya, Kris, dua tahun lalu. Tidak ada persetujuan, perkenalan, bahkan pemberitahuan.
Setelah bertahun - tahun berpisah dan datang mengajaknya tinggal bersama. Kris memberikan kehidupan yang Mark tidak pernah tahu sebelum setelahnya seorang wanita itu menyambut memperkenalkan diri.
"Halo, Mark. Selamat datang, aku Luhan... kau bisa memanggilku Bibi jika kau belum bisa menerimaku sebagai Ibu sambungmu."
Saat itu Mark tidak mampu menyembunyikan kekagetannya menerima kejutan begitu besar dalam hidup. Tetapi, proses pendewasaan yang sedang beranjak dalam dirinya menutup sisi egois, memaksa memahami bahwa ayahnya berhak meraih kebahagian di tempat lain.
"Tidak apa - apa, aku akan memanggilmu dengan sebutan Ibu. Aku perlu menghargai kehidupan baru ayahku."
"Mh. Terima kasih."
"Tapi... aku tidak akan bisa membuat dirimu menjadi satu-satunya Ibuku."
Mark pikir bahwa ucapan yang di lontarkan akan sedikit membuat kuncangan pada Luhan. Itu hanya sebagai peringatan kecil, tetapi dari kata - kata itu Mark dapat melihat jika wanita itu berdiri kokoh oleh pondasi cinta yang telah di bangun bersama dengan Ayahnya.