Mati.Mati, mati, mati, mati. Aleesha terus menggumamkan kata laknat itu. Sepanjang jalan, sejauh langkahnya melewati lobi dan berbagai ruangan, ia tidak bisa berpikir positif. Aleesha menjadi pusat atensi. Padahal ia sudah berusaha tampil selaki mungkin.
Apa mereka tetap curiga?
Darren di depannya berjalan lebih dulu. Aleesha mengekor di belakang. Ia membenarkan kacamatanya yang nyaris melorot. Hari pertama Aleesha memakai kemeja dan jas hitam. Celana hitamnya kelihatan mungil membentuk lekuk kakinya. Aleesha juga mengenakan sepatu laki-laki yang sebenarnya agak kebesaran. Rambutnya ditata dengan poni agak menyamping.
Mereka memasuki lift. Aleesha mengambil tempat agak belakang. Menjaga kontak mata dari cowok yang jauh lebih tinggi darinya.
Darren mengerling, menaikkan sebelah alis. "Apa yang lagi kamu pikirin tentang saya?"
"Hah?" Aleesha terhenyak. Menoleh spontan, menggeleng buru-buru. "Enggak, Pak. Gak ada."
Darren tersenyun geli. Ia menyerongkan badan, bersidekap, menatap menelisik penampilan Aleesha dari ujung kaki ke ujung kepala. Aleesha menunduk, ikut melihat dirinya sendiri. "Kamu ini ... bener-bener kecil, ya?"
Aleesha deg-degan.
"Saya gak yakin Pak Brillian gak akan protes," gumam Darren. Aleesha kembali dibuat panik dalam hati. Akan sia-sia kalau sampai Brillian tidak mempercayainya. Aleesha bahkan sudah memotong rambut panjang kesayangannya jadi laki begini.
"Pak, saya beneran laki-laki." Aleesha berkata tegas. Terlihat seperti marah, tidak terima. Padahal, dalam hati dia gemetaran, takut ketahuan.
"Iya, iya. Gak masalah juga, sih, kalau kamu perempuan asal gak ketahuan Pak Bri aja." Darren tersenyum ramah. Begitu pintu lift terbuka, ia keluar dulu. Aleesha mengekorinya. Berusaha menyejajarkan langkah besar cowok di depannya.
Darren kemudian membukakan pintu. Aleesha berhenti melangkah, speechless. Cowok yang pernah mewawancarainya itu tersenyum aneh. "Silahkan."
Dia gak ngira gue cewek, kan? Kok tatapan sama senyumnya nyeremin.
Tanpa bisa mengungkapkan isi pikirannya, Aleesha hanya menuruti perkataan Darren. Dia masuk lebih dahulu. Terus menunduk, memperhatikan penampilannya berharap tidak ada yang salah. Sampai tiba-tiba ia menubruk sesuatu. Aleesha mengaduh. Dahinya beradu dengan punggung seseorang. Cewek itu mendongak dan sedetik kemudian dia terjingkat mundur.
Cowok di depannya menurunkan tangannya yang memegang ponsel ke telinga. Berbalik, menghadap sepenuhnya pada sang penabrak. Ia nyaris menyemprotkan kalimat kesal sebelum tiba-tiba ikut melompat mundur. Brillian menatap terkejut pada Aleesha.
"Kamu! Sejak kapan karyawan Langitra Corp seenggak sopan ini, hah?! Kamu tahu dilarang ada perempuan di area saya!"
Aleesha diam sejenak. Dia speechless. Teringat cowok yang pernah dia lihat di kafe hari itu. Brillian memelototinya tajam, Aleesha terhenyak dari lamunannya. Dia menjawab terbata, "Sa-saya gak tahu."
Darren terkekeh di belakang Aleesha. Berjalan mendekat, ia berdiri di sebelah Brillian. Cowok yang kini melepas jas hitamnya, melemparnya ke lantai. Brillian terengah sejenak. Dia mengambil handsanitizer dalam saku lalu menyemprotkannya ke tangan beberapa kali.
"Dia sekretaris Anda."
Membeku, Brillian menoleh dengan dahi berkerut. "Kamu bodoh, ya? Kamu lupa syarat yang saya ajukan?"
"Dia memenuhi kriteria Anda, Pak. Saya sendiri yang memilihkannya untuk Anda." Darren menjawab tenang. Sudut bibirnya sedikit terangkat menyunggingkan seringaian aneh. Ada yang ia rencanakan. Brillian hampir kembali menghardik sebelum tiba-tiba Darren menyela, "Dan dia laki-laki"
![](https://img.wattpad.com/cover/315141772-288-k15857.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)
RomanceAleesha Wijaya rela menyamar sebagai laki-laki dan menjadi sekretaris Brillian Langitra, CEO perusahaan saingan sang kakak, Keandra, untuk mengulik informasi dan menjatuhkan perusahaannya. Demi sang kakak yang selama ini membencinya, Aleesha bahkan...