17. Insiden

963 102 4
                                    


Aleesha berjalan mengikuti Brillian. Langkah besar cowok itu berusaha dia kejar. Seperti biasa mereka pulang terlambat. Walau tidak separah kemarin-kemarin dan masih ada beberapa pegawai stay di sana.

Brillian menyeberangi lobi dengan gaya khasnya. Angkuh. Menyebalkan. Aleesha yang melihatnya dari belakang saja sudah dibuat berdecak. Dada membusungnya, dagunya yang sedikit terangkat. Yang paling mengesalkan bagi Aleesha adalah tatapan Brillian. Ia memandang sekitar dengan sorot merendahkan.

Harusnya Aleesha tidak perlu terkejut. Semua orang kaya memang begitu, bukan?

Sesaat pandangan Aleesha menangkap sesosok yang memperhatikannya. Berdiri jauh, terdiam seraya menghunus tatapan pedang. Aleesha memalingkan muka dari Dina. Segera pergi sebelum cewek itu mendekatinya.

Ngapain sih dia ngeliatin gue?

Aleesha cuma bisa bertanya-tanya dalam hati. Apa Dina benar-benar menyukainya? Jika benar, ini akan menjadi mala petaka besar.

"Aduh!"

Cewek itu memekik ketika dahinya terantuk punggung Brillian. Menoleh ke belakang, Brillian menatap Aleesha lama. Sebelum akhirnya ia berdengus, melayangkan tatapan jengah.

"Nabrakin punggung saya udah jadi obsesi kamu, ya?"

"Apaan, sih, Pak? Kok bahasa ambigu banget." Aleesha merengut. Brillian itu kehabisan kosakata atau bagaimana? Kenapa perkataan selalu menjungkirbalikkan otak Aleesha?

"Masuk. Sekali lagi kamu nabrak saya, saya bales tabrak kamu sampe mental."

Aleesha mengedik. Menatap ngeri. "Masa Bapak serius mau ngelakuin itu?"

"Mau saya tabrak sekarang biar kamu mental masuk lagi ke kantor?"

Aleesha menggeleng.

Brillian hanya mendesah malas. Ia nyaris saja mau berbalik masuk dalam mobil. Tapi, entah bagaimana, belum sempat memutar tubuh, Brillian terdorong. Ia membelalak. Tidak bisa mengerem diri, akhirnya cowok itu menubruk Aleesha. Jatuh, menindih cewek berkacamata itu.

Meringis, Aleesha merasakan punggungnya sakit. Ditimpa badan sebesar ini, Aleesha serasa akan gepeng. Cewek itu membuka matanya. Sekejap maniknya langsung menumbuk manik kelabu milik Brillian. Embusan karbon dioksida milik Brillian menerpa hangat wajahnya. Aroma maskulin langsung terhirup oleh indra penciuman Aleesha.

Brillian terdiam. Melihat Aleesha dari jarak sedekat ini, membuat sesuatu berdesir dalam dirinya. Wajah manis itu, bibir mungil yang berwarna. Iris cokelat jernih itu menyita perhatian Brillian dengan lancangnya.

Sementara di sisi lain, pelaku menoleh kaget. Ia membelalak lebar menyadari siapa yang ia tabrak barusan. Cowok itu memekik dalam hati melihat posisi Brillian dan Aleesha yang terlalu intim.

"Maaf, Pak, saya gak sengaja." Perkataannya membuyarkan lamunan Brillian dan Aleesha. Cowok bernama Sigit itu membantu Brillian berdiri. Brillian segera bangkit, merapikan jasnya, mengibas-ngibaskannya beberapa kali. "Pak, saya bener-bener minta maaf, saya buru-buru jadi gak liat ada Bapak."

"Kamu buta, ya? Jalan lebar ada di sana dan kamu malah bisa nabrak sampe ke sini?" Brillian berkata sinis. Sigit menunduk, takut ditatap penuh intimidasi oleh sang bos.

"Dia bilang dia gak sengaja, Pak. Mungkin emang gitu yang sebenernya." Aleesha membuka suara. Berdiri tertatih, ia masih meringis kecil beberapa kali. Tangannya meraba punggung, bersamaan itu ia mengernyitkan dahi menahan nyeri.

"Punggung kamu baik-baik aja?" Brillian jadi agak khawatir. Melihat perawakan kecil sekretarisnya dan seberapa keras Brillian menimpanya, Brillian jadi cemas punggung itu patah. "Ayo kita ke rumah sakit sekarang."

GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang