13

12.7K 831 22
                                    


Leon mengira dengan menemukan seseorang yang memahami perasaannya, berempati pada penderitaannya akan menyembuhkan luka dan rasa kesepian yang dirinya miliki. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Mereka yang dianggap dapat mengobati kesepian pun tidak mungkin selamanya selalu ada untuk kita. Penghiburan yang diperoleh dari kehadiran orang lain hanyalah sesaat.

Banyak orang yang ingin memiliki hubungan romantis hanya karena ingin mendapatkan perhatian tersebut, bukan karena ia siap untuk berkomitmen. Akhirnya banyak hubungan yang berkahir toxic. Bahkan kadang itu semua tidak membuat kesepian yang ia rasakan menghilang.

Kesepian sudah Leon rasakan sejak kecil ketika kedua orang tuanya terlalu sibuk dan sering meninggalkannya. Ia hanya dibesarkan oleh kakeknya dengan didikan kerasnya. Kadang kesepian muncul pada anak ketika mendapat penolakan dan pengabaian. Akhir akhir ini perasaan kesepian kembali melandanya.

Beberapa bulan terakhir Leon tidak menjalin hubungan romantis dengan wanita wanita, seperti yang dilakukannya dahulu sewaktu belum mengenal Kelana. Sampai akhirnya ia bertemu Kelana, perasaan untuk mengjalin hubungan dengan wanita itu sangatlah kuat. Namun Leon terlalu takut untuk melangkah, banyak keraguan yang menyelimutinya.

Saat ini pria itu sedang duduk di ruang keluarga Kelana, menonton pertandingan sepak bola dengan Darius. Setelah mendarat di bandara Yogyakarta International Airport, Leon langsung menuju hotel tempatnya meningap yang berada di kawasan Malioboro.

Sore hari pria itu menuju rumah Kelana dengan ojek online. Namun sayang ternyata wanita itu tidak ada di rumah karena pulang ke apartemennya. Papa Kelana mengajak Leon untuk menemaninya menonton pertandingan sepak bola sembari menunggu Kelana tiba di rumah setelah Elizabeth menelponnya bahwa Leon sedang berada di rumah.

“Nah Indonesia udah nyetak gol selusin, kayaknya bakal nambah lagi.”

“Iya Om, masih ada waktu juga.” respon Leon lalu menyesap kopi buatan mama Kelana yang rasanya lumayan pahit.

“Rasa kopinya pas kan? Maaf Tante kebiasaan buatin kopi Papanya Kelana yang sukanya engga terlalu manis.”

“Enak kok Tante,” Leon meringis merasakan pahitnya kopi yang tadi di sesapnnya “kalo Kelana bukannya malah sukanya kopi tanpa gula Tan?”

“Loh kamu tau? Emang anak itu sukanya kopi tanpa gula, berasa ngasih sesajen aja. Bentar lagi kayaknya sampai dia.”

Elizabeth melihat pesan yang muncul di ponselnya dari putrinya. Wanita paruh baya itu mengamati Leon yang sedang bercengkrama dengan suaminya, pemuda itu tampak sopan dan dapat mengimbangi obrolan Darius tentang negara dan perekonomian.

“Kok Tante engga asing sama wajah kamu ya. Kayak pernah lihat di mana gitu,” ujar Elizabeth sembari mencoba mengingat ingat.

“Kan dulu pernah ke rumah nyariin Kelana Mam,” jawab Darius.

Elizabeth menggeleng, lalu melotot saat mengingat wajah bule itu.

“KAMU ARTIS YA? Tante pernah lihat di iklan sama di acara jalan jalan gitu. Iya kan?” Elizabeth sudah heboh karena berhasil mengingat wajah Leon.

“Iya Tante,” Leon meringis melihat Elizabeth yang sangat bersemangat itu.

“Ternyata lebih ganteng aslinya yaa!” Elizabeth mendekat lalu merangkum wajah Leon dengan tangannya, memperhatikan wajah itu dengan seksama.  

o0o

Kelana menggigit timun yang telah dikupas oleh Elizabeth dengan perasaan kesal. Baru lima menit yang lalu ia tiba di rumah orang tuanya dengan perasaan yang campur aduk dan bertanya tanya, ada apa gerangan Leon tiba tiba mengunjungi rumahnya.

KELANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang