Demam

12 8 0
                                    

Pagi hari ini, terlepas dari apa yang terjadi pada Fashakira dan Arvino semalam. Kini keduanya sedang tertawa riang diatas motor sport milik lelaki berperawakan tinggi 174 cm itu.

Berbagai macam celotehan Fashakira, Arvino dengan senang hati mendengarnya. Dan itu, membuat kebahagiaan tersendiri bagi Fashakira.

Kedua orang tua Fashakira sudah berangkat kerja sejak pagi sekali. Jadi Fashakira tidak begitu khawatir akan kedekatan mereka.

Waktu terus berjalan dan saat ini keduanya sudah sampai di area  parkir sekolah.  Arvino tengah membukakan helm untuk Fashakira, dia begitu perhatian pada gadis itu.

"Aku bisa sendiri kak Arvin!" ujar Fashakira dan menatap tajam ke arah lawan bicaranya itu dia masih kesal karena obrolan semalam.

"Gemes banget sih Ca kalo lagi ngambek gitu." Arvin tertawa renyah memberi respon ke Fashakira.

Setelah itu, gadis dengan map di tangannya berlalu meninggalkan Arvino yang tengah meletakan kedua helm miliknya.

"Caa, tungguin gue!" Arvin sedikit memekik.

"Bodo, mending aku duluan aja." gumamnya sambil menghentakan kakinya kesal.

Arvino berjalan mensejajarkan langkah Fashakira, untung saja langkah gadis itu kecil bagi Arvino jadi dia dengan mudah menggapainya hanya dengan melangkah tiga kali.

Tanpa praduga apapun Arvino menggenggam tangan Fashakira dan hal itu tidak lepas dari pandangan Brianna yang saat itu tengah berada di koridor sekolah.

"Gue ga akan biarin Arvino dekat sama lo terus Fasha! Awas aja apa yang bakal gue lakuin." Brianna berujar pelan menampilkan smirk setelah itu dia pergi entah kemana.

"Udah sana kak pergi ke kelas! Aku udah sampe di depan kelas, huuss huss sana pergi!" ucap Fashakira mengibaskan kedua tangannya.

"Oh jadi lo ngusir gue? Awas aja apa yang bakal gue lakuin nanti." tukas Arvino sambil mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum usil ke arah gadis itu.

"Ga takut juga sih," jawab Fashakira.

Arvino tidak menjawab perdebatan kecil itu dan sekarang dia malah mengusap rambut Fashakira sampai rambut gadis itu tidak beraturan, sebelum mendapat amukan dia berlari menjauhkan dirinya dari hadapan gadis itu.

Fashakira segera berbalik memasuki ruang kelas dengan perasaan campur aduk dengan kondisi ruangan lumayan ramai. Tidak ada di pikirannya jika mereka semua melihat adegan menggemaskan yang baru saja dia alami beberapa menit lalu.

Padahal, diseberang sana ada gadis yang menggeram kesal melihat itu semua.

Bel masuk pelajaran pertama bergema di seluruh gedung SMA BHINNEKA mereka semua berhamburan untuk memasuki kelas masing-masing.

Saat pelajaran berlangsung, Fashakira tidak fokus dengan materi yang tengah di jelaskan oleh gurunya, dia menundukan tubuhnya sampai menyentuh meja belajar.

Beberapa menit setelahnya, pandangannya mulai kabur kemudian mata indah itu tertutup, dia tertidur sangat tenang.

***

"Fasha? Yah tidur." ujar Angela menggerakan tubuh Fashakira.

Raina yang duduknya berada di samping gadis itu pun menggeser tubuhnya untuk lebih mudah menggapai Fashakira.

"Sha demam! Badannya panas banget, gue ke UKS dulu ambil obat, lo jagain dia." ucap Raina lalu segera pergi dari kelas.

"Tunggu, gue ikut!" tukas Angela sedikit berlari menyamakan langkah Raina.

"Sha bangun dulu yuk! Makan ini sedikit aja nanti minum obatnya." Inggrid menawarkan bekal makanannya pada gadis itu.

Setelah itu, Fashakira menegakan tubuhnya di kursi, menetralkan penglihatannya dari cahaya yang masuk ke dalam retina.

Tidak lama mereka kembali ke kelas membawa sebutir obat penurun demam.

"Udah makan?" tanya Angela.

"Udah," Yang menjawab adalah Inggrid, Fashakira hanya menganggukan kepalanya saja.

"Ini obatnya. Bisa minum obat tablet kan?" tanya Raina memastikan.

"Udah bisa dong, gue bukan anak SMP lagi kan sekarang" Fashakira tersenyum lemah saat ditatap datar oleh ketiganya.

Dulu, saat mereka pertama kali bertemu, tepat di waktu Fashakira sakit gadis itu ternyata tidak bisa menelan obat tablet tidak ingin merepotkan lebih jauh lagi akhirnya dia terpaksa mengunyah kasar obat itu. Walaupun sangat pahit tapi dia berusaha terlihat baik-baik aja.

Dia menyembunyikan hal itu dari Arvino karena tidak ingin dipandang lemah dan berdoa lelaki itu tidak akan pernah tahu.

"Jadi ke kantin?" Fashakira malah menanyakan hal itu.

"Lo kuat jalan? Ga pusing?" Raina terlihat khawatir.

"Gapapa, gue udah sedikit mendingan." Lagipula memangnya dia patah tulang? Dia hanya demam biasa, setelah dikasih obat kemudian sembuh. Begitulah pikirnya.

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang