5

25.4K 1.1K 4
                                    


Kelana tidak pernah melihat sekolah dan pendidikan hanya sebagai fase dalam hidupnya atau kewajiban yang diperintahkan oleh orang tua. Namun pendidikan merupakan bekal untuk dirinya menjalani hidup mandiri di dalam situasi apa pun.

Oleh karena itu ia melanjutkan magisternya di Belanda, lalu curi cuti kesembatan untuk jalan jalan ke negara-negara sekitarnya saat musim liburan tiba. Ia sudah terbiasa hidup jauh dari rumah, membuatnya tidak tahan jika kesehariannya hanya rumah-kerja-rumah-kerja.

Ditambah dengan kejadian di malam resepsi pernikahan Rengganis membuat perasaannya campur aduk. Menurut kalian bagaimana perasaan wanita setelah kehilangan keperawanannya?

Perasaannya pasti tidak karuan, entah ia kehilangan keperawanannya itu melalui proses dipaksa ataupun suka rela. Mungkin di dalam lubuk hati Kelana yang paling dalam ia merasa menyesal telah menyerahkan keperawanannya begitu saja.

Ya mungkin ia di bawah pengaruh alkohol, tapi mungkin juga itu dipengaruhi oleh rasa penasarannya dengan kegiatan yang penuh hasrat itu. Ia merasa cemas karena Leon tidak menggunakan pengaman saat itu, belum lagi ia tidak mengetahui apakah pria itu bersih, atau tidak. Tentu ia tidak ingin terkena penyakit karena berhubungan seks dengan sembarang pria.

Kelana saat ini berada di Kathmandu, Nepal setelah perjalanan panjang dari Indonesia. Mungkin ini adalah salah satu cara agar ia tidak terus terusan mengingat sentuhan Leon yang selalu membayang bayanginya. Ia dan teman temannya di sambut oleh guide, lalu mereka langsung menuju hotel. Rombongan Kelana menyempatkan diri untuk berbelanja keperluan dan peralatan yang dibutuhkan.

“Papa kok engga ikut Na?” tanya Om Syailendra salah satu rekan Darius yang pada kesempatan kali ini ikut mendaki Himalaya.

“Kalo aku sama Papa mendaki nanti yang ngurusin toko siapa dong Om. Lagian pinggang Papa akhir akhir ini sering sakit udah engga sekuat dulu lagi. Faktor U.”

Om Syailendra tertawa, “wah kalo Daius denger pasti mencak mencak kamu bilang dia udah tua.”

“Loh kan menag udah tua, udah jadi kakek sekarang.” Kelana membela diri, sedangkan Om syaidendra mengelus kepala Kelana yang ditutupi beanie. Pria itu sudah menganggap Kelana seperti putrinya sendiri.

Saat ini rombongan mereka sedang beristirahat sekaligus makan siang di salah satu tea house yang terdapat penghangat. Ujung ujung jari Kelana terasa membeku dikarenakan suhu udara yang sangat dingin.

Kelana mendengus saat bayang bayang malam itu kembali datang. Sudah jauh jauh ke Nepal tapi kenangan itu tidak bisa ia lupakan. Kelana bukan tipe wanita yang akan mengurung diri di kamar sambil memutar lagu-lagu galau.

Ia memilih mengisi hari harinya dengan kegiatan positif, menurutnya tapi tidak dengan mamanya. Ya, mendaki. Oleh karena itu saat ini dirinya menyusuri jalan menuju Everest Base Camp. Ia akan bermalam di desa Namche Bazaar tepatnya Everest View Hotel yang terletak di 3880 mdpl. Hotel ini menawarkan pemandangan langsung ke puncak Everest.

Ia mendapatkan restu dari mamanya ,meskipun harus mlalui perdebatan yang cukup alot. Beruntunglah Darius selalu mendukung hobinya, sehingga memabantunya meminta restu pada Elizabeth. Kelana berpesan jika ada yang mencarinya, jawab saja ia sedang di luar kota.

Iya, Nepal berada di luar kota Yogyakarta kan?

 

o0o

Langit menyodorkan pudding kepada Kelana yang sedang duduk menikmati semilir angin sore. Langit memang teman Kelana ketika kuliah di luar negeri. Ia bertemu dengan pria itu yang pada saat itu bekerja paruh waktu di sebuah toko roti di depan kampusnya. Saat ini pria itu bekerja di toko roti milik Gea.

Pria itu bersedia mengisi cooking class di sekolah alam atas bujukan dari Kelana. Sore ini Kelana berkunjung ke sekolah alam karena merindukan anak anak. Padahal baru kemarin ia tiba di Indonesia, lalu hibernasi hingga siang tadi.

“Hobi lo itu emang mempersulit diri sendiri, udah tau gunung setinggi itu niat banget muncak. Keluar berapa juta?”

Kelana menghendikkan bahunya, “puluhan paling.”

“Kesana mau ketemu Yeti?”

Banyak orang mengira bahwa Yeti adalah makhluk primata dari jaman prasejarah yang mendiami belantara salju Himalaya.

“Ya elah ilmuwan udah bilang kalo Yeti itu engga ada kali. Masak gue ke sana cuma mau ketemu sama begituan.”

“Terus ke sana ngapain?”

“Ngadem.”

“Lah sinting emang! Kurang sajen pasti, pagi tadi udah minum kopi tanpa gula belum?”

“Tau aja kalo gue belum dapet asupan cafein seharian ini. Habis hibernasi dari kemarin langsung ke sini. Kangen sama anak-anak.”

“Katanya udah lama menghilang dari peradaban?” Kelana menyemburkan tawanya."

“Menghilang dari peradaban? Bahasa lo begitu banget.” Kelana mencibir, “gue kan ke Nepal 15 harian lebih.”

“Na kemaren ada cowok yang nyariin. Namanya Leon, dia beberapa kali ke sini. Habisnya lo engga bilang mau kemana, cuma bilang keluar kota aja. Ehh taunya sampe Nepal.” Gea salah satu pendiri sekolah alam ikut bergabung dengan kedua temannya.

“Loh Nepal kan luar kota Jogja, bener dong gue?” Kelana tertawa puas.

“Serah lo dehh.” Langit menoyor kepala Kelana.

Mereka bertiga dikejutkan oleh Mochi yang berlari kepangkuan Kelana, kucing oren dengan tubuh gempal itu memang tinggal di sekolah alam. Ternyata Mochi berlari menghindari kucing putih yang tampak lebih besar dari pada tubuhnya.

“Itu tuh kucing putih dari kemaren ngebet kawin mulu, tapi Mochinya ogah.” geamemberi tahu.

“Ya Tuhan, ini anak masih di bawah umur. Masak dilecehkan kayak gitu. Utututuuu sayang, jangan mau diajak begituan yaaa. Kamu masih kecil nak,” Kelana memeluk dan menimang nimang kucing kesayangannya yang baru berumur beberapa bulan itu.

“Emang kucing bisa kawin umur berapa?” tanya Langit, dahi Kelana mengkerut tampak berpikir. Namun akhirnya menghendikkan bahunya karena tidak menemukan jawabannya. Mana dirinya tahu kucing boleh kawin umur berapa.

“Tapi kucing putihnya gagah gitu, kenapa ya Mochi engga mau.” Kelana heran.

“Lah lo bilang kucing gagah, itu dilihat dari apanya?” tawa langit meledak.

“Itu badannya keker, terus mukanya agak sangar gituu.” Kelana meneliti penampilan kucing jantan yang menurutnya gagah.

“Keker dari mananya? Emang lo liat itu perut kucing six pack? Bisepnya berotot?” tanya Langit pada Kelana.

Gea yang sore itu hanya menjadi penonton cukup diam menikmati ke absurd an teman temannya yang lumayan menghibur sembari menunggu suaminya menjemput.

 











Iyaaaa Langit dan Gea (Duda Lebih Menggoda) akan ada di cerita ini juga :)
 

KELANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang