"Pak Brillian." Surya menatap Brillian waspada. Cowok yang kini duduk di hadapannya, sosok yang mengajaknya makan siang secara tumben-tumbenan. Suryanmendengkus, memberi sorot merendahkan. "Ini gak seperti biasanya. Kenapa Anda mengundang saya untuk makan malam?""Enggak. Saya cuma mau meluruskan permasalahan beberapa hari lalu." Brillian tersenyum kecil. Ia menarik satu kakinya, lalu menaduhnya di atas kaki lainnya. Cowok itu menelengkan kepala, menatap Surya lekat-lekat.
"Permasalahan?" Surya membeo dengan nada sinis. Sebelum akhirnya mendengkus kasar, ia membuang muka. Lantas memberikan pandangan merendahkan pada Brillian. "Kalau yang Anda maksud keributan yang sekretaris Anda perbuat, saya gak sudi membahasnya sedikit pun."
Alis Brillian berkedut dalam satu waktu. Memancarkan sorot ketidaksukaan pada Surya. Brillian memandang dingin pria tua di depannya ini. Ia tertawa kecil. Brillian menyorot Surya dengan tatapan lugu. Pria tua tidak tahu diri itu ... harus Brillian ajarkan sesuatu.
"Anda meremehkan saya, Pak Surya?"
"Saya gak peduli sekali pun perusahaan kamu lebih besar dibanding saya. Bagi saya kamu itu cuma beruntung karena merupakan putra dari Angga Langitra."
"Tapi, saya yang membangun cabang perusahaan ini hingga ke Thailand. Bukan papa saya."
"Ah, jadi Anda merasa berbangga diri?" Surya tertawa mengejek. Brillian memasang air muka datar. Memandang dingin lurus ke pria itu. Surya melanjutkan, "Apa itu tujuan Anda mengundang saya makan malam?"
"Anda yang mengutus seseorang untuk mencelakai sekretaris saya, bukan?"
Surya terdiam sejenak. Lalu mendengkus kasar. Menegakkan punggung, pria dengan jas abu-abu itu mencondongkan tubuh, menunjuk wajah Brillian dengan tatapan elang menghunus begitu tajam. "Kamu! Jangan nuduh sembarang kalau kamu gak ada bukti!"
"Bukti?" Brillian tersenyum. Tangannya lantas merogoh ponsel ke dalam saku kemeja, mengambilnya. Brillian menunjukkan sebuah video pengakuan sang penabrak ke hadapan Surya.
"Bukan saya! Saya cuma disuruh Pak Surya. Saya gak tahu apa-apa, saya cuma jalanin perintah dia aja."
Surya tercekat dalam diam.
Brillian mendengkus. "Saya bener-bener gak main-main, lho."
Surya tidak bisa berkata apa-apa. Ia cuma membungkam rapat bibirnya, melemlar sorot permusuhan lada lawan bicara. Brillian tersenyum. Lantas menyimpan kembali ponselnya dalam saku kemeja. Cowok itu menyerahkan dokumen yang sempat ia bawa ke atas meja. Menggesernya ke arah Surya.
Masih bergeming. Surya hanya mendelik menatap berkas itu tanpa pergerakan sedikit pun.
"Anda tidak ingin membukanya?"
Surya mendengkus. Meraih kasar berkas itu, ia membukanya dan membacanya beberapa lama. Brillian menyeringai. Menunggu reaksi Surya, Brillian menundukkan kepala menghitung dari dalam hati.
Satu, dua, ti–
"Anda! Berani sekali Amda melakukan ini pada perusahaan saya!"
Brillian hanya tersenyum.
***
Aleesha menuruni tangga hati-hati. Satu tangannya berpegangan pada pagar pembatas. Ia menluruskan pandangan ke arah pintu masuk. Brillian masih belum pulang. Padahal ini sudah nyaris pukul sebelas malam. Mungkinkah cowok itu lembur karena Aleesha tidak berangkat hari ini?
Cewek itu berhenti di anak tangga terakhir. Diam. Mengamati pintu masuk lekat-lekat selama beberapa saat. Aleesha menggelengkan kepala kemudian. "Ih, apaan sih gue? Biarin aja dong dia lembur. Kaki gue juga lagi sakit gini."

KAMU SEDANG MEMBACA
GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)
RomanceAleesha Wijaya rela menyamar sebagai laki-laki dan menjadi sekretaris Brillian Langitra, CEO perusahaan saingan sang kakak, Keandra, untuk mengulik informasi dan menjatuhkan perusahaannya. Demi sang kakak yang selama ini membencinya, Aleesha bahkan...