|MSH 1| Selangkah Untuk Maju

2.8K 135 64
                                    

Ada banyak hal yang mungkin hanya akan menjadi angan, tanpa bisa di wujudkan, kembali pada takdir yang kemudian menentukan sebuah jalan.
🌴🌴🌴🌴

Halo gimana kabarnya?
JANGAN LUPA FOLLOW AKUN INI
HAPPY READING 🌼

Malam ini satu keluarga terlihat asik mengobrol di gazebo rumah mereka. Ada dua orang yang saat ini sedang asyik dengan laptopnya, sementara satu orang tengah asik membaca buku pelajaran yang ada di pangkuannya. Beberapa makanan yang ada di meja bahkan sama sekali tak tersentuh oleh tangan, hanya bisa terdiam tanpa dinikmati oleh beberapa orang yang bahkan sibuk dengan kegiatannya. Sebut saja Mentari yang saat ini terlihat asik membaca buku pelajaran tanpa berhenti.

Namun satu pikiran yang terlintas saat ini membuat ia menutup bukunya rapat-rapat. Matanya menoleh, melihat bagaimana kedua orang tuanya tengah melakukan pekerjaannya di sana. Dua orang yang bahkan selalu ia cintai dan sayangi sampai kapan pun.

"Bun, Yah," panggil Mentari pada Dina dan Surya yang saat ini tengah asik dengan pekerjaannya.

"Ada apa sayang?" tanya Dina seraya menolehkan kepalanya.

"Boleh gak minta waktu kalian? Mentari mau ngomong hal penting," jawab Mentari takut. Jujur untuk berbicara saja ia sudah takut, apa lagi mengungkapkan keinginannya selama ini.

Surya yang mendengar itu tersenyum. Laptop yang menyala kini sudah tertutup. Bahkan badannya yang sedikit menjauh kini merangkul Mentari dengan penuh kasih sayang.

"Boleh, dong. Kapan pun Mentari butuh Ayah dan bunda, kami siap untuk selalu ada," balas Surya membuat Mentari tersenyum.

"Iya, lagian putri bunda mau bicara apa, sih? Tumben keliatan serius banget," tanya Dina yang pertama kalinya melihat ekspresi serius terlihat jelas dari Mentari yang ada di hadapannya.

Mentari terdiam. Apakah ia harus mengatakan keinginannya? Apakah ia harus melakukannya? Tapi keinginan ini sudah lama ada. Ia tak bisa hanya diam saja untuk tetap di rumah.

"Hayo mau bicara apa?" tanya Surya seraya menoel hidung mancung Mentari yang sangat mirip dengan hidung adiknya Raina.

"Mentari mau sekolah di SMA Citra Bangsa."

Sontak Surya dan Dina membeku di tempatnya. Tak ada lagi yang bisa berbicara. Melihat bagaimana permintaan itu timbul dari Mentari membuat mereka kehilangan kata-katanya. Apa yang harus mereka lakukan saat ini? Jawaban seperti apa yang harus mereka berikan atas pertanyaan Mentari saat ini?

"Mentari mau punya teman. Mentari mau bersosialisasi. Enam belas tahun Mentari cuman di rumah. Sekolah di rumah, main cuman sama adek doang, jalan-jalan keluar itu pun sama bunda dan ayah. Mentari mau seperti anak pada umumnya. Bisa sekolah, punya sahabat atau teman, bisa jalan-jalan bareng teman, Mentari juga mau, Yah," timpal Mentari lagi dengan air mata yang menetes deras saat mengungkapkan keinginannya.

Satu hal yang perlu kalian ketahui. Selama 16 tahun lamanya, bahkan ketika Mentari lahir ke dunia, kehidupannya bagai di kurung dalam penjara. Ia hanya bisa sekolah di rumah dengan alasan demi keselamatan dan masa depan Mentari. Homeschooling adalah hal yang ia lakukan dari TK hingga SMP. Kini ia akan menempuh pendidikan SMA nya, masa dimana penuh keindahan saat menjalaninya. Mentari tentu saja tak mau ketinggalan hal tersebut. Ia juga ingin merasakannya. Kalau orang lain bisa, kenapa ia tak boleh? Kenapa ia tak boleh bersekolah dengan alasan yang bahkan sampai sekarang belum ia ketahui karena apa.

"Apa guru yang mengajar kamu tidak asik? Kalau begitu biar kami -----"

"Ini bukan perihal guru, Bun. Ini perihal pengalaman dan kenangan yang mungkin gak akan bisa Mentari dapatkan kalau terus di rumah aja. Mentari mohon, yah, Bun, Mentari janji bakal mengukir prestasi kok. Mentari hanya ingin masuk ke SMA dan punya teman, itu saja," ucap Mentari lagi pada Surya dan Dina yang seolah tak bisa berkata-kata.

"Kenapa Mentari gak bisa keluar? Kenapa Mentari beda sama Dinda? Dinda boleh keluar dan punya teman di sekolahnya. Kenapa Mentari gak boleh?" tanya Mentari yang membandingkan hal yang dirasakan dirinya dengan Dinda adiknya yang bahkan mempunyai kehidupan normal dengan anak pada umumnya.

"Kamu akan tetap sekolah di rumah," ucap Surya kemudian pergi meninggalkan Dina dan Mentari yang begitu kecewa dengan keputusan sang ayah.

Mentari menghampiri bundanya. Ia memeluk dan menangis sejadi-jadinya. Bahkan sampai saat ini di umurnya yang sudah menginjak dewasa permintaan dirinya yang ingin pergi ke sekolah tak pernah di berikan oleh kedua orang tuanya.

"Mentari cuman mau sekolah di luar," pinta Mentari seraya memeluk Dina yang tentu saja bingung harus mengizinkan atau tidak. Ia sudah berjanji pada adiknya Raina, untuk menjaga Mentari seperti anaknya. Kini ketika Mentari sudah besar, ia melihat sikap Mentari persis dengan Raina. Raina yang bahkan sudah melahirkannya ke dunia.

"Bunda bicarakan dulu sama ayah, ya. Mentari ke kamar dulu. Biar bunda susul ayah dan bicarakan hal ini," ucap Dina pada anaknya.

Mentari pun hanya mengangguk seraya mengusap air matanya. Ia meminta pada Yang Kuasa agar sang ayah memberikan kesempatan dirinya untuk pergi ke sekolah bersama teman-temannya.

Dina menyusul Surya yang sudah ia yakini tak akan melepas Mentari pergi ke sekolah biasa. Ada ketakutan dalam dirinya yang sudah terpancar ketika ia memasuki kamarnya. Surya hanya bisa terdiam sembari menatap pemandangan dari balkon kamar mereka.

"Aku gak bisa izinkan Mentari ke sekolah, sayang. Aku gak mau kecolongan lagi. Aku mau Mentari tetap di rumah untuk tetap aman," ucap Surya kala Dina baru saja duduk di hadapannya.

Dina yang mendengar itu sudah tentu mengerti perasaan apa yang hinggap di diri Surya saat ini. Enam belas tahun bukan waktu yang lama untuk mengubur dalam kenangan yang membuat Surya begitu menjaga Mentari saat ini. Hanya satu dibalik apa yang ia lakukan saat ini, ia ingin Mentari bisa meraih masa depannya tanpa pertemanan atau pun seorang pria yang akan merusaknya. Ia tak mau Mentari bertemu dengan Dion yang sudah merusak adiknya begitu dalam hingga Raina tak bisa menjaga anaknya dan meninggal. Ia tak mau itu terjadi lagi pada Mentari.

"Kalau kita tetap diam dan gak membiarkan dia pergi seperti Dinda, Mentari akan memikirkan hal-hal yang mungkin di luar kendali kita. Dia pasti akan punya pikiran kalau dia bukan anak kita. Karena perlakuan kita ke Dinda anak kita dengan Mentari beda. Aku tahu, kamu punya masa lalu yang belum bisa kamu sembuhkan, tapi setidaknya kamu berikan Mentari kesempatan untuk mengenal dunia luar. Aku yakin, Mentari tak akan kenapa-kenapa. Percaya sama aku, mas."

"Tapi kita punya pekerjaan. Kita gak mungkin bisa pantau dia," sahut Surya.

"Mas, Dinda aja menjaga amanah kita, masa Mentari yang sebagai kakaknya tidak bisa kita percaya? Sudah cukup dia di rumah saja. Biarkan dia mengenal dunia luar dengan pengawasan kita. Aku akan suruh sopir untuk jemput dia tepat waktu. Sopir yang selalu ada di saat Mentari butuh. Aku janji itu," balas Dina membuat Surya memikirkannya.

"Oke. Aku izinkan dia untuk bersekolah."

Dina yang mendengar itu pun tersenyum. Tak ada yang lebih bahagia ketika ia melihat senyuman indah terpancar dari Mentari yang ternyata adalah ponakannya, bukan anaknya.

#TBC

Gimana guys part kali ini?

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa komen dan vote ya guys.

Give me 50 komen 🌼🌼

Mentari Sebelum Hujan (SQUEL RAINA HUJAN TELAH DATANG) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang