21.06.23
‼️ TYPO‼️
‼️VOTECOM‼️"Aku ingin berkencan denganmu"
"Eh?" Haechan menoleh terkejut. Kaget setengah mati dari lamunan kecilnya saat melihat pemadangan dari sisi berlawanan yang Mark lihat.
"Jika seseorang mengatakan itu, apa yang dia harapakan?"
"Eh? — ya... tentu sebuah hubungan lebih dari seorang teman."
"Hubungan seperti sepasang kekasih?"
Di dalam perasaan kaget yang kian perlahan berubah membingungkan, Haechan berusaha memahami pembicaraan Mark.
"A— ah, i...iya kira - kira seperti itu."
"Tapi jika orang yang mengatakan itu tidak bersikap sesuai yang di harapkan bagaimana?"
Haechan terus menanggapi Mark, menatapnya penuh meski orang yang sedang bicara tidak membalas dan tidak lepas mengalihkan pandangannya dari sisi itu. Entah apa yang sedang ia lihat dan pikirkan saat ia terus berbicara tanpa melihat ke arahnya.
"Maksudmu?"
Mark terus menatap arah luar, dengan tangan yang menyangah dagu, nyaman yang begitu Haechan enggan rusak. Seolah Haechan bisa merasakan jika ia memaksa Mark untuk melihat ke arahkan, pemuda itu akan marah.
"Seseorang mengatakan ingin berkencan tapi dia tidak menujukan sikap ingin menjalin sebuah hubungan."
Haechan tidak mengerti siapa yang sedang Mark bicarakan. Tidak ada siapapun bayangan yang dia kenal untuk ia duga.
"Ohh... itu aku tidak mengerti kenapa orang itu seperti itu. Normalnya ketika seseorang sudah mengajak kencan, atau dua belah pihak setuju, atau mereka sama - sama menyukainya, sudah pasti apa lagi yang di harapkan selain menjadi sepasang kekasih,'kan?"
"Itu yang aku tahu." Mark menanggapinya.
"Tapi ngomong - ngomong siapa yang sedang kau bicarakan, mark?"
"Novel."
"Ohhh... novel— astaga aku panik! Aku benar - benar dalam keadaan panik." Haechan menghela lega. Ketakutan pada perasaan yang bertepuk sebelah tangan jika seseorang yang dibicarakan Mark adalah sosok nyata.
"Dia suka novel"
"Baguslah! Cintaku tidak bertepuk sebelah tangan! Aaahhhh.... Ya Tuhan... aku sangat panik dan takut sekaligus senang"
Dengan fakta itu dan kepercayaan diri saat ini yang dia punya. Haechan berpikir untuk memberanikan diri.
"Mark..."
"Mh?"
Haechan meremat kedua tangannya kuat - kuat. Desiran darahnya terasa mengambangi seluruh tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Jantungnya terpacu lebih keras dari biasanya, sangat mereshkan dirinya.
"Mark... aku menyukaimu." Pelan dan tenang saat Haechan mengutarakan isi hati.
Mark membeku untuk beberapa saat, ketika kedua telinganya mendengar pengakuan tiba - tiba Haechan. Dia tidak bergerak sama sekali pada saat itu, bahkan untuk melihat bagaimana rupa Haechan saat mengatakannya Mark tidak memiliki keberanian. Karena dia sungguh tidak mengharapkan pria itu memiliki perasaan lebih padanya.
Namun ketika isi kepalanya teringat perilaku Jaemin, sedikitnya Mark menyadari sesuatu dan mulai memahami situasi yang sebenarnya. Mark berasumi bahwa Jaemin ...