109

140 18 2
                                    




Arlynx berubah menjadi pemurung.

Biasanya dia berlarian di sekitar aula dengan patronus buatannya atau mengganggu Kracher tua.

Tapi kini, Arlynx hanya berdiam di kamarnya. Membaca buku, melamun, membolak-balik halaman buku.

Terkadang, Walburga mendapati Arlynx menenggelamkan kepalanya diantara kedua lututnya. Menangis tanpa suara, Walburga tau itu. Dia melihat tubuh Arlynx yang bergetar.

Sesak menghampiri Walburga.

Sudah ditinggalkan sang ibu, Arlynx juga berpisah dengan ayahnya.

"Arlynx"

Tuan yang memiliki nama menegakan kepalanya dari buku yang dibaca menatap orang yang memanggilnya.

"Ada apa nenek?"

"Ayo kita jalan-jalan" membuat wajah Arlynx berubah menjadi bingung.

Walburga tau keadaan di luar belum sepenuhnya membaik. Tapi setidaknya dengan angin segar di luar bisa membuat suasana hati membaik.

Bergandengan tangan mereka tertawa dengan riang. Walaupun tidak selepas dulu, Walburga bersyukur Arlynx masih bisa bahagia.

"Oh ada ice cream" Walburga menunjuk penjual ice cream pinggir jalan yang begitu penuh oleh antrian para penyihir.

"Nah Arlynx tunggu disini ya jangan kemana-mana, jadi anak yang pintar" Arlynx mengangguk sambil tersenyum.

Walburga membuat Arlynx menunggu di depan kios yang teduh.

Yah sebenarnya dia bisa saja membeli gerobak ice cream dengan penjualnya itu.

TE. TA. PI

Dia tidak mau hal itu dilihat Arlynx dan membuatnya meremehkan orang lain hanya karena dia banyak uang (Black).

Oleh karena itu, Walburga repot-repot mau mengantri.

Di sisi lain..

Arlynx menunggu dengan tenang sesuai instruksi neneknya. Bisa dilihat dari sini neneknya itu berulang kali menoleh ke arahnya dan tersenyum.

Setelah neneknya berbalik kembali, Arlynx memperhatikan dua orang laki-laki yang satu seumuran dengannya yang satu remaja laki-laki.

Sepertinya mereka berjalan menuju ke arahnya. Arlynx melihat, anak seumuran dia itu merajuk sementara yang remaja marah-marah padanya.

"Kau tunggu disini!" remaja laki-laki itu sedikit berteriak menempatkan anak laki-laki di sebelah Arlynx.

Si anak laki-laki mengangguk sambil tersenyum lebar dan menghapus sisa-sisa air mata bekas usaha merajuknya tadi.

"Ck merepotkan saja" setelah itu sang remaja ikut mengantri seperti Walburga.

Arlynx yang berdiri bersebelahan dengan anak laki-laki itu mencuri-curi tatap. Sedangkan yang di tatap hanya diam memandang lurus kedepan.

"Kau menunggu orang tua mu membeli ice cream juga?" tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda sang anak laki-laki itu bertanya.

"Em" Arlynx nampak terdiam sejenak lalu mengangguk kecil.

"Sebenarnya nenekku" dia berkata jujur dengan wajah murung.

"Hmm? Lalu dimana ibumu?" si anak laki-laki itu tidak memikirkan bagaimana wajah Arlynx kembali bertanya.

"Hal yang sama juga aku tanyakan padamu, kemana orang tuamu?" Arlynx membalas dengan tatapan kesal.

"Yah, kita ini lagi bagi tugas tau. Aku tidak mendengar lengkapnya tapi, ayah membeli buku, ibu membeli peralatan, lalu aku bersama kakakku tadi habis mengambil jubah dan tongkatnya. Lalu-"

'Berisik'

Arlynx memutuskan kembali memperhatikan neneknya yang sudah dekat dengan gilirannya.

"Oh ya siapa namamu?"

Arlynx tersentak kala ada tangan yang menyentuh bahu kirinya.

"Arlynx" menjawab dengan pelan.

"Keluargamu?"

Arlynx terlihat ragu, apa tak ada masalah yang menimpa nama keluarganya setelah sang ayah di fitnah begitu?

'Yah tak ada yang tau'

"Black" suara Arlynx mencicit.

"Kau?! Kau anak pembunuh berantai itu?!"

"Ha? Tidak! Ayahku di fitnah! Dia tidak pernah melakukan itu!"

"Tolong! Anak pembunuh disini!"

"Hei!"

Setelah itu para penyihir di sekitar mereka beramai-ramai berkumpul mengelilingi.

Plak!

"Gara-gara ayahmu! Gara-gara dia aku kehilangan putraku!"

"Tapi dia tid-"

Bugh!

"Sialan aku menyaksikan saat-saat terakhir kekasihku di pelukanku!"

Arlynx tidak berkesempatan untuk membela ayahnya ataupun membela dirinya sendiri. Mereka terus menghantamkan pukulan ataupun tamparan, bahkan orang yang tidak tau apa-apa ikut bergabung. Terus seperti itu hingga tubuh Arlynx mati rasa.

"ARLYNX?! ARLYNX!"

Suara itu yang terakhir dia dengar sebelum pandangannya menjadi hitam sepenuhnya.







Voment bep





Voment bep

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sirius Son vTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang