|MSH 12| Hanya Sebatas Wajah

1.1K 93 10
                                    

Orang yang bersalah tak akan pernah hidup tenang, ketika berada di dunia. Mereka akan terus mencari cara melepaskan tekanan dalam dada, sampai mereka benar-benar tak merasakan penyesalan di hatinya.
|Kata MSH|

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

Happy Reading teman-teman
Enaknya cerita ini up tiap hari atau gimana guys?
Follow ME
🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

Terik matahari sudah berganti gelap saat ini. Cahaya dan udaranya yang begitu panas kini terganti dengan langit gelap yang menyelimuti. Cuaca kota Jakarta memang sedang berubah setiap hari. Terkadang terik matahari seolah berada satu jengkal dari diri. Terkadang pula rintikan hujan tiba-tiba datang tanpa permisi. Mungkin itu pula yang membuat Dinda begitu khawatir hujan akan tiba-tiba turun ketika langit gelap seperti ini. Ia terus menatap jam yang melingkar indah di tangannya. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 15.00 sore, namun kenapa Bundanya atau ayahnya tak menjemput mereka berdua? Ya, walau pun saat ini yang menunggu di pos satpam adalah Dinda tanpa Mentari yang harusnya berada di sisinya.

"Duh, Kak Mentari mana, sih. Masa lama banget piket kelasnya. Dinda semacam orang hilang di sini," ucap Dinda seraya menatap ke arah gerbang SMA, berharap ketika ia menatap, kakak perempuannya itu terlihat di sana. Namun penantiannya sia-sia saja.

"Mbak, bukannya SMA Citra Bangsa sudah pulang dari tadi, ya? Terus mana kakaknya?" tanya satpam SMP Citra Bangsa.

"Kak Tari lagi ada piket kelas, pak. Makanya Dinda belum hubungi Bunda untuk jemput," balas Dinda pada pak Satpam.

"Mau es gak?" tanya pak satpam itu lagi.

"Enggak, pak. Terimakasih," balas Dinda menolak dengan sopan.

Perlu kalian ketahui, bukan hanya Mentari yang dijaga, namun Dinda juga diberikan sebuah nasehat yang terlalu banyak jika ia ingin sekolah di luar rumah. Beberapa nasehat itu adalah tidak boleh pacaran, harus pulang bersama dengan kakaknya, dan tidak menerima barang apa pun termasuk makanan dari orang yang tidak di kenal. Itu lah mengapa ia menolak secara halus pemberian satpam sekolah. Walau sudah kenal, ia juga harus mengingat nasehat bundanya. Tidak mungkin sang bunda memberikan nasehat tanpa makna yang terkandung di dalamnya.

"Oh, ya, sudah. Saya periksa kelas dulu, ya," ucap pak satpam yang diketahui bernama Toni.

"Silahkan pak."

Sendiri itu lah yang ia rasakan saat ini. Berulangkali ia menggerakkan kakinya merasa tak nyaman lagi untuk duduk dan menunggu kakaknya. Bahkan panggilan telepon nya pun sulit sekali untuk di angkat. Apakah kak Mentari baik-baik saja di sana? Mengingat untuk pertama kalinya kakaknya sekolah di luar rumah membuat hatinya selalu waspada.

Ketika ia menunggu dengan memainkan ponselnya, tiba-tiba sebuah mobil Alphard berwarna hitam terhenti di hadapannya. Ia hanya menoleh sekilas dan beranggapan bahwa mobil tersebut adalah wali murid yang ingin menjemput anaknya. Namun suara derap kaki yang berjalan mendekatinya, membuat ia mengangkat kepalanya. Melihat jelas seorang pria dewasa Madya saat ini tengah menatapnya. Mungkin jika di gambarkan dari umurnya, pria ini seperti om nya. Pakaian nya pun begitu rapi dan wangi baginya.

"Ada apa ya, pak?" tanya Dinda yang tentu saja berdiri dan memundurkan tubuhnya.

"Tenang saja. Saya tidak akan macam-macam kok," balas pria tersebut membuat Dinda tetap antisipasi di tempatnya.

Mentari Sebelum Hujan (SQUEL RAINA HUJAN TELAH DATANG) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang