Mark turun dari motor Lucas. "Wah, besarnya?!" Mulut Lucas mengaga lebar, matanya melotot penuh melihat gerbang setinggi itu.
"Rumah besar siapa ini, Mark?"
Mark tidak menghiraukan tingkah Lucas yang menjelajah gerbang hitam ketinggi penyanggah jalan play over. Berdiri di sudut gerbang yang membentuk pintu, ketika seseorang di dalam sana melihat keberadaan Mark dengan setelan seragam sekolah, gerbang besar itu pelan - pelan terbuka lebar.
Lucas di kejutkan oleh pergerakan itu. "Wah... apa ini? Dia terbuka? Kenapa bisa?"
"Lucas, bawa motormu kedalam."
"Eh?"
Mark masuk melalui pintu berukuran normal. Lucas buru - buru kembali pada motor dan mengendarai pelan.
"Lurus saja dan ikuti jalan ini..." titah Mark.
Lucas berhenti. "Kau?"
"Kita akan bertemu disana."
"Ah, ok."
Mereka berdua berpisah. Lucas yang menuruti arahan Mark, sedangkan Mark sendiri berada di langkah jalan yang lain.
Arah jalan yang di tunjukan Mark cukup memakan waktu sampai Lucas menemukan tempat yang di maksud. Lobby luas dengan pintu utama yang sama besarnya. Lucas bertanya - tanya dia sebenarnya berada di rumah siapa?
Dan dia sungguh tidak mengira bahwa kota kelahirannya, menyimpan bangunan rumah sebesar Mall. Luas dan juga sangat mewah.
"Oh jadi ini, dinding - dinding besar itu ternyata penutupi tampilan aslinya..."
Lucas segera turun dari motor, tiga pria dengan setelah jass hitam berdiri di depan pintu besar menyambutnya.
"Ohh, jadi begini rasanya jadi orang yang sangat kaya... apa mereka pelayan? Memakai jass? Eh— aku tidak heran, karena di film - film orang kaya memang seperti ini... "
"Mari Tuan. Tuan muda sudah menunggu ada di dalam."
Lucas di tuntun masuk. Melewati pintu besar itu ternyata tidak jauh membuatnya terkejut. Seperti gerbang hitam di depan bukanlah apa - apa dari yang di sembunyikan.
"ASTAGA!!! A—apa ini?!!!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tuan Muda? Siapa yang di mak—"
"Lucas."
"HAAHH?!!!"
Lucas mendongak kaget oleh suara memantul dari atas sana. Mark berdiri disalah satu bagian pembatas.
"Tunggu... tunggu... kenapa kakiku kram... kakiku gemetaran... Mark anak sendok emas. Sial!"