135

136 17 1
                                    

Aku kembali menghela nafas saat mendengar suara barang jatuh di aula, aku tebak kekasih si Moony.

Nymphadora dibalik pribadi-nya yang mencolok dia juga ceroboh. Aku sampai heran bagaimana bisa Moony yang lemah lembut begini dipasangkan dengan dia? Tapi ya, jodoh siapa yang tau?.

Raungan dan jeritan kembali terdengar, kali ini lebih kasar. Ayah dan Moony yang mendengar  itu buru-buru keluar seakan dunia bisa kapan saja runtuh karna suara itu.

Aku bangun dari dudukku mengikuti mereka dari belakang dengan malas.

"Diamlah, kau wanita tua jelek yang mengerikan, DIAM!" aku melipat kedua tangan melihat ayah yang membentak lukisan nenek.

Ayah dan Moony dibantu Molly sedang menarik-narik tirai untuk menutupi lukisan, Nymphadora terlihat membungkuk-bungkuk meminta maaf, dan anak-anak yang dipanggil untuk makan malam hanya memperhatikan berdiri di tangga.

Mata lukisan nenek membesar dengan kemarahan yang terlihat jelas ketika dia melihat ayah.

"KAAAAU! PENGKHIANAT KELUARGA, YANG PALING DIBENCI, DARAH DAGINGKU YANG MEMBUAT MALU!"

Aduh telingaku pengang. Aku putuskan untuk membantu. Aku berjalan hingga tubuhku menghadap lukisan dan membuat atensi nenek hanya kepadaku.

"Nenek" aku memanggilnya dengan tenang.

"Arlynx.. " teriakannya terhenti dengan nafasnya yang terengah.

"Iya ini aku" aku kembali menjawab sambil memberikan kode pada ayah dan Moony untuk mereka mundur dengan menggerakan kepala ke kiri, menuju tangga ke dapur bawah.

Ayah dan Moony mundur dengan perlahan, Moony kelihatannya menggiring anak-anak yang lain sedangkan ayah ragu-ragu meninggalkan aku sendiri jadi aku mengangguk sebentar padanya yang dibalas anggukan juga.

"Mereka orang-orang Aneh Arlynx" nenek kembali mengeluarkan sapu tangannya.

"Tidak usah khawatir, aku akan mengawasi mereka. Nenek istirahat lah"

"Baiklah, hati-hati ya cucuku" nenek menatapku dengan raut putus asa.

"Iya, baiklah tidak usah khawatir" aku tersenyum tipis sambil pelan-pelan menutup tirainya, nenek menempelkan telapak tangannya di bibirnya kemudian memberikannya padaku, walau terhalang dan tidak akan sampai.

Aku mempertahankan senyumku hingga tirai sepenuhnya tertutup lalu menghela nafas lega. Aku benar-benar ditinggal sendiri, yah lagipula hanya aku yang bisa menangani lukisan ini dengan tenang. Yang lain mengatasinya dengan menarik paksa tirai nya  atau mengotak-atik lukisan dengan tongkat mereka yang mana tidak mempan.

Aku khawatir dengan tirainya, nanti pengeluaranku bertambah.

Turun ke bawah menyusul mereka, ngomong-ngomong ternyata lorong ini gelap. Nanti aku akan membeli lentera atau aku buat? Terserah nanti saja.

Aku masuk ke ruangan dikejutkan dengan Pottah yang tiba-tiba berdiri dari duduknya setelah melihatku membuat orang-orang menatapnya. Aku menaikan satu alis, ada apa dengannya?

"Tom Riddle?" dia bertanya dengan ragu.

SEMBARANGAN!

Aku menghiraukan hal itu dan meneruskan langkahku hingga duduk di sebelah kanan ayahku tepat di sebelah kananku duduk Moony.

"Sepertinya rabun matamu semakin parah Pottah" aku tersenyum kesal.

"Anakku tampan begini dipanggil Tom Riddle" ayah menggerutu dengan suara rendah hingga hanya aku yang nendengarnya.

Sebenarnya aku malu mendengarnya hingga berdehem untuk menyembunyikannya.

"Musim panasmu menyenangkan sejauh ini?" ayah bertanya pada Pottah, aku hanya menyimak.

"Tidak, malah menyebalkan" kata Pottah.

Untuk pertama kalinya, sesuatu mirip seringai berkelebat di wajah ayah.

"Tidak tahu apa yang kau keluhkan, aku ini"

"Apa?" kata Pottah dengan tidak percaya.

"Secara pribadi, aku akan menyambut serangan Dementor. Pergumulan maut demi jiwaku pastilah akan menghilangkan suasana monoton dengan baik. Kau kira kau kesusahan, setidaknya kau masih bisa keluar dan ke sekitar, merenggangkan kakimu, berkelahi sedikit ... aku telah tersangkut di dalam selama sebulan"

"Bagaimana bisa?" tanya Pottah sambil merengut.

"Karena Kementerian Sihir masih mengejarku, dan Voldermort sekarang pasti sudah
tahu semua tentang aku jadi Animagus, Wormtail pasti sudah memberitahunya, jadi samaran besarku tidak berguna. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk Order of Phoenix ... atau begitulah yang dirasakan Dumbledore" Ada sesuatu mengenai nada yang sedikit datar dalam suara ayah ketika mengutarakan nama Dumbledore yang memberitahu Pottah bahwa ayah juga tidak terlalu senang kepada Kepala Sekolah itu.

Pottah pasti merasakan aliran kasih sayang mendadak untuk ayah angkatnya. Yah jelaslah ayah tidak menyukai pak tua itu, termasuk aku juga. Sepertinya siapapun yang tau sisi manipulatif orang tua itu jadi tidak menyukainya.

"Setidaknya kau tahu apa yang sedang terjadi" Pottah berkata dengan tertahan.

"Oh yeah" kata ayah dengan sarkastis.

"Mendengarkan laporan-laporan Snape, harus menerima semua petunjuk sindirannya bahwa dia di luar sana mempertaruhkan hidupnya sementara aku duduk bersandar di sini melewati waktu yang menyenangkan ... bertanya kepadaku bagaimana kelanjutan pembersihan --"

"Pembersihan apa?" potong Pottah.

"Mencoba menjadikan tempat ini cocok untuk tempat tinggal manusia" kata ayah, sambil melambaikan sebelah tangan ke sekeliling dapur yang muram itu.

"Tak ada yang tinggal di sini selama sepuluh tahun, tidak sejak ibuku meninggal, kecuali kau menghitung peri-rumahnya yang tua, dan dia sudah jadi sinting -- belum pernah membersihkan apapun untuk waktu yang sangat lama dan Arlynx yang hanya berdiam diri di kamarnya sepanjang liburan musim panas" ayah menyeringai mengejek padaku membuat Pottah jadi melirik ke arahku, aku balas dengan mengangkat satu alisku

'Apa?!' itu maksudnya.

"Sirius," kata Mundungus, yang tampaknya tidak memperhatikan percakapan itu sedikitpun, tetapi telah memeriksa dengan seksama sebuah piala kosong.

"Ini perak padat, sobat?"

"Ya," kata ayah, sambil mengamatinya dengan tidak suka.

"Perak ukiran goblin abad kelima belas yang terbaik, diberi cap dengan lambang keluarga Black."

"Itu 'dah mengemupas" gumam Mundungus, sambil menggosoknya dengan lengan bajunya.

Tapi kemudian, atensi kami yang semula kesal pada Mundungus berubah karna suara teriakan.

"Fred -- George -- JANGAN, BAWA SAJA!" Molly menjerit dengan putus asa.










Voment cuy

Sirius Son vTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang