Febian, aku tidak pernah tau jika akhirnya cintaku yang sedalam lautan itu mampu mengering. Dan akupun tak menyangka bila penantian yang kupikir akan selamanya telah terhenti sejak lama. Ketika langit mulai merona malu-malu; menyadarkanku bahwa hatiku telah sanggup kembali memiliki rasa. Cintaku yang tidak mampu jatuh itu, justru tumbuh untuk hati yang bahkan tidak pernah disangka-sangka.
Dan kau perlu mengingat selalu bahwa sebelum hatiku dimenangkan yang lain, segala usaha membabi-buta sudah kulalui demi membawamu pulang. Ribuan malam penuh tangis, suara-suara yang memenuhi kepala; memohon-mohon agar kau datang kembali. Mengemis bertekuk lutut menengadahkan tangan dan berdoa penuh harapan agar kau kembali aku menangkan. Setidaknya pada satu kesempatan. Dengan banyaknya jalan yang telah sekeras hati diusahakan. Namun, tetap saja. Aku gagal hingga percobaan yang terakhir.
Bertahun-tahun aku menghambakan perasaan terhadapmu yang acuh, berpuluh-puluh bulan mengurai satu-persatu ingatan agar matamu yang tenang itu tetap dalam dekapan. Meskipun tidak lagi bertemu, sekalipun sudah tak pernah berkomunikasi. Aku berusaha setengah gila mengingat bagaimana rupamu malam itu; yang pernah menenangkan tangis menghapus sendu. Berbekal ingatan yang memudar dari waktu ke waktu, aku bertahan.
Dan akan selalu kuingatkan padamu. Kurangmu yang sempurna, cela yang indah pada seluruhmu; pernah aku terima meski bayarannya adalah melawan seisi dunia. Segalanya telah aku maklumi sekalipun tak dipungkiri sanggup mengurai air mata. Waktu itu tak kujadikan kesalahan-kesalahanmu sebagai alasan untuk berhenti memupuk rasa. Dan akan selalu kuingatkan padamu, puluhan kali tawaran kembali telah aku minta. Kau pasti ingat tiapkali kesempatan datang menjemput, bagaimana ia selalu pulang dengan kecewa. Sebab hati kita yang tidak lagi satu tuju menjadikanmu enggan mengiyakan permohonannya.
Tidak, kisah cintaku kali ini bukan lagi tentang ambisi memiliki. Juga bukan pula mengenai keinginan yang sementara. Aku pernah jatuh tersungkur mengejarmu, hidup berdarah-darah demi tetap bertahan menunggu. Mengesampingkan diri, menjadi lain pada diri sendiri. Dan, pada akhirnya segalanya membuatku mengerti. Merelakanmu berbahagia, mendoakanmu baik-baik saja, mengikhlaskan segala-galanya mengenaimu pada Pencipta; juga menjadikanku seorang pemenang. Dengan cara yang paling rela.
Jatuh cintaku kali ini adalah jatuh yang tidak ingin ditangkap. Merupakan rasa yang tak berharap berbalas. Semuanya kulakukan dengan tenang, tanpa berlari; juga penuh pikir panjang. Aku tidak tertarik lagi pada dongeng-dongeng cinta yang akan berakhir terselesaikan juga. Entah seperti apa caranya. Sama denganmu, akupun berharap ia baik-baik selalu. Suatu saat di masa yang jauh, aku mampu berdiri sambil tersenyum memandangi tangannya yang telah menggenggam perempuan lain; duduk di pelaminan dan tampak begitu bahagia. Aku hanya benar-benar ingin menemaninya hingga akhir. Hingga bahagia jelas-jelas menampakkan diri pada hidupnya.
Sebab, tak peduli ikatan apapun yang kami miliki. Akan selalu kusayangi ia melebih sayangku terhadapmu. Meski kuakui segala energi telah kuabdikan untuk mengabadikanmu pada tulisan ini. Terbalas atau tidak, juga tak masalah. Aku hanya ingin menjadi yang selalu ada menemaninya dari waktu ke waktu. Membuktikan rasa sayangku dengan cara yang baru. Aku selalu menemukan hal-hal pada dirinya yang berusaha aku sayangi sekuat hati. Meskipun ia tidak sempurna, namun caraku mencintainya menjadikannya sempurna dimata yang lain.
Febian, bilamana narasi ini berakhir; maka sudah semestinya ini semua ditutup dengan akhir yang bahagia. Meskipun akhir bahagia itu tidak menjadi milik kita. Pada waktu dan kesempatan yang baru, kabar bahagiamu akan sampai pada telingaku. Saat itu tiba, akan kuhadiri pestamu yang megah itu dengan senyuman paling penuh. Semua rapalan doa-doa, tiap tetes air mata yang telah jatuh memeluk namamu untuk waktu yang sangat lama; pada akhirnya membawakan akhir yang sama-sama bahagia untuk kita. Aku bersyukur, pernah mencintaimu menjadikanku istimewa sebab mampu membuktikan bahwa aku sungguh-sungguh setia. Kini, aku takkan mengucapkan cinta lagi. Tetapi hanya akan mengatakan, bahwa aku pernah mencintaimu. Dalam, sungguh dalam sekali hingga kehilangan diriku sendiri.
Dan bagaimanapun, aku tidak pernah menyesal.
••
"Di suatu asa aku pernah menerima segala kurangmu,
apapun itu asal bisa bersamamu.Hingga kini kau dipelukan yang lain,
aku tak menyesal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Patah Hati
PoesíaBagiku, semua ini layak untuk dikenang. Entah seperti apa menurutmu. Jika kau bersedia untuk menjadikannya sebagai sejarah, maka kenanglah aku sebagai seseorang yang paling-paling mendambakan kebahagiaanmu. -Jum'at, 1 September 2017.