Assalamualaikum teman-teman. Give me VOTMENT please 🌼 Jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa komen dan vote guys 💜 FOLLOW ME:
Akun Instagram: Shtysetyongrm
Tik tok: Seblakkerupuk56
------------------------------------------------------Adanya kehidupan, sudah jelas bersanding dengan kematian. Terkadang manusia tidak tahu dan tidak menyadari seberapa penting seseorang ada di samping kita dan menemani kita. Sebaliknya seseorang akan paham dan merasakan kehilangan ketika orang tersebut pergi meninggalkan nya. Terkadang manusia harus diberikan tamparan keras tentang takdir yang bisa berubah kapan saja, walau manusia itu sendiri punya rencana indah dalam hidupnya.
|Mentari Sebelum Hujan|🌴🌴🌴🌴🌴
Ada rasa senang dalam hati, ketika seseorang yang kita sayangi baik-baik saja di dunia ini. Tuhan memang mempunyai rencana, tapi dibalik itu semua ada usaha manusia untuk merubah takdir mereka. Mungkin itu lah yang dipikirkan oleh Dion saat ini. Masa remajanya begitu sulit untuk ia lalui. Di umur 16 tahun ia harus mendekam di penjara karena kasus kekerasan seksual, lebih tepatnya pemerkosaan yang ia lakukan pada Raina. Saat itu ia harus di penjara selama 12 tahun lamanya. Keluar dari penjara ketika umurnya sudah menginjak 28 tahun. Saat itu hidupnya begitu berubah. Tidak ada lagi gairah hidup baginya, tidak ada lagi kehidupan dalam jiwanya, namun itu semua tergantikan ketika ia bertemu dengan anaknya tepat di pemakaman Raina berada. Tiga tahun lamanya setelah ia keluar dari penjara ia memilih untuk mengamati anaknya, melihat bagaimana anaknya terus berkunjung bersama keluarganya ke makam Raina membuat ia memiliki tekad dalam hatinya. Tekad untuk kembali hidup dan menemani, menjaga, dan mengasihi anaknya.
Saat ini umurnya telah menginjak kepala tiga, tepatnya 31 tahun. Sudah bukan rahasia umum lagi, jika Dion yang playboy kini berubah menjadi pria sejati dan setia yang tidak mencintai siapa pun di dalam hatinya. Saat ini ia telah bertemu dengan anaknya, berbincang, dan menanyakan kabarnya sebagai gurunya. Ada rasa sesak di hatinya, ketika Mentari menyebutnya pak dibandingkan ayah. Namun bagaimana lagi? Mungkin ini sudah jadi pilihannya untuk ia menerima karma atas perbuatannya.
"Apakah saya boleh masuk ke dalam pak? Pasalnya langit sepertinya akan turun hujan," tanya sopir pribadi Dion.
"Tidak usah. Cukup di sini saja," balas Dion yang kemudian turun dari mobilnya. Dion berjalan menyusuri jalan berpaping untuk sekedar melepaskan rindunya pada Raina. Kebetulan lokasi kuburan Raina yang tidak terlalu jauh dari mobilnya membuat ia bisa leluasa datang kapan saja.
"Assalamualaikum cantik," sapa Dion seraya menaruh bunga tulip tepat di atas tanah kuburan milik Raina.
Dion kemudian duduk bersimpuh di makam Raina yang terlihat selalu basah karena kedatangan Mentari setiap pulang sekolah. Ia terlihat mengusap pusara milik Raina dengan tangan yang bergetar hebat di tempatnya. Setiap kali menemuinya, ada perasaan bersalah yang tidak bisa ia jabarkan menggunakan kata-kata.
"Hari ini aku bertemu dengan anak kita. Dia cantik seperti kamu, ibunya. Andai kamu tidak meninggalkan dunia, mungkin keluarga kecil kita bisa merasakan bahagia. Anak kamu tidak perlu memanggil kamu dengan sebutan Tante dan menyebutku sebagai gurunya," ucap Dion bercerita pada Raina yang tak akan bisa menjawabnya.
"Aku merindukanmu, Raina," jelas Dion lagi seraya menundukkan kepalanya. "Aku menyesal. Aku menyesali semuanya. Aku ingin kamu kembali. Apakah masih ada keajaiban untuk kita bersatu kembali?"
Dion mengutarakan harapannya. Harapan yang tidak mungkin terjadi dan terkabul saat ini. Bagaimana pun tubuh Raina sudah bersatu dengan tanah. Bahkan ketika di gali pun, wajahnya tidak terlihat lagi. Yang ada hanya tengkorak dan tulang belulang yang menyatu dengan tanah.
"Aku menyesali nya. Aku menye ---" Dion tak sanggup mengutarakan kata-katanya. Ia semakin merutuki kebodohannya dan hanya bisa menangis di hadapan pusara Raina.
Andai waktu bisa kembali, yang Dion inginkan adalah berkumpul dan menikahi Raina untuk hidup bersamanya di dunia ini. Namun itu hanyalah Andai yang tak bisa menjadi realita saat ini. Semuanya sudah terlambat. Hanya penyesalan yang bisa ia rasakan saat ini.
"Bapak ngapain ke sini?" tanya seorang remaja yang tiba-tiba berdiri di samping Dion. "Kenapa bapak nangis di depan makam Tante saya?"
Mendengar hal tersebut, Dion segera menghapus air matanya. Ia bangkit dan menatap Mentari yang seperti dugaannya akan datang ke makam Raina untuk bercerita.
"Bapak kenal sama Tante saya?" tanya Mentari yang kebingungan di tempatnya.
"Kamu sendiri ngapain ke makam Tante kamu?" tanya Dion pada anaknya.
"Jawab dulu pertanyaan saya pak. Bapak ngapain ke makam Tante saya? Bapak mau merusak makam Tante -----"
"Saya dan Raina adalah kita," balas Dion seraya menatap sendu mata Mentari yang terlihat bingung di tempatnya.
"Kita? Maksudnya pak?" tanya Mentari yang memang begitu polos sama seperti Raina kala itu.
"Saya dan Tante kamu adalah teman. Makanya saya kenal sama kamu," balas Dion atas pertanyaan Mentari.
"Tapi, pak. Usia saya baru 16 tahun. Yang mana Tante dan bapak berteman saya belum lahir dari rahim bunda," sahut Mentari dengan pikirannya.
Dion yang mendengar itu terdiam. Sungguh pintar anaknya. Polosnya Mentari adalah kepolosan Raina yang ia rasakan kala itu. Tatapan Mentari adalah tatapan Raina ketika saling bertemu kala itu. Jujur ia menemukan banyak kesamaan Raina dalam tubuh anaknya Mentari.
"Bunda kamu siapa?" tanya Dion pada Mentari.
"Emangnya saya perlu kasih tahu bapak? Siapa nama bunda saya?" tanya Mentari lagi.
"Kamu itu sama seperti Raina. Saya jadi rindu," ucap Dion ingin mengelus rambut anaknya, namun harus tertahan karena Mentari terlihat menjaga jarak dengannya.
"Jangan sentuh rambut saya pak. Kata bunda jangan pernah biarkan orang asing dekat atau pegang anggota tubuh saya. Walaupun bapak guru saya, tapi tetap saja, saya dan bapak adalah asing," jelas Mentari tepat sasaran hingga hati Dion merasakan sesak saat ini.
"Jadi bapak tahu nama saya dari mana?" tanya Mentari lagi pada Dion.
"Saya tidak butuh orang lain untuk tahu kamu siapa dan nama kamu siapa. Kalau begitu saya permisi ya, Mentari," balas Dion tersenyum dan berjalan meninggalkan anaknya saat ini.
Dion sempat melihat keatas untuk mengamati langit yang semakin gelap. Ia berjalan dengan cepat memasuki mobilnya. Melihat dari kaca mobilnya, Mentari sedang berdoa dan terlihat bercerita di sana.
"Tolong kasih anak itu payung dan jas hujan, ya, pak Anton," pinta Dion pada sopir pribadi nya.
"Baik, pak," balas sopir pribadi Dion yang segera turun dari mobilnya untuk memberikan sebuah payung pada Mentari anaknya.
Dari balik kaca mobilnya, tatapan sendu terlihat dari kedua matanya. Menginginkan anaknya untuk mengenalinya, tapi apa hak nya? Tidak ada selain menanam benih padanya.
#TBC
GIVE ME VOTMENT PLEASE 💜
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN GUYS 🥰
FOLLOW ME
NEXT GAK NIH?
MENURUT KALIAN DION BERHAK GAK ATAS MENTARI 😭💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Sebelum Hujan (SQUEL RAINA HUJAN TELAH DATANG)
FanfictionAkan banyak ujian di hidupmu jika kamu benar-benar berjuang melalui proses yang ada. Setiap tetesan air mata, doa yang selalu teriring untuk pencapaiannya, nyatanya kembali pada takdir yang menentukan semuanya. ~Mentari Putri Diana~ Bercerita tent...