11

13.2K 760 5
                                    



Kelana memasuki caffee yang terletak di depan Pakualaman. Wanita itu baru saja mendapat pesan untuk menjemput papanya yang sedang meeting santai di caffee itu. Kelana tersenyum lebar ketika menemukan papanya yang sedang mengobrol dengan dua pria yang duduk di depannya.

Darius memberi kode agar putrinya itu ikut bergabung duduk dengannya. Pria paruh baya itu memperkenalkan kelana sebagai putri keduanya.

“Loh ini yang dulu suka manjat pohon itu yaa?” tanya salah satu rekan bisnis Darius yang seumuran dengannya, Kelana menyalami rekan kerja papanya itu.

Darius tertawa, mengelus puncak kepala putrinya. Memang sejak dahulu pria itu sering mengajak Kelana saat kerja, karena anak keduanya itu akan merengek untuk ikut dengannya kemana pun ia pergi.

Pernah suatu ketika Kelana ikut Darius menemui Anton yang sedang menginap di salah satu villa yang terletak di dekat pantai. Karena harus membahas pekerjaan, Anton mengizinkan Kelana yang saat itu masih berumur 6 tahun untuk jalan jalan di sekitar villa.

Saat akan pulang Darius dibuat panik karena Kelana yang menghilang. Darius, Anton, dan putranya yang mencari-cari gadis kecil itu. Akhirnya putra Anton yang saat itu baru saja lulus SMA menemukan Kelana yang sedang asik menikmati rambutan di atas pohon.

“Inget sama Om Anton engga? Udah gede yaa, tambah cantik aja.”

“Inget Om, terima kasih.” Kelana tersenyum lebar, ia sedikit tidak nyaman ketika pria yang duduk di samping Om Anton itu memandangnya dengan lekat.

“Ohh iyaa ini Gala, dulu kalo ke Jogja pasti mintanya ketemu kamu terus.” Anton menepuk pundak putranya itu.

Sedangkan pria bernama Gala itu memejamkan matanya, menghembuskan napas pelan ketika papanya itu membongkar rahasianya dulu. Kelana tersenyum canggung, karena sesungguhnya wanita itu tidak terlalu ingat pada Gala.

Setelah beberapa menit mereka habiskan untuk berbincang sembari bernostalgia, Anton dan Gala pun pamit untuk kembali ke villanya. Mereka memang tinggal di Jakarta, tapi memiliki villa di Jogja karena sering melakukan perjalanan bisnis di kota pelajar ini.

Kelana dan Darius pun pulang, perjalanan dari caffee ke rumahnya hanya sepuluh sampai 15 menit. Namun karena jam pulang kantor jalanan tampak padat.

“Besok tolong temenin Gala beli oleh oleh ya Dek.” Kelana mengerngit, menolehkan kepalanya untuk menatap papanya yang sedang menyetir.

“Kenapa harus ditemenin, kan dia udah gede Pa.” protes Kelana.

“Kebetulan dia bawa anaknya yang masih balita, kasian nanti kerepotan. Om Anton nanti malem balik ke Jakarta soalnya, jadi engga bisa jagain cucunya. Lagian kamu kan lebih tau Jogja, tau dimana beli oleh oleh yang lebih murah dan kualitas bagus.”

“Ya udah suruh ke toko oleh olehnya kita aja. Kan pasti murah dan kualitas bagus.”

“Kamu ini dimintain tolong masak begitu. Nanti paling Gala hubungin kamu, soalnya tadi Papa kasih nomer WA kamu.”

“Pa!” Kelana merengut, ingin melanjutkan aksi protesnya tapi Darius sudah menatap tajam putri kesayangannya itu.

o0o


Gala mengamati Kelana yang sedang meminta extra cabai dan bawang merah kepada penjual sate. Tampak wanita itu sudah akrab dengan pemiliknya, Gala tersenyum melihat bagaimana cara Kelana berkomunikasi dengan orang orang. Wanita itu sangat sopan saat berbicara kepada orang yang lebih tua, dan akan berbicara lembut pada anak kecil.

Gadis kecil yang dahulu suka memanjat itu masih sama seperti dulu. Gala menyukai tawa dan senyum lepas Kelana. Seperti saat ini wanita itu sedang tertawa lepas dengan penjual sate, entah apa yang sedang mereka bicarakan.

Tanpa sadar senyum tersungging di wajah Gala, Kelana berjalan kembali ke tempat duduk mereka sembari membawa piring kecil yang berisi potongan cabai rawit dan irisan bawang merah.

“Mau Mas?” senyum masih menghiasi wajah Kelana, wanita itu meletakkan piring kecil itu di tengah tengah meja jika Gala ingin potongan cabai dan bawang merah juga.

“Engga, buat kamu aja.”

Siang tadi mereka membeli oleh oleh bersama Tasya, putri Gala yang masih berusia empat tahun. Setelah itu Gala mendapat pesan dari mantan ibu mertuanya jika wanita itu ingin bertemu cucunya. Meskipun berat Gala mengantarkan Tasya ke rumah mantan mertuanya itu bersama Kelana.

Setelah mengantarkan Tasya, mereka menyempatkan diri untuk makan malam di warung sate pinggir jalan langganan Kelana.

“Kamu engga papa kan Mas makan di pinggir jalan gini?” Kelana memandang Gala yang duduk di depannya.

“Engga masalah, kamu sering ke sini?”

Mereka berdua memang menggunakan ‘aku-kamu’, entah kenapa Kelana merasa tidak sopan jika menggunakan ‘gue-lo’ seperti kebiasaannya. Apalagi pembawaan Gala yang serius, membuatnya sedikit sungkan.

“Lumayan, biasanya sama keluarga makan di sini. Soalnya ini tempat bersejarahnya Mama Papa, dulu mereka pertama kali ketemu di sini terus kalo nge date di sini juga.” Kelana tertawa mengingat cerita pertemuan kedua orang tuanya di warung sate ini, sehingga tempat ini sering menjadi tempat orang tuanya berkencan.

“Wah warung pembawa jodoh ya berarti. Ohh iya kamu engga papa pulang agak malem?”

“Engga papa Mas, nanti biar aku balik ke apartemen aja. Kebetulan deket, 5 menit dari sini.”

Gala menyerngit, “loh kamu tinggal di apartemen?”

Pria itu bertanya bingung, pasalnya tadi siang ia menjemput Kelana di rumah orang tuanya. Ia kira wanita itu tinggal bersama orang tuanya.

“Iya, tapi sering tidur di rumah juga. Aneh ya, tinggal satu kota sama orang tua tapi malah pilih tinggal di apartemen.” Kelana tertawa, memang dulu orang tuanya menentangnya tinggal di apartemen. Namun setelah wanita memohon dan membujuk kedua orang tuanya akhirnya diizinkan dengan catatan harus sering setor muka ke orang tuanya.

Setelah menghabiskan makanan mereka, Gala mengantarkan Kelana menuju apartemennya. Saat sudah di depan apartemen, Kelana melepaskan seatbeltnya.

“Mau mampir dulu Mas?” tanya Kelana basi basi.

“Boleh.” sontak senyum di wajah Kelana langsung menghilang mendengar jawaban Gala, sedangkan Gala tertawa melihat perubahan ekspresi wanita itu. “Bercanda Kelana, aku langsung balik ke villa aja. Terima kasih buat hari ini yaa.”

Gala tersenyum, tanpa sadar tangannya sudah berada di rambut Kelana. Mengacak pelan, raut wajah wanita itu sangat lucu menurutnya. Sebelum melakukan hal yang tidak-tidak karena terlalu gemas, Gala menarik kembali tangannya.























 

KELANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang