Cerita MarkMin yang ini, ada di Somewhere in your eyes... kalian bisa baca disana, kelajutan kisah mereka di masa depan. Aku beri tanda * untuk kehadiran Mark atau saat cerita MarkMin ada.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di balik helm yang menutupi seluruh kepalanya, mata Jaemin mengedar, mengamati area sekitar tepat saat laju mesin itu melambat dan berhenti di sebuah tikungan jalan yang sepi, disinari lampu penerang jalan. Sebuah bukit kecil di pinggiran kota, dibangun sebagai penghubung jalan.
Punggung Mark sedikit berkedut, sebuah isyarat yang langsung ditangkap Jaemin. Pemuda itu segera turun dari motor dan melepas helmnya, lalu secara refleks menyodorkannya pada Mark.
"Kau tidak menyukai tempat ini?" tanya Mark, menangkap ekspresi datar di wajah Jaemin. Membuatnya sedikit ragu, apakah keputusannya membawa Jaemin ke tempat ini tepat? Jalanan sepi, malam yang dingin, dan hanya mereka berdua. Kediaman Jaemin mendorong pikiran Mark, memaknai hal buruk pada dirinya sendiri.
Namun keraguan itu tak bertahan lama, karena ekspresi Jaemin segera berubah.
"Aku baru tahu tempat ini ternyata lumayan bagus di malam hari."
Air mata Jaemin berbinar. Mark tersenyum tipis, lega. Terdiam dalam melihat ketertarikan Jaemin yang sedang menikmati pemadangan kota.
"Apa ini salah satu tempat persembunyianmu?" Jaemin menoleh Mark sebentar, yang kemudian jalan beberapa langkah, berdiri di depan pagar pembatas, di bawah Cahaya kuning lampu jalan menggantung seperti bintang yang jatuh terlalu dekat ke bumi.
"Bisa di katakan begitu..."
"Apa boleh aku menempatinya saat itu di butuhkan?"
Mark masih enggan meninggalkan jok motornya, hanya melepas helm dan duduk nyaman disana membiarkan Jaemin, seolah pemuda itu berada disana seorang diri.
Suara balasan tidak terdengar di telinga Jaemin, ia menoleh penuh kepalanya.
"Dasar pelit!"
Dan suara balasan sebuah tawa pelan mampu menghangatkan hati Jaemin.
Mark tidak bermaksud melarang, hanya saja jarak dari tempat tinggalnya sampai di tempat ini cukup jauh, dan jika ingin ketempat ini dengan menggunakan kendaraan umum seperti bus rasanya itu cukup sulit, kecuali menggunakan kendaraan pribadi atau taksi. Tapi, kalau ada seseorang yang benar-benar datang ke sini sendirian dengan taksi di tengah malam, Mark yakin si sopir pasti akan berpikir orang itu berniat mengakhiri hidupnya. Tempat ini terlalu sunyi, terlalu asing untuk jadi tujuan yang wajar.
Orang waras mana yang ingin datang ke bukit seperti ini, di malam hari pula? Bisa-bisa malah berakhir didatangi patroli polisi karena dicurigai akan melakukan hal yang tidak-tidak.
"Kau harus punya kendaraan sendiri untuk sampai disini... cukup jauhkan?"
"Tidak sejauh itu. Aku bisa jalan kaki jika memang itu di perlukan."