|MSH 13| Rencana

1.1K 90 22
                                    

Teruntuk Mentari
Ayah memperjuangkan kamu ditengah badai dan gemuruh di malam hari, ditengah derasnya badai dan pembatas di dunia ini. Ayah harap suatu saat nanti, kamu akan mengerti bahwa dibalik rintangan yang menanti ada papa yang selalu mengharapkan kamu untuk kembali.
|Dion Bagaskara|

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴
Halo besti
Ketemu lagi dengan Arum dan Cerita ini
Jangan pernah bosen ya. Give me VOTMENT please 🌼
Happy Reading

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

"Gimana? Apa kamu bisa melihat Mentari?" Pertanyaan itu hadir kala dirinya berbaring di pangkuan sang ibunda.

Dion yang mendapatkan pertanyaan tersebut menggelengkan kepalanya. Ia memejamkan mata ketika sang bunda mengelus lembut rambutnya. Ada banyak hikmah yang bisa ia rasakan setelah terbebas dari penjara. Salah satu hikmah yang sangat berarti baginya adalah, ia bisa lepas dari papanya dan kembali bersama sang bunda yang sudah menjadi tua. Dua puluh tahun bukanlah waktu yang lama. Kala itu umurnya memasuki 16 tahun dan kembali keluar dengan umur yang sudah kepala tiga yaitu 36 tahun. Ia tidak bisa menemani atau menyaksikan anaknya beranjak remaja, hanya bisa menatap bagaimana Mentari mempunyai fisik dan paras yang sama seperti ibunya.

"Kasihan anak bunda. Kamu harus sabar, nak. Bunda paham betul apa yang kamu rasakan sekarang. Bunda harap kamu harus terus berjuang," ucap Rahmah pada anaknya.

"Dion akan terus berjuang sampai Mentari tahu, kalau ayahnya masih hidup. Penyesalan Dion cukup satu kali Bun. Dion tidak mau menyesali hidup lagi karena kehilangan orang yang berarti," balas Dion pada bundanya.

"Itu karma buat Lo. Dulu Lo menyia-nyiakan mereka, sekarang untuk ketemu sama anak Lo aja harus ngumpet dan lihat dari jauh. Dulu di kasih kesempatan sama Raina malah di buang gitu aja," sahut seorang wanita yang baru saja turun dari tangga. Wanita itu terlihat duduk dan memakan puding di tempatnya.

Dion yang mendengar perkataan Saskia terlihat duduk. Ia mengusap wajahnya, menyadari apa yang ia lakukan saat ini adalah sebuah kesalahan fatal baginya. Tidak ada yang salah dari perkataan Saskia. Apa yang adiknya katakan adalah kebenaran. Dulu ia menyia-nyiakan, sekarang untuk memastikan Mentari baik-baik saja, ia harus menunggu berjam-jam di mobil untuk sekedar melihatnya turun dari mobil atau pulang sekolah.

"Jangan mendekati Mentari. Kalau sampai Kak Surya tahu gue kasih alamat rumah mereka, gue gak akan bisa ketemu ponakan gue. Lo ngerti, kan?" tanya Saskia pada Dion.

"Apakah sopan seorang adik berkata seperti itu pada kakaknya bunda?" tanya Dion justru mengadukan hal tersebut pada bundanya.

"Pahami saja Saskia. Dia adalah kamu ketika muda. Saskia terlalu sayang sama anak kamu, makanya dia gak mau aksesnya ketutup untuk berkomunikasi dengan ponakannya," balas Rahma seraya tersenyum. Dalam hati yang paling dalam, ia mensyukuri hidupnya yang sekarang. Walau fisiknya tak lagi sempurna dan semakin tua, setidaknya ketika ia meninggal nanti ia bisa berkumpul bersama anak-anaknya.

"Bunda ralat. Bukan anak Dion, tapi anak Raina. Kan, Dion gak pernah mengakui Mentari anaknya. Lahiran aja gak datang," timpal Saskia lagi membuat Dion yang mendengar itu terdiam.

"Segitu bencinya Lo sama gue, ya?"

Pertanyaan itu membuat Saskia terdiam di tempatnya. Ia tak menjawab apa-apa. Dibilang benci yang ada di perasaan nya saat ini adalah kasihan pada kakaknya. Melihat bagaimana caranya mendekati Mentari membuat ia yakin, bahwa Dion begitu mencintai anaknya. Bahkan ketika pulang bekerja ia selalu melihat Dion ada di depan rumah Mentari untuk menunggu anaknya keluar. Memastikan tanpa mendekati adalah situasi yang begitu menyakitkan bagi kakaknya saat ini.

"Kondisi psikologis anak gue baik-baik aja, kan?" tanya Dion pada adiknya.

"Ada hak apa Lo mau tahu kondisi dia?" tanya Saskia seraya melayangkan tatapan dingin pada kakaknya.

"Saskia," tegur Rahmah ketika rasa benci itu masih tersimpan dalam di dasar hati anak perempuannya.

"Pertanyaan Saskia gak salah Bun. Dion emang gak punya hak, walau pun dia ayahnya. Raina sendiri yang bilang jangan biarin Dion dekatin anaknya. Untuk masalah kondisi psikologisnya, serahin Mentari ke gue. Lo gak perlu tahu dan gak ada hak untuk itu. Sampai sini paham, kan?" tanya Saskia begitu menggebu-gebu.

"Gue ayahnya. Gue ber -----"

"Kemana aja dulu? Sekarang Lo akui dia anak Lo! Dulu Lo buang sahabat gue gitu aja! Lo manusia bukan?!" tanya Saskia dengan nada yang tinggi.

"Astaghfirullah, nak. Sudah lah. Kita sama-sama berjuang untuk Mentari. Bunda ini semakin tua, lambat laun pasti akan meninggal juga. Sebelum itu bunda ingin memeluk cucu bunda. Jadi jangan bertengkar. Ini bukan tentang siapa yang salah, nak, tapi tentang bagaimana Mentari bisa dekat dengan keluarga kita," jelas Rahmah yang sedih melihat Dion dan Saskia selalu bersitegang seperti ini.

"Bunda jangan bilang kaya gitu dong," tutur Saskia merasa tak suka.  "Udah lah, Saskia gak mau berantem. Saskia mau tidur aja."

"Mulai besok gue jadi guru dan wali kelas Mentari," ucap Dion secara tiba-tiba membuat Saskia yang ingin menaiki tangga menghentikan langkahnya.

Saskia yang mendengar hal itu begitu terkejut di tempatnya. "Lo gila?!"

"Cuman itu satu-satunya cara gue deket sama anak gue sendiri. Gue mau Mentari tahu, kalau ayah kandung nya masih hidup. Gue juga mau Raina di akui sebagai ibunya, bukan Tantenya. Lo pikir Raina gak sedih? Kalau anaknya sendiri panggil dia Tante? Bukan Ibu?" tanya Dion dengan mata yang berkaca-kaca. Beberapa hari ini ia selalu memimpikan Raina. Raina yang berada di hadapannya namun tak bisa ia genggam tangannya. Ia melihat jelas Raina hanya terdiam menatapnya dengan air mata yang terus menetes setiap kali ia menyapanya dalam mimpinya.

"Jangan bawa-bawa Raina!" seru Saskia pada kakaknya.

"Gue berjalan atas kemauan sendiri. Gue gak butuh saran dari Lo. Gue ayahnya, gue berhak memperjuangkan dia. Gue emang salah, gue emang bodoh, gue emang berengsek, tapi apa salah kalau gue mau Mentari tahu keberadaan gue sebagai ayahnya? Gue sama Raina adalah kesalahan. Tapi untuk Mentari adalah sebuah berkah dan semangat untuk gue hidup. Mungkin kalau bukan karena kehadiran dia, gue akan bunuh diri menyusul Raina setelah lepas dari penjara."

Tatapan Dion kini menatap adiknya. Air matanya luruh begitu saja. Ia tahu Saskia memang membencinya, tapi ia juga punya hak yang sama untuk menjaga anaknya.

"Sekeras apa pun kak Surya menjauhkan gue dan anak gue, gue lebih keras lagi memperjuangkan hak gue sebagai ayahnya. Emang gue gak sedih? Hidup selama 36 tahun, punya anak, tapi anak gue gak pernah panggil gue ayah? Jangankan kaya gitu. Untuk ketemu pun gue susah. Lo gak tahu rasanya kaya apa, karena Lo belum menikah. Gue harap Lo paham," ucap Dion yang kemudian menghapus air matanya dan berjalan melewati Saskia yang terdiam di tempatnya.

#TBC

SPAM KOMEN AKU UP DOUBLE HARI INI GUYS

KIRA-KIRA DI PART SELANJUTNYA BENERAN BISA GAK YA?

YUK SPAM KOMEN UNTUK KELANJUTAN PART NYA. AKU TUNGGU GUYS 🥰🌼

FOLLOW ME

NEXT?

SAMPAI BERTEMU DI PART SELANJUTNYA 🌼

Mentari Sebelum Hujan (SQUEL RAINA HUJAN TELAH DATANG) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang